Di tengah keramaian lalu lintas, ada 2 orang menyuguhkan performance art dadakan di kawasan yang diproyeksi jadi wisata Kayutangan Heritage itu. Mereka adalah Sogeh Ahmad dan Braga Arya dari Malang Performance Art Community (MAPAC).
Ada 2 aksi bertema berbeda. Pertama, ditampilkan peraga seseorang dengan masker opname dengan pot isi tanah di kepalanya. Dia juga mengangkat tinggi sekuntum bunga mawar di tangannya.
Perform kedua, tampak seorang pria dengan setelan jas rapi bersenang-senang sambil meniupkan gelembung sabun. Aksi dilanjut dengan membagi-bagikan bunga mawar ke para pengendara yang melintas.
Saat dikonfirmasi, Braga menuturkan, aksi yang mereka lakukan ini ditujukan sebagai bentuk kritik mereka yang menilai ada ketidakjelasan arah pembangunan Kayutangan Heritage oleh Pemkot Malang.
Jika mengacu dari semangat awal penataan yang mengusung konteks nilai sejarah dan budaya, kata dia, pada realisasinya semua itu tak tampak. ”Tapi kok malah menimbulkan masalah baru. Jika untuk membangun ekonomi budaya kayak Malioboro, mana buktinya? Biasa saja, gak ada perbedaan signifikan,” terangnya.
Selain itu, dari perform simbolisasi mereka, juga merespon Wali Kota Malang, Sutiaji, yang sempat mengikuti tren membuat surat cinta bertajuk Surat Sangat Meringankan. Isinya, warga boleh bebas menyampaikan kritik dan aspirasi. Dari situlah, aksi performance art ini muncul.
Harapan mereka sederhana saja. Mereka hanya ingin menyampaikan agar Pemkot Malang bisa lebih serius dalam menata Kota Malang. ”Wacananya tinggi sekali, tapi faktanya biasa aja, gak ada manfaat signifikan. Malah kok jadi kesannya jadi kacau gitu,” sebutnya.
Seharusnya, menurut dia, Program Kayutangan Heritage sesuai namanya juga harus melindungi nilai historis kawasan sebagaimana aslinya. ”Intinya kita hanya ingin mempertanyakan apa sih maksud dari konsep heritage ini?,” tanyanya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti