Oleh: Dr. KH. Abdurrahman, S.H.I, M.Pd., [email protected]
Tugumalang.id – Dalam agama Islam, Kristen, dan Yahudi, Nabi Ibrahim, atau Abraham, adalah salah satu nabi yang paling dihormati. Kitab-kitab suci Al-Qur’an dan Al-Kitab, atau Injil dan Taurat, bercerita tentang kehidupan Nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim lahir di kota Ur di Mesopotamia atau Irak saat ini, yang sekarang bagian dari Irak. Terlepas dari fakta bahwa dia dibesarkan dalam masyarakat politeis yang menyembah banyak tuhan. Dia telah menerima wahyu tentang tauhid—keyakinan akan keesaan Tuhan—dari sejak kecil, dan Tuhan memerintahkannya untuk menyebarkan tauhid tersebut di antara orang-orang yang menyembah berhala. Ibrahim dengan berani menghadapi tantangan dan oposisi komunitasnya. Namun, tekadnya tetap teguh.
Salah satu kisah terpenting tentang Nabi Ibrahim adalah ketika Tuhan mengujinya dengan mengorbankan putranya untuk menunjukkan pengabdian yang tulus kepada Tuhan.
Ibrahim bersedia mengikuti perintah Tuhan meskipun dia sangat mencintai anaknya. Keberanian, kesetiaan, dan ketabahan Nabi Ibrahim menjadi inspirasi bagi orang-orang yang beriman.
Kisah hidupnya menunjukkan betapa pentingnya kepercayaan, ketaatan, dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam tradisi agama Abrahamik, Nabi Ibrahim dihormati sebagai ayah para nabi dan digambarkan sebagai simbol kesetiaan dan kesucian.
Meskipun Al-Quran tidak langsung menyebutkan nama putra yang dikorbankan, tradisi Islam secara luas mengidentifikasi Ismail sebagai putra yang dimaksud dalam cerita ini.
Namun, penting untuk diingat bahwa telah ada perbedaan pendapat mengenai hal ini sejak awal penafsiran Al-Quran; beberapa tafsir bahkan menyebutkan bahwa beberapa sahabat dan tabi’in percaya bahwa putra Ibrahim yang dimaksud dalam cerita tersebut adalah Ishak.
Selain itu, ada kecenderungan dalam beberapa tradisi agama Abrahamik lainnya, seperti tradisi Yahudi dan Kristen, yang menempatkan Nabi Ishak sebagai pusat perhatian.
Dalam Al-Quran, perintah berkurban dikaitkan dengan kisah ketaatan Nabi Ibrahim dan salah satu putranya kepada Allah Swt. Kisah ini terutama diceritakan dalam Surah Al-Shaffat, yang penulis bagi menjadi empat bagian terpisah untuk membuatnya lebih mudah dipahami.
Sebelum Ibrahim memiliki putra
Allah Swt. berfirman:
Mereka memerintahkan untuk dibuatkan perapian (khusus) untuk (membakar) Ibrahim, lalu lemparkan dia ke dalam api yang menyala-nyala itu. Maka mereka bermaksud memperdayai Ibrahim (dengan membakarnya), (namun Allah justru menyelamatkannya) dan Allah jadikan mereka orang-orang yang hina, (QS. As-Shaffat: 97-98).
Ini menunjukkan bahwa setelah kaumnya menghukumnya dengan membakar dirinya dalam suatu perapian yang dibangun khusus untuk tujuan itu, Nabi Ibrahim mengembara. Sebagai bukti kerasulannya, Nabi Ibrahim diselamatkan dari hukuman tersebut oleh Allah Swt., tetapi mereka tidak mau beriman. Kemudian Nabi Ibrahim meninggalkan rumahnya di Ur Negeri Bangsa Asiria Kaldan (juga dikenal sebagai Asyur Kaldea) di Irak.
Pengembaraan dan kelahiran putra pertama
Ibrahim lalu berkata: “aku (harus) pergi menghadap Tuhanku (sesuai perintah-Nya), Tuhanku akan memberiku petunjuk”. (Kemudian Ibrahim berdoa) “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih”. Maka Kami berikan kepadanya kabar gembira dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat penyabar, (QS. As-Shaffat: 99-101).
Ibrahim memiliki putra pertamanya saat dia mengikuti petunjuk dan perintah Tuhan. Menurut informasi viral yang populer, Nabi Ibrahim keluar dari Irak bersama istri bernama Sarah dan keponakannya, Nabi Luth.
Nabi Ibrahim pergi ke arah barat, tepatnya ke negeri Harran (sekarang Turki). Di lokasi ini, Nabi Ibrahim menemukan orang-orang yang menyembah bintang-bintang. Oleh karena itu, dia menyindir sesembahan mereka yang tidak layak dihormati, dan dia kemudian berdakwah.
Dari Harran, Nabi Ibrahim kemudian menuju Palestina dan kemudian ke Mesir, tepatnya di Memphis (Manaf), sebelah barat sungai Nil selatan Kairo sekarang. Di negeri ini, Raja Memphis selalu mengambil setiap wanita cantik yang datang.
