Tugumalang.id – Seorang anggota linmas bernama Wahyu Widiyanto (63), warga Jalan Bareng Tenes, Kota Malang meregang nyawa dalam perjalanan menuju RSSA Malang usai diduga ditolak dan diabaikan RS Hermina Tangkubanprahu Malang pada Senin (11/3/2024). Pihak RS Hermina Malang mengakui ada kelemahan koordinasi internal.
Wakil Direktur RS Hermina Tangkubanprahu Malang, Yuliani Ningsih, membantah adanya penolakan pasien kritis tersebut. Dia mengklaim bahwa petugas sedang menyiapkan bed atau tempat tidur khusus pasien kritis.
“Jadi statmen bahwa kami menolak itu perlu digarisbawahi, karena kami sedang menyiapkan bed,” ucapnya, Selasa (12/3/2024).
Baca Juga: Ngilu, Mata Merah Korban Tragedi Kanjuruhan Tak Kunjung Pulih
Yuliani mengatakan, pasien tersebut memang datang dalam kondisi yang sudah kritis. Namun menurutnya, saat ini kondisi bed RS sedang penuh pasien dan bahkan ada beberapa pasien yang harus duduk di kursi.
Untuk itu, kata Yuliani, petugas saat itu juga sedang mencarikan bed dari ruangan kamar inap.
“Kami tidak tinggal diam, pasien itu sudah diperiksa dokter kami yang pakai pakaian biasa. Saat datang kesini kondisinya memang kritis. Kami sedang menyiapkan bed. Karena ada pasien yang duduk saja ada sekitar 5 pasien. Jadi butuh waktu untuk menurunkan bed,” jelasnya.
Baca Juga: 17 Warga Terpapar Corona, Masjid Al Waqar di Tlogomas Ditutup
“Kondisinya (pasien) koma, dan memang perlu penanganan segera. Pupil diperiksa, napas masih ada tapi memang tidak stabil. Kami tak bisa menjanjikan, memang kehendak Allah,” imbuhnya.
Diketahui, sempat terjadi perdebatan panjang antara pihak keluarga pasien dan pihak petugas RS. Bahkan menurutnya, petugas RS juga sempat mengajak keluarga pasien untuk melihat kondisi bed RS yang saat itu memang penuh. Sementara pasien kritis itu masih ada di becak motor atau bentor yang mengantarnya.
Namun di saat itu, Yuliani mengakui petugas tak memberi tahu bahwa petugas lain sedang menyiapkan bed. Sementara petugas yang dihadapan keluarga pasien hanya menyampaikan bed sedang penuh dan belum bisa menangani tanpa memberi tahu sedang disiapkan bed.
Alhasil, relawan ambulans datang di tengah perdebatan itu dan membantu mengantar pasien kritis itu menuju ke rumah sakit lain yakni RSSA Malang.
Sayangnya, pasien sudah mengembuskan napas terakhir di perjalanan. Hal itu disampaikan dokter RSSA Malang yang mengecek kondisi pasien di ambulans ketika tiba di RSSA Malang.
“Memang komonikasi kami perlu diperbaiki. Saat bed diturunkan, ternyata kan keluarga sudah membawa ke RSSA,” kata Yuliani.
Dia juga menyampaikan turut berbelasungkawa atas meninggalnya pasien yang tinggal tak jauh bahkan beberapa meter dari RS Hermina Malang itu. Yuliani berencana akan melakukan takziah ke rumah duka.
Terpisah, anak korban, Elia Widiyana Putri menyampaikan bahwa pihak RS Hermina sama sekali tidak melakukan tindakan atau pemeriksaan awal kepada ayahnya yang sedang kritis. Dia mengaku justru diajak melihat kondisi bed RS yang sedang penuh.
“Pihak RS bilangnya gak ada bed, saya sampai dikasih tahu. Kalau gak percaya ayo ikut aku, dibukain semua slambu-slambu, semua ada pasiennya,” kata Elia ditemui di rumah duka.
Adik ipar Elia sempat meminta pihak RS untuk sekedar memeriksa kondisi ayahnya meski di tempat duduk atau di bentor yang mengantar. Namun hal itu kembali ditolak dengan alasan tidak ada bed. Sebab pemeriksaan harus dilakukan di bed.
“Jadi adik ipar saya minta tolong dicek sambil duduk aja. Tetap gak bisa, harus di bed. Di sana debat sampai hampir setengah jam. Kan kami hanya minta cek aja, tapi sana ngotot gak ada bed. Kondisinya kritis lo,” ungkapnya.
Elia mengatakan bahwa pihak yang melakukan mengecek kondisi ayahnya adalah pihak relawan ambulan yang datang dan membantu mengantar ke RSSA Malang. Bahkan di perjalanan, relawan juga memberikan bantuan oksigen.
“Saya pribadi sedikit sakit hati dengan pihak RS Hermina, soalnya orang tua sampai kritis gitu, napas aja susah, di bentor gak gerak, nadinya lemah. Kami minta tolong baik baik untuk sekedar ngecek aja gak bisa,” tandasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A