Tugumalang.id – Sutrisno Abdi (40) merupakan eks narapidana terorisme (napiter) di Kabupaten Malang. Sebagai eks napiter, Sutrisno mencoba mengisi hari-harinya dengan kegiatan positif yang tak hanya membantu perekonomian keluarganya, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain.
Saat ini, ia menjadi pengelola Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) Turen yang digagas oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Kawasan itu merupakan pertanian terpadu bagi eks napiter yang terinspirasi dari Rumah Ketahanan Pangan yang didirikan oleh Sutrisno.
Kepada Tugu Malang ID, Sutrisno menceritakan awal mula ia bisa terjerumus ke dunia terorisme dan bagaimana ia bangkit selepas menjalani masa hukumannya.
“Kejadiannya pada tahun 2015. Waktu itu saya melakukan jual beli bahan peledak,” kenang Sutrisno, memulai ceritanya.
Ia mendapat pesanan dari orang tak dikenal. “Nggak tahu (siapa yang memesan). Anonim. Saya kenalnya melalui chat di media sosial,” kata Sutrisno.
Ia menyanggupi pesanan itu. Kemudian, ia membeli bahan-bahan yang dibutuhkan di toko kimia dan meraciknya sendiri menjadi bahan peledak.
Perkiraan keuntungan yang ia dapat dari transaksi inipun tak terlalu banyak yaitu sekitar Rp 10 juta. Namun bagi Sutrisno saat itu, ini adalah uang yang ia butuhkan. “Motivasi saya waktu itu ya kesejahteraan, perekonomian,” jelasnya.
Iapun tak tahu bahan peledak yang ia buat akan digunakan untuk apa. Ia hanya bisa menerka-nerka bahwa itu akan dipakai untuk melakukan penyerangan terhadap Singapura.
“Mungkin untuk menyerang Singapura. Dulu mereka dikenal angkuh. Banyak koruptor-koruptor yang tinggal di sana, aset-asetnya ditimbun di sana,” kata pria asal Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang ini.
Saat mengirim bahan peledak itu ke Singapura, pesawat yang ia naiki transit di Brunei Darussalam. Di negara itu, ia ketahuan membawa barang terlarang. “Saya ditangkap di sana, lalu dideportasi ke Indonesia,” kata Sutrisno.
Akibat perbuatannya, ia mendapat putusan hukuman empat tahun dan menjalaninya selama tiga tahun dua bulan.
Setelah bebas di tahun 2018, Sutrisno kembali ke kampung halamannya di Kecamatan Jabung. Di sana, ia memiliki lahan tebu yang bisa ia kelola.
Sayang, lahan itu tak menghasilkan banyak uang. “Ternyata lahan tebu itu tidak begitu menguntungkan. Hasilnya lama, setahun sekali. Tidak bisa ditumpang sari. Mencari pekerjaanpun sulit,” kata Sutrisno.
Untuk menyiasati agar lahannya bisa menghasilkan lebih banyak uang, ia merombaknya secara perlahan-lahan. Di bagian depan lahan, yang dekat dengan jalan, ia gunakan untuk berjualan bibit tanaman dan akuarium. Kemudian sebagian sisa lahan ia gunakan sebagai playground untuk anak-anak.
“Sekarang yang bagian depan itu playground dan tanaman hias. Belakangnya lagi ada pemancingan dan hortikultra. Belakang sendiri sawah. Jadi konsepnya pertanian terpadu,” papar Sutrisno.
Rumah Ketahanan Pangan ini rupanya menyita perhatian BNPT. Mereka berpendapat ini bisa dikembangkan dan menjadi solusi bagi eks napiter agar produktif.
Rumah Ketahanan Pangan akhirnya menjadi prototipe untuk membangun proyek yang lebih besar lagi untuk deradikalisasi sekitar 30 orang eks napiter di Jawa Timur yaitu KTN di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.
“Di sini (KTN) nanti diterapkan seperti itu, pertanian terpadu. Jadi nanti ada hortikultura, sawah, perikanan, dan peternakan,” tutur Sutrisno.
Untuk saat ini, sudah ada empat orang eks napiter yang aktif mengelola KTN. Sutrisno berharap semua eks napiter di Jawa Timur bisa bergabung dan memgembangkan KTN bersama-sama.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id