MALANG – Nama Cak Kandar bagi warga Malang bukan nama yang asing. Cak Kandar dikenal sebagai seniman nyentrik yang kondang dengan rambut merahnya dan juga alat musik tiup berupa daun. Kini, sosok seniman legendaris dan penghibur jalanan itu tak lagi bisa dijumpai.
Cak Kandar dikabarkan meninggal dunia saat dirawat di RS Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), pada Minggu (7/3/2021), akibat komplikasi lambung dan paru-paru yang dideritanya selama ini. Pria dengan nama lengkap Sukandar ini wafat di usia 72 tahun.
”Innalillahiwainalillahirojiun selamat jalan Bapak Sukandar, legenda Malang yang akan selalu dikenang,” tulis Rocky Azhar, di forum media sosial warga Malang Raya, Komunitas Peduli Malang.
Hal senada dikatakan Humas Dewan Kesenian Malang (DKM), Yongki Irawan, yang mengaku terkejut. Pasalnya, beberapa hari lalu dirinya masih sering menjumpai Cak Kandar dengan aktivitas mengamen sehari-harinya.
”Saya cari tahu lagi ternyata beliau beberapa hari ini sudah masuk rumah sakit. Tiba-tiba sudah punya komplikasi lambung dan paru,” ungkapnya.
”Kemarin-kemarin juga masih sering main-main ke DKM. Di acara GWN sama Wali Kota juga hadir, pas ketemu juga kayak gak ada keliatan sakit apa-apa,” tambahnya.
Bicara soal Cak Kandar, memang identik dengan cara ngamennya yang unik yaitu menjadikan daun sebagai alat musik tiup yang dia kenalkan dari warung ke warung, dari rumah ke rumah. Berkat itulah, namanya semakin melambung dan mulai dikenal banyak orang di panggung jalanan.
Namun, pria kelahiran Boyolali ini bukan pengamen biasa. Kiprah Drs Sukandar di blantika kesenian Kota Malang juga cukup moncer. Alumnus Seni Rupa Universitas Negeri Malang (dulu IKIP) angkatan 1984 ini, dikenal dengan karya seni batiknya ‘Dress Painting’ yang dinamai Erwe Woles. Karya ini bahkan membuatnya menjadi perwakilan Indonesia dalam program apresiasi batik di KBRI Den Haag, Belanda pada 1982.
”Dulu dia itu yang kenalkan teknik dress painting pertama kali. Saat itu belum ada yang kepikiran kayak gitu dia sudah bikin. Beliau seniman tulen, bukan pengamen. Juga pernah main film bareng saya itu karyanya Pak Jatikusumo,” kisah Yongki.
Selain dress painting, Cak Kandar sempat menjadi guru kesenian di SMAN 1 Tumpang kurang lebih selama 30 tahun. ”Cak Kandar itu seorang perupa, seniman tulen yang eksentrik. Ide-idenya liar dan spontan. Dan terpenting dia adalah seorang yang setia kawan,” katanya mengenang sahabatnya.
Lebih jauh, seiring waktu kehidupan Cak Kandar seolah goncang setelah ditinggal meninggal istrinya. Cak Kandar pun dihadapkan situasi sulit dan mulai bekerja serabutan. Mulai berjualan nasi hingga jadi supir pernah dilakoninya.
”Rupanya ada syok dia, hingga kemudian sampai mengecat rambutnya jadi merah dan menemukan kepuasan tersendiri sebagai seorang seniman dengan musik daunnya itu. Sekitar 2010-an, dia kenalkan kemana-mana keliling warung ya kayak ngamen gitu,” kisahnya.
”Mungkin memang bagi sebagian orang dinilai ‘gak beres’ karena gayanya yang nyeleneh itu. Tapi dia seniman tulen lho, juga punya gelar Drs. Ya itu tadi nyleneh aja,” imbuhnya.
Diketahui juga, pria yang juga mahir berbahasa Inggris ini mampu meluluskan 3 anaknya sampai jenjang sarjana. Yang pertama lulusan Kedokteran Universitas Airlangga, kedua Sarjana Ekonomi UB, dan terakhir adalah Sarjana Hukum Universitas Merdeka Malang.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti