BATU, Tugumalang.id – Rencana relokasi sekolah yang terdampak tanah bergerak di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu rupanya gagal terealisasi sebelum tahun ajaran baru 2024 ini. Ini karena warga tidak mau pindah karena akses sekolah yang jauh.
Opsi relokasi mutlak dipilih mengingat ancaman bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu kepada siswa. Sejauh ini, hasil musyawarah antara pihak desa, warga dan Dinas Pendidikan Kota Batu belum ada titik temu.
Hal ini dibenarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Batu M. Chori. Pihaknya bisa bergerak lebih jauh jika ada persetujuan dari warga juga kepastian lokasi sekolah. Sejauh ini, masyarakat masih enggan pindah karena akses jarak ke lokasi yang baru terlalu jauh.
Baca Juga: Liburan Sekolah, Kota Batu Banjir Wisatawan
“Kalau itu dipindah mereka tidak punya fasilitas lain (sekolah). Itu jadi pertimbangan masyarakat. Jadi memang memang perlu cari solusi terbaik. Di sisi lain kita juga tetap mengutamakan keselamatan anak-anak,” terangnya, Jumat (5/7/2024).
Sementara untuk kepastian lokasi, dengan skema tukar guling maupun pengadaan oleh Pemkot masih belum ada titik temu. Namun paling penting adalah persetujuan warga terlebih dulu.
“Paling penting itu persetujuan warga dulu, kalau sesuai arahan Wali Kota itu menggunakan lahan desa, meski agak lama prosesnya.
Terpisah, Kepala Desa Gunungsari Andi Susilo juga mengatakan jika memang upaya relokasi mustahil dilakukan sebelum tahun ajaran baru. Sejauh ini, sudah ada dua alternatif lokasi sekolah yang diusulkan. Namun, usulan itu harus diseriusi.
Baca Juga: Gandeng UPM Malaysia, Sekolah Pascasarjana UM Gelar Simposium Internasional
“Kalau kami manut saja sama regulasi. Kalau pengadaan tanah yang ternyata misal di wilayah Perhutani, kan masih perlu waktu, belum proses tukar gulingnya. Kalau tanah desa, musyawarah dulu, baru penetapan pelepasan tanah dan lain-lain,” bebernya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkot Batu berencana tegas merelokasi semua hunian yang berada di atas tanah bergerak di Dusun Brau, Kota Batu, Jawa Timur ke tempat yang aman.
Seperti diketahui, fenomena tanah bergerak kembali melanda pada Kamis (14/3/2024). Total 10 rumah warga, bangunan sekolah hingga jalan beraspal mengalami keretakan parah. Kejadian yang sama juga terjadi pada 2011 lalu,
Warga terdampak juga sudah dipindahkan ke hunian sementara (huntara), namun warga memilih kembali ke rumah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan rentan. Kini, status huntara itu sudah dicabut karena izin sewa lahannya sudah habis.
Bicara soal urgensi warga Dusun Brau memilih opsi relokasi didasarkan dari kajian para ahli, baik ahli geologi dan PVMBG sudah tidak merekomendasikan kawasan itu tidak ditinggali. Ada 2 faktor yang melatarbelakangi hal itu.
Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu, menuturkan jika penyebab tanah bergerak di sana belakangan diketahui karena kondisi tanah yang jenuh. Ini mengingatkan ditemukannya sumber mata air yang berada di lereng Bukit Banyak Paralayang.
Kepala BPBD Kota Batu Agung Sedayu menjelaskan jika tim peneliti gabungan menemukan fakta bahwa jenis tanah di sana merupakan tanah ekspansif. Tanah ekspansif merupakan jenis tanah yang dapat mengalami perubahan volume secara cepat akibat konsentrasi kadar air di dalam tanah.
”Kalau tidak ada kandungan air, tanah ekspansif ini bisa sangat keras sekali. Tapi begitu kena air, cepat berubah jadi kayak bubur. Jenis tanah ini ditemukan di beberapa titik, salah satunya ya di kawasan sekolah itu,” papar Agung.
Masalahnya, lanjut Agung, konsentrasi debit air di bawah permukaan tanahnya sangat besar, terlebih di musim penghujan. Belum lagi ketambahan debit air dari sumber mata air yang ditemukan di bagian lereng.
”’Tekanan air dari sumber di lereng itu besar sekali, itu yang menambah potensi bahaya. Artinya, hal itu masih berpotensi terus terjadi. Berbahaya bagi keselamatan warga, terutama bagi bangunan SD SMP Satu Atap,” kata dia.
Selain itu, hasil kajian juga menemukan fakta bahwa di bawah permukaan tanah di sana terdapat lapisan akuifer dengan volume sangat besar. Kombinasi 2 faktor (tanah ekspansif dan akuifer) ini semakin menguatkan rekomendasi kawasan untuk tidak ditinggali.
”Hal inilah yang membuat tanah di sekolah hingga di jalan aspal ada yang ambles. Jadi ada lapisan akuifer dengan debit cukup besar terkonsentrasi di beberapa titik kawasan,” ujarnya.
Sebagai antisipasi, sebelumnya BPBD Kota Batu telah membuat sumur pelegah untuk mengurangi kadar air tanah. Ada 2 unit sumur yang dibangun. Namun itu belum menyelesaikan masalah karena kadar air yang terlalu tinggi.
Seharusnya, pihak BPBD bisa membangun lebih banyak sumur pelegah, namun terkendala lahan yang terbatas. Tak hanya itu, pihak desa juga pernah mendapat bantuan pembangunan tanggul untuk menahan laju air.
”Tapi itu juga bukan solusi. Sedalam apa tanggul itu dibangun? Kan yang namanya air masih bisa lewat pori-pori tanah lain yang tidak tersentuh tanggul,” ungkapnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A