MALANG, Tugumalang.id – Tumbuh dari keluarga berlatar belakang sebagai aktivis sosial dan pendidikan menempa Dekan Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang (UM), Dr. Tutus Chusniyah, S.Psi, M.Si mewarisi sikap kritis dan kepedulian terhadap masyarakat. Menghabiskan masa kecil di Lumajang, Jawa Timur, perempuan yang akrab disapa Tutut itu melihat langsung bagaimana aktivitas bapak ibunya aktif mengajar di sekolah yang didirikan oleh kedua orang tuanya.
Dalam podcast Tugu Inspirasi, ia menceritakan bagaimana kedua orang tuanya aktif dalam kegiatan resosialisasi kepada para gelandangan. Mengamati langsung kegiatan sosial yang dilakukan oleh kedua orang tuanya dan tumbuh di lingkungan keluarga pendidik pada akhirnya mengasah sikap kritis dan perhatian Tutut terhadap dunia pendidikan. Ditambah dengan pengalamannya semasa kecil menempuh pendidikan di pondok pesantren membentuk sikap kritis dan kepeduliannya.
Baca Juga: Atasi Kecanduan Media Sosial untuk Menjaga Kesehatan Mental, Begini Pandangan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang
“Saya dari keluarga aktivis pendidikan dan sosial, ayah dan ibu saya adalah tokoh-tokoh yang suka aktif dalam kegiatan sosial dan mendirikan sekolah. Ibu saya punya resosialisasi terhadap gelandangan sejak lama. Melihat bagaimana orang tua hidupnya pro sosial sekali. Itu yang menempa saya sampai sekarang,” ungkapnya.
Nilai-nilai kebaikan itulah yang terus dirawat dan diamalkan oleh Tutut hingga sekarang sebagai seorang akademisi. Nilai kebaikan itu pun juga diterapkan alumni Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu di lingkungan tempat tinggalnya maupun di tempatnya mengabdi saat ini, Fakultas Psikologi UM.
“Saya sampai sekarang pun juga terus bagaimana bisa berbuat baik untuk orang lain. Itu yang saya ajarkan di lingkungan rumah dan juga di Fakultas Psikologi (UM),” kata Tutut.
Tertarik dengan ilmu psikologi sejak muda, Tutut memutuskan melanjutkan studi perguruan tingginya dengan mengambil program studi S1 Psikologi Sosial Unair. Bimbingan dari dosennya yang tidak hanya sekedar menunaikan kewajiban mengajar tetapi juga mendidik dan karakter mahasiswanya. Menjadi hal yang paling berkesan bagi Tutut selama kuliah.
Menggeluti dunia psikologi membuatnya menyadari bahwa manusia bukan sebuah robot sehingga untuk bisa memahami manusia dan perilakunya dibutuhkan sebuah ilmu dan membutuhkan proses yang tidak sebentar.
Hal itu pun didukung dengan pengalaman masa kecilnya melihat bagaimana sang ibu berupaya membantu gelandangan mengaarkan nilai, norma, dan praktik yang mendorong mereka agar bisa diterima di lingkungan sosial. Sehingga bagi Tutut melakukan hal baik kepada orang lain membutuhkan sebuah proses dan tidak dilakukan secara instan.
“Meski saya punya ilmu psikologi perilaku tetapi saya menyadari bahwa ternyata manusia itu bukan robot. Untuk mengubah perilaku tidak mudah butuh proses yang lama dan sistematik,” ujarnya.
Walau selama kuliah, Tutut bukan seorang aktivis organisasi intra dan ekstra kampus. Tumbuh di lingkungan aktivis membuatnya sudah memiliki rasa kritis terhadap suatu permasalahan sosial.
Ketika melanjutkan studi S2 di Universitas Indonesia (UI), Tutut meneliti perilaku organisasi di Indonesia seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Partai Keadilan Sosial (PKS), hingga pernah meneliti sosok yang dianggap radikal dan dituding sebagai dalam aktivitas terorisme di Indonesia, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Baca Juga: Luar Biasa! Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang Mudah Diterima di Berbagai Bidang Kerja dan Profesi
Dari penelitiannya itu, Tutut melihat bagaimana cara pandang manusia terhadap sebuah ideologi agama dapat begitu mempengaruhi perilaku seseorang.
Sementara melihat arus perubahan zaman saat ini, Tutut melihat ada tantangan yang dihadapi psikologi di masa depan. Yakni kompleksitas kehidupan manusia di era digital yang saat ini dan mungkin di masa depan kehidupan akan banyak dipengaruhi oleh pemanfaatan teknologi.
Sebagai seorang akademisi yang mengawali karirnya sejak 1998 itu menilai peminatan ilmu psikologi yang terdiri dari psikologi sosial, psikologi klinis, psikologi perkembangan, psikologi industri, dan psikologi organisasi. Kini terus berkembang dan harus adaptif dengan perkembangan zaman.
Tutut melihat kecenderungan yang terjadi di masyarakat saat ini. Kemudian mengembangkan keilmuan psikologi dalam wujud pengembangan kurikulum program studi S2 Psikologi UM yang mencoba untuk adaptif dengan teknologi digital. Diwujudkan dalam konsentrasi cyber physicology, artificial physicology, dan big data dalam psikologi sebagai jawaban menghadapi tantangan ilmu psikologi di masa depan.
Baca Juga: Fakultas Psikologi UM Gelar Sosialisasi Kesehatan Mental bagi Lansia
Apa yang dilakukannya itu pun menjadi kekhasan atau keunikan dari Fakultas Psikologi UM yang tidak ada di kampus lain.
“Sekarang ini trennya ke cyber dan digital. Itu (perubahan) telah disadari oleh semua penyelenggara psikologi di Indonesia dan dunia. Ini yang berbeda dari S2 Psikologi di tempat lain,” terangnya.
Bagi Tutut ada tiga hal penting yang menjadi pedomannya dan tertanam kuat dalam benaknya sejak masih menjadi mahasiswa hingga kini mengemban amanah sebagai seorang dekan. Ketiga hal itu adalah egaliter, experience (pengalaman), dan terus merawat rasa ingin tahu agar terus berkembang.
Selengkapnya Anda dapat menyaksikan tayangan podcast Tugu Inspirasi di kanal YouTube Tugu Malang.Id atau melalui link berikut ini https://www.youtube.com/watch?v=MvpOH6rak-8.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
editor: jatmiko