Raja kemudian mengirim seseorang untuk menjemput Sarah. Saat dia masuk dan ingin memegangnya, dia tiba-tiba tersiksa. Setelah itu, Sarah diminta untuk berdoa kepada Tuhan dan berjanji untuk tidak pernah menyakitinya lagi.
Sarah kemudian berdoa, dan raja terbebas dari siksaan. Namun, dia berusaha kembali mendekati Sarah dan tersiksa lagi, bahkan lebih parah. Dia kemudian meminta agar Sarah berdoa kembali.
Setelah itu, raja memanggil pembantunya dan memberitahu mereka bahwa mereka tidak membawa seorang manusia tetapi setan karena kehebatan dan keanehannya. Setelah mengakui bahwa Sarah benar dan raja tidak dapat menguasainya, raja memberikan seorang pembantu yang bernama Hajar.
Ini adalah peristiwa yang terjadi ketika Nabi Ibrahim menghabiskan waktu di Memphis Mesir. Perawi Hadis di atas, Abu Hurairah mengatakan bahwa Hajar adalah ibu dari keturunan Ismail bin Ibrahim, yang kemudian disebut sebagai “keturunan air dari langit” karena mereka tinggal di Mekkah dengan air zamzam.
Di dalam buku Ibnu Katsir, Qashash Al-Anbiya‘, disebutkan bahwa Nabi Ibrahim setelah kembali dari Memphis ke Mesir dan tinggal bersama Sarah dan Hajar di Palestina selama dua puluh tahun.
Setelah Sarah mengatakan bahwa ia sepertinya tidak bisa memberikannya anak, Sarah kemudian memutuskan untuk menyunting hajar untuk Nabi Ibrahim sebagai selir atau istrinya yang kedua. Pada akhirnya, Nabi Ibrahim dikaruniai seorang putra bernama Ismail.
Tidak mungkin untuk mempertahankan Hajar karena kelahiran Ismail, dan tinggal bersama Sarah di Palestina. Menurut cerita yang dikumpulkan oleh Ibnu Katsir, Nabi Ibrahim membawa Hajar dan Ismail ke Hijaz, tepatnya di Mekkah dekat pondasi Ka’bah yang belum selesai, saat Ismail masih bayi dan menyusui.
Tidak lama kemudian, Nabi Ibrahim cepat kembali ke Palestina, meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi di dekat Ka’bah dengan sedikit makanan dan minuman.
Setelah Hajar bertanya beberapa kali kepada Nabi Ibrahim tentang alasan kenapa dia tega meninggalkan mereka berdua di tempat yang tandus dan tidak ada orang sama sekali, Nabi Ibrahim tidak bisa menjawab pertanyaan Hajar secara langsung.
Pada akhirnya, Hajar bertanya, “apakah ini adalah perintah dari Tuhan?” dan Nabi Ibrahim dengan tegas menjawab, “benar ini adalah perintah dari Tuhan”. Setelah itu, Nabi Ibrahim berdoa dengan doa yang sangat terkenal, yang disebutkan di dalam Al-Quran:
Ya Tuhan, sungguh aku menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang mempunyai tanaman, (yaitu) di dekat rumahMu (Ka’bah) yang dihormati. Ya Tuhan, demikian itu agar mereka melaksanakan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, dan mudah-mudahan mereka bersyukur, (QS. Ibrahim: 37).
Perintah dan pelaksanaan Kurban
Allah Sw. berfirman:
Maka ketika anak itu sudah mencapai (umur) yang sanggup untuk usaha bersamanya, (Ibrahim) berkata kepada anaknya; “wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu”. Dia (anaknya) menjawab; “wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insha Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar”. Maka ketika keduanya telah berserah diri, dan (Ibrahim) membaringkan anaknya itu di atas pelipisnya, lau Kami panggil dia; “wahai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu”. Sungguh demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor kambing yang besar, dan Kami abadikan untuknya (Ibrahim) pujian di kalangan orang-orang yang hidup kemudian. “salam sejahtera bagi Ibrahim”. Sungguh demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman, (QS. As-Shaffat: 102-111).
Ayat di atas memberi tahu kita berapa umur sebenarnya putra Nabi Ibrahim saat dia dikurbankan. Menurut beberapa tafsir, seperti tafsir Al-Munir karya Az-Zuhaili, putra Nabi Ibrahim yang akan dikurbankan mungkin berusia antara tujuh sampai tiga belas tahun, pada usia yang memungkinkan dia untuk membantu pekerjaan ayahnya.
Ayat di atas juga memberikan informasi kedua tentang lokasi di mana Nabi Ibrahim membawa putranya untuk dikurbankan. Salah satu informasi yang paling populer adalah cerita yang disampaikan oleh Hasan Al-Bashri, yang diriwayatkan oleh Al-Wahidi di dalam tafsirnya, bahwa Nabi Ibrahim membawa putranya ke suatu tempat di wilayah Mina di Makkah, tepatnya di lereng gunung Tsabir.
