Tugumalang.id – Komunikasi branding menjadi penting guna mempromosikan sebuah produk sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap suatu merek (brand trust). Utamanya, membingkai wajah instansi dan institusi agar melekat di hati masyarakat dengan memperkaya kazanah konten di sosial media.
Hal tersebut disampaikan oleh Freelancer Journalist, Gagah Adamas, dalam Workshop Virtual Branding di Kantor Tugu Media Group, di Jalan Dirgantara A1/12B, Kelurahan Lesanpuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, pada Kamis (3/6/2021).
Menurut pria yang cukup lama terjun di dunia digital media management ini, ada dua kunci penting yang bisa digunakan sebagai strategi mendongkrak personal branding institusi ataupun instansi, yakni brand awarness dan soft selling.
“Kalau tujuannya produk selling misal untuk yang retail itu pakai hard selling. Tapi kalau untuk membangun brand awareness itu harus soft selling. Jadi bagaimana cara kita memperkuat brand kampus dengan story dan informasi kampus, kita menjual informasi tapi dikemas dengan video yang menarik,” ujar pria yang yang pernah menjadi Project Director di Trans 7 dan Net Mediatama Televisi ini.
Pasalnya, peran sosial media tak hanya berguna untuk menjangkau lebih banyak audience, melainkan juga untuk menumbuhkan empati dan personal branding. “Maka, strategi untuk membuat kesan soft sell jadi image itu, gak usah memperbaiki bangunan tapi perbaiki dulu branding sosial medianya lewat soft sell itu tadi, apa yang mau dibangun secara berkelanjutan,” paparnya.
Dalam kegiatan yang diikuti beberapa perwakilan instansi di Kota Malang itu, Gagah memberikan contoh dengan menunjukkan salah satu konten YouTube-nya yang membranding Unair sebagai salah satu kampus masuk jajaran top 500 universitas terbaik dunia.
“Kita tidak langsung menjual produk kampusnya. Kalau untuk video YouTube kita justru tampilkan video suasana kampus, jalan-jalan dengan Rektor Unair, ini untuk menggambarkan spot kampus yang menarik dan nyaman. Kalau narasi bisa buat berita yang terhubung dan menarik misal wisata di sekitar kampus dan sebagainya,” jelasnya.
Diakui Gagah, revolusi digital memang sangat berdampak pada pola penyampaian informasi dan strategi komunikasi branding. Jika televisi dan koran berjalan satu arah, maka sosial media berjalan dua arah. “Pola digital berbeda dengan TV. Makanya sosmed harus dimanage sendiri dengan konten yang berbeda tidak bisa dikonvensikan glondong gitu. Baik Instagram, YouTube, dan Facebook, karena karakteristik platformnya berbeda,” tukasnya.
Dengan demikian, dia mendorong para instansi maupun institusi untuk merebranding melalui sosial media.
“Jangan dianggap medsos hanya sekedar medsos saja, karena sebenarnya itu corong. Jaman sekarang setiap orang melihat sesuatu, pertama kali yang dilihat dari penampilan sosmednya. Orang ndak pengen melihat akun ini sekedar jualan tapi ada apa aja di kampus itu, ini sama kayak soft sell,” tandasnya.
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Lizya Kristanti