Aqua Dwipayana*
“Kalau saat sharing Komunikasi dan Motivasi Pak Aqua cerita tentang bersyukurnya bapak jadi orang bebas merdeka dan atasan satu-satunya hanya TUHAN, bakal banyak pegawai yang berhenti kerja. Mereka akan mengajukan pensiun dini untuk mengikuti jejak Pak Aqua. Hal itu akan berpengaruh besar pada perusahaan tempat mereka bekerja,” ungkap beberapa orang senada ke saya.
Perkiraannya seperti itu, namun realitanya tidak. Ternyata mereka yang selama ini sudah berada di zona nyaman, tidak mudah untuk melepaskan kenyamanannya. Hal itu termasuk dialami banyak orang yang telah pensiun alamiah karena usianya sudah memasuki masa pensiun.
Kondisi itu makin diperparah dengan pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Mereka yang bernyali kecil -semula ada keinginan untuk pensiun dini- makin ketakutan. Khawatir setelah tidak jadi pegawai, ngga mendapat rezeki.
Kesannya mereka tidak percaya TUHAN. Tidak yakin semua rezeki dari Sang Pencipta. Padahal 50 ribu tahun sebelum alam semesta dan seisinya diciptakanNYA, rezeki setiap orang telah ditetapkan dan tidak akan tertukar. Semuanya telah dicatat di Lauhul Mahfudz.
“Kalau saya pensiun dini di masa pandemi Covid-19 ini, saya dan keluarga mau makan apa? Bagaimana biaya sekolah anak-anak saya? Kredit kami mau dibayar pakai apa?” Demikian pertanyaan yang sering muncul dari mereka yang nyalinya kecil.
Ditambah lagi dengan beragam pertanyaan yang menghantui diri mereka sendiri. Menimbulkan berbagai kekhawatiran yang akhirnya meski tidak betah mereka bertahan di perusahaan tempatnya bekerja.
Bisa dibayangkan yang terjadi setiap hari pada orang-orang tersebut. Mereka tidak dengan sepenuh hati bekerja. Hasilnya pasti tidak maksimal. Mereka pasti jenuh melaksanakan rutinitas pekerjaannya.
Sambil bekerja ada yang menyampaikan keluhan-keluhannya. Baik di dalam hati maupun yang terucap. Semua itu makin melemahkan mereka.
Mengeluh itu adalah enerji negatif. Sama sekali tidak ada untungnya. Ruginya banyak banget, terutama buat dirinya, lingkungan tempatnya bekerja, dan perusahaan yang menggajinya.
Lelah Hati dan Pikiran
Sangat rugi mereka yang selama ini tetap bekerja sebagai karyawan namun melaksanakannya tidak sepenuh hati. Perasaan dan raganya tidak menyatu. Ada pertentangan batin dalam dirinya.
Pasti mereka lelah menjalani keseharian seperti itu. Terutama lelah hati dan pikiran. Tanpa mereka sadari kondisi ini berpengaruh pada imunitas tubuh mereka.
Jika tidak hati-hati, fisiknya bisa sakit. Akibat dari psikisnya terganggu. Jadi berpengaruh pada jiwa raganya.
Pengaruhnya tidak hanya pada orang yang mengalami itu tetapi juga pada lingkungan terdekatnya termasuk keluarga.
Di sisi lain mereka yang sudah pensiun, berusahalah secara optimal untuk menikmatinya. Mengisi waktu luangnya dengan berbagai kegiatan positif dan produktif seperti makin mendekatkan diri kepada TUHAN, keluarga, intens silaturahim, rajin olahraga, dan lain-lain.
Jika semua aktivitas positif itu dapat dilakukan secara konsisten dengan hati yang bersih dan bahagia, insya ALLAH bisa menikmati hidup. Rasanya waktu 24 jam sehari semalam kurang karena banyaknya aktivitas yang dilaksanakan.
Meski telah pensiun kualitas hidupnya makin meningkat. Bahkan mungkin ada penyesalan dalam dirinya kenapa tidak dari dulu berhenti kerja dan atasan satu-satunya hanyalah TUHAN… Hanya itu, tidak ada yang lain.
Mereka yang senang di zona nyaman dan nyalinya kecil, meski sudah pensiun, keinginannya bukan menikmati masa tuanya dengan berbagai kegiatan positif dan produktif. Setelah terima hak-haknya sebagai pensiunan, ingin kembali jadi karyawan. Meninggalkan kebebasan dan kenyamanan di hari tua yang seharusnya mereka nikmati.
Alasan mereka melakukan itu beragam. Meski tidak terucap -mungkin malu menyampaikannya- paling dominan adalah faktor ekonomi. Ingin tetap menerima gaji bulanan untuk menopang hidupnya bersama keluarga. Itu sih sah-sah saja.
Bikin Sakit Hati
Ada yang setelah pensiun mencoba mandiri. Melakukan bisnis sesuai dengan kemampuannya. Karena usahanya tidak maju akhirnya berpikir dan berkeinginan jadi karyawan lagi. Bisa rutin terima gaji setiap bulan.
Mengenai besaran gajinya tidak dimasalahkan. Kalaupun lebih kecil dari yang sebelumnya -saat masih jadi pegawai- ngga apa-apa. Terpenting ada pemasukan rutin bulanan.
Pertanyaannya sampai kapan mereka bertahan jadi karyawan. Apalagi manusia ada batasan usia produktifnya. Ironisnya sering terjadi usia atasannya jauh lebih muda. Bisa jadi seusia adiknya, anaknya, atau bahkan cucunya.
Jika perbedaan usia antara dirinya dan atasannya terlalu jauh, dapat menimbulkan gap komunikasi. Kalau ada masalah pasti yang akan dikorbankan bawahannya, bukan atasan. Seandainya terjadi akan bikin sakit hati dan penyesalan dalam waktu yang lama.
Kalau mereka yakin bahwa rezeki setiap manusia dari TUHAN dan telah dicatat jauh-jauh hari -50 ribu tahun sebelum TUHAN menciptakam alam semesta- mereka tidak perlu khawatir tentang hidupnya bersama keluarga setelah pensiun. Rezeki dