MALANG – Kabar duka datang dari Universitas Islam Raden Rahmat (Unira) Malang setelah Rektor Unira, Hasan Abadi, dikabarkan meninggal pada Minggu malam (07/03/2021), setelah berjuang melawan suatu penyakit.
Kabar ini cukup mengejutkan. Pasalnya, Hasan dikenal masih cukup muda dan merupakan sosok yang aktif dan bugar setiap ditemui.
Mengenang sosok Hasan Abadi, kader Nahdlatul Ulama (NU) ini memang dikenal sebagai orang yang inovatif dan visioner. Banyak gagasan-gagasan dan program yang dia terapkan di Unira Malang agar menjadi smart campus.
Hasan juga dikenal sebagai sosok yang mengawali karir benar-benar dari nol. Bahkan pada tahun 1990, saat masih bersekolah di SMAN 5 Malang, Hasan berjualan asongan di pinggir jalan. Hal ini dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikannya. Dia tidak ingin merepotkan orang tuanya yang seorang petani di Wajak, Kabupaten Malang.
Dia bahkan pernah menjadi Ketua Assosiasi Pedagangan Lesehan Merdeka Timur, Kota Malang. “Saya dijadikan ketua, karena kalau ada razia dari Satpol PP, saya yang keras menentang,” kenang pria 45 tahun ini, beberapa waktu lalu.
Di tahun 1992, alumni Universitas Brawijaya (UB) ini, berjualan eneka macam poster seperti poster Metalica, Bon Jovi, dan lain sebagainya. Tapi ini bukan barang dagangannya sendiri. Waktu itu, Hasan tidak memiliki modal dan memilih menjualkan dagangan orang lain. “Dari orangnya dapat sembilan ratus rupiah, saya jual seribu seratus rupiah hingga seribu dua ratus rupiah,” terangnya.
Perjuangan Hasan tetap berlanjut sampai dia lulus kuliah di UB. Bahkan setelah lulus kuliah, dia masih berjuang ikan pindang. “Saya ambil dari Pasar Gadang, Kota Malang, lalu saya jual di Wajak, saya ambilnya satu pick up begitu,” tuturnya.
Hasil selama berjualan ternyata lumayan untuk menghidupi kehidupannya sehari-hari. Dia bahkan bisa ikut arisan dengan pembayaran Rp 120 ribu dalam sehari.
Selain itu, Hasan juga pernah menolak tawaran menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Waktu itu saya ditawari masuk PNS (Pegawai Negeri Sipil, sekarang ASN) tanpa bayar apa-apa, saya tidak mau karena ketika saya tanya gajinya waktu itu cuma enam ratus ribu,” ungkapnya.
Selanjutnya, sekitar tahun 2000-an, Hasan Abadi kuliah pascasarjana di Universitas Brawijaya. Ketika itu, dia sambil berdagang.”Saya jadi Ketua Ikatan Mahasiswa Pascasarjana, semacam BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) kalau di S-1,” katanya.
Singkat cerita, Hasan yang sempat mendapatkan beasiswa ketika Pascasarjana berkat rekomendasi mengajar di STIT Raden Rahmat (Sekarang Unira), ketika lulus dia ditawari untuk menjadi dosen.
Meski demikian, awalnya Hasan tidak begitu tertarik untuk menjadi dosen, dan ia sempat ragu. “Karena kadang dosen itu tidak out of the box, tapi karena guru yang menawari, pada 2005 saya mulai jadi dosen,” jelasnya.
Dua tahun berselang di 2007, dia dipercaya menjadi Kepala Sekolah SMK Cendika Bangsa, yang merupakan satu yayasan dengan Unira. “Dari awal memang saya yang merintis, dan ketika itu memang begitu maju, malah lebih terlihat SMK-nya daripada kampusnya,” bebernya.
Hingga akhirnya pada 2017 lalu, Hasan Abadi dipercaya menjadi rektor di kampus tersebut. Salah satu program unggulannya adalah menjalin kerja sama dengan berbagai kampus di luar negeri. “Kita pernah mengadakan acara dengan kampus terbesar nomor dua di Malaysia, yakni Universiti Teknologi Malaysia. Pernah juga dengan kampus di Turki dan berbagai negara lain,” ucapnya.
Selain perjalanan kisahnya dari nol hingga menjadi Rektor kampus terbesar di Kabupaten Malang, ternyata Hasan juga pernah menjadi pasukan berani mati Gus Dur. “Waktu itu saya masih SMA dan tergabung dalam IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama). Saya lalu membaca buku tentang Gus Dur dan langsung jatuh hati,” ungkapnya, saat acara Haul Gus Dur Virtual di Kampus Unira Malang, beberapa waktu lalu.
Kecintaan Hasan kepada Gus Dur terus bertumbuh seiring dirinya dewasa. Bahkan, saat dia menjadi mahasiswa dan aktif di Ormawa (Organisasi Mahasiswa).
Awal mula Hasan tergabung sebagai pasukan berani mati saat masa akhir kepemimpinan Gus Dur sebagai presiden. Barisan Ansor dan Banser melihat ada sosok-sosok yang mencoba mengganggu kepemimpinan Gus Dur. “Saya yang saat itu masih sebagai anggota Ansor, ditunjuk menjadi pemimpin aksi mengawal kepemimpinan Presiden Gus Dur dari Malang,” kenangnya.
Selain itu, Hasan juga ditunjuk sebagai komandan pasukan berani mati yang diberangkatkan ke Jakarta. “Padahal saya sekarang tidak berani mati, tapi karena memimpin pasukan berani mati jadi saya harus ikut berani mati juga,” ucapnya.
CEO Tugu Media Group yang juga sahabat dari Hasan Abadi, Irham Thoriq, mengatakan bahwa Hasan adalah sosok yang humble dan perhatian kepada anak-anak muda. “Sosok yang humbel dan penuh perhatian pada anak muda. Saya lihat di banyak grup WA, banyak kehilangan beliau, karena beliau orang baik. Semoga tenang di sisi-NYA,” pungkasnya.
Reporter: Rizal Adhi
Editor: Lizya Kristanti