Sebuah riwayat lain menyatakan bahwa setelah Nabi Ibrahim diberi ganti seekor kambing yang sangat besar, ia memilih untuk tidak menyembelih kambing tersebut di gunung Tsabir, tetapi memilih untuk menyembelih kambing tersebut di dekat Ka’bah. Ini menunjukkan bahwa perintah kurban dilakukan di Makkah.
Kelahiran putra kedua
Allah Swt. Berfirman:
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan Ishak, sebagai seorang Nabi yang termasuk orang-orang yang shalih. Dan Kami limpahkan keberkahan kepadanya dan kepada Ishak. diantara keturunan keduanya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang terang-terangan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri, (QS. As-Shaffat: 112-113).
As-Shawi menjelaskan bahwa ada dua pandangan tentang kabar gembira yang diberikan kepada Nabi Ibrahim tentang Ishak. Pandangan pertama mengatakan bahwa ayat tersebut memang tentang kelahiran Nabi Ishak. Pandangan kedua mengatakan bahwa ayat tersebut sebenarnya bukan tentang kelahiran Ishak, tetapi tentang pengangkatannya sebagai seorang Nabi.
Jadi Siapa Sebenarnya yang disembelih?
Di antara banyak alasan yang diberikan oleh para ulama tentang identitas putra Nabi Ibrahim yang dikorbankan, hanya satu subjek yang memiliki dasar yang sama, tetapi ada perbedaan pendapat tentang dasar tersebut.
Surat As-Shaffat, ayat 99–112, berfungsi sebagai dasar alasan yang dimaksud. Alasan ini adalah subjek utama yang dibahas dalam dua perspektif berbeda. Pertama, perlu diperhatikan siapa sebenarnya yang dimaksud di dalam ayat 100 dan 101, terutama doa Nabi Ibrahim untuk memiliki seorang anak yang akan menjadi bagian dari orang-orang yang shalih.
Kedua, perlu diperhatikan bagaimana ayat 112 menceritakan kabar gembira yang diberikan kepada Nabi Ibrahim tentang anaknya Ishak, apakah itu tentang kelahiran Ishak atau tentang pengangkatannya Ishak sebagai nabi.
Pada bagian pertama, jika diasumsikan bahwa ayat 100 dan 101 menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim meminta seorang putra yang bernama Ishak. Ini karena permintaan itu dibuat saat ia pergi ke Palestina, negeri yang diberkahi.
Ishak lahir dan tinggal bersama Nabi Ibrahim di Palestina, berbeda dengan Ismail, yang tinggal di Mekah dan tidak bersama Nabi Ibrahim. Meskipun demikian, alasan ini cukup lemah, seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah argumen berikut: (1) Nabi Ismail juga lahir di Palestina; namun, ketika dia masih bayi atau menyusui, dia dibawa ke Mekah dan tinggal di Makkah, artinya keduanya memiliki potensi yang sama jika alasan adalah kelahiran putra tersebut di Palestina.
(2) Disebutkan di Kitab Taurat bahwa putra yang diperintahkan untuk dikurbankan adalah putra tunggal, sementara Ismail adalah putra pertama Nabi Ibrahim dan tentunya menjadi putra tunggal sebelum kelahiran Ishak.
(3) Karena kebanyakan orang setuju bahwa tempat perintah kurban dilakukan adalah di Makkah, maka Ishak harus dibawa ke Mekah oleh Nabi Ibrahim jika dia percaya bahwa Ishak adalah putra yang dikurbankan. Jika dia percaya bahwa Ismail adalah putra yang dikorbankan, Nabi Ibrahim juga harus pergi ke Mekkah.
Pada bagian kedua, ayat 112 berbicara tentang kabar gembira Nabi Ibrahim tentang putranya Ishak yang diangkat menjadi nabi. Ishak juga disebut dalam ayat 100 dan 101, di mana dia disebut sebagai salah satu dari orang-orang Shalih.
Namun, argumen bahwa Nabi Ibrahim menerima kabar gembira tersebut disebutkan juga dalam ayat lain, surat Hud ayat 51: Fakta bahwa Ishak sebenarnya hidup sampai dewasa, menikah, dan memiliki putra yang bernama Ya’qub menunjukkan bahwa tidak masuk akal jika dia kemudian diperintahkan untuk disembelih atau dikurbankan sebelum dia berusia tujuh hingga tiga belas tahun.
Ini juga menunjukkan bahwa ketika Nabi Ibrahim mendengar berita kelahiran Ishak, Ismail sudah berumur tiga belas tahun. Sebab, menurut riwayat Ibnu Katsir, Ismail dilahirkan saat Nabi Ibrahim berumur 86 tahun, dan Ishak dilahirkan saat Nabi Ibrahim berumur 99 tahun.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Editor: Herlianto. A