BATU – Berdiri sejak 1976, Pondok Pesantren Al-Hidayah yang beralamat di Jalan Pattimura Gang VI Dusun Glonggong, Kelurahan Temas, Kota Batu telah meluluskan ribuan santrinya. Bahkan hingga di tingkat perguruan tinggi. Semua gelar itu didapat para santri dengan biaya gratis.
PP Al-Hidayah sendiri adalah pesantren salaf umum yang terbilang legendaris di kota apel ini. Pada 1986, pesantren ini berkembang lebih inklusif dengan menyediakan asrama dan pendidikan gratis 100 persen untuk santri yatim, piatu, dan miskin/dhuafa tiap tahunnya.
Semua keberhasilan itu tak lepas dari perjuangan KH Martain Karim, sosok kyai karismatik yang baru saja berpulang pada 3 September 2020 lalu. Rois Am Syuriah Jamiyah Ahlith Thoriqoh Al Muktabaroh An Nahdliyah (JATMAN) Wilayah Jawa Timur ini wafat di usia 78 tahun.
Dari tahun ke tahun, perkembangan PP Al-Hidayah makin pesat. Apalagi sejak dibangun MI dan MTS Al-Hidayah yang juga satu atap di lingkungan Ponpes. Total sudah ada 420 santri bermukim disana untuk menuntut ilmu keagamaan dan juga kelimuan formal.
Santrinya datang dari berbagai daerah mulai Kota Batu, Malang dan sekitaran Jawa Timur. Paling jauh datang dari Ternate hingga Larantuka, Kepulauan Solor.
Sejak awal dibangun, KH Martain memang memiliki semangat untuk memberikan akses kehidupan dan pendidikan yang layak, khususnya bagi anak yatim piatu. Sekarang saja sudah ada 90-an anak yatim piatu dan dhuafa baru yang tersebar mengenyam bangku sekolahan di tingkat SD hingga perguruan tinggi.
”Sejak awal abah Martain memang sudah mengabdi untuk itu. Waktu itu dimintain tolong sama orang Poncokusumo untuk jadi pengajar disana saja langsung berangkat. Padahal beliau sudah bangun Ponpes di Surabaya,” kisah Gus Habib Maulana, penanggung jawab asrama pondok saat ini.
Gus Habib Maulana atau akrab dipanggil Habib Asyik ini adalah putra keempat KH Martain dan Nyai Muslihan dari 8 bersaudara. Gus Habib bersama adik-adiknya pula yang aktif ikut urun rembug membangun Ponpes ini hingga berkembang seperti sekarang.
Dakwah dan perjuangan menjadi karakter abadi dari sosok Abah Martain yang selama ini dikenal. Gus Habib mengutip dawuh Abahnya, bahwa berjuang adalah bagian dari nafas santri. Dimana ada ladang amal, disitulah lahan untuk berjuang, dan disitu santri berada.
“Dalam hidup, mengutip dawuh Abah saya. Kita ini akan merasakan manisnya kebahagiaan jika kita berjuang. Tantangan santri sekarang lebih besar untuk memperbaiki bangsa dan negara. Berjuang secara ikhlas pada setiap bidang kehidupan.” kata Gus Habib.
Hingga saat ini, PP Al-Hidayah masih menganut semangat perjuangan KH Martain itu. Mayoritas 80 persen santri yang bermukim disini mendapat fasilitas gratis. Tentu, hal itu tidak didapat semudah membalik tangan.
PP Al-Hidayah sendiri juga punya basis ekonomi yang kuat dan mandiri. Selain pendidikan, mereka juga mengembangkan budidaya lele, mengelola kebun apel dan menanam padi untuk ketahanan pangan pesantren.
Semua dikelola tanpa melibatkan santri sama sekali karena kata Gus Habib yang juga adalah Ketua Forum Panti Asuhan Se-Jatim itu tidak ingin terjebak dengan gaya eksploitasi ekonomi anak. ”Tugas para santri hanya satu, menimba ilmu dan berjuang untuk bangsa, negara dan umat,” tegas Gus Habib.
Untuk memperkuat basis ekonomi ini PP Al-Hidayah juga mendirikan sebuah koperasi umat. Selain itu, PP Al-Hidayah memang juga bertahan berkat jasa umat. Seringkali mereka juga dikirimi bahan pokok hingga hasil bumi oleh umat, khususnya dari warga Kota Batu sendiri.
Di sisi ilmu, PP Al-Hidayah juga mengembangkan lembaga pendidikan formal yakni Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Kedua lembaga pendidikan formal ini dikelola secara terpadu dengan sistem pesantren.
Tentu dengan lebih menekankan penanaman nilai-nilai akhlakul karimah. Penguasaan kitab quran (tahfidul quran), penguasaan bahasa arab serta pendalaman kitab-kitab kuning.
Untuk tenaga pengajarnya pun juga tak hanya sekedar pengajar. Rata-rata tenaga pengajar disini memiliki komoetensi minimal S-1 hingga S-1 dengan didukung fasilitas laboratorium dan perpustakaan madrasah. ”Selain digembleng dengan pendidikan agama, kami juga mengimbanginya dengan pendidikan umum yang berkualitas,” jelas Habib Asyik.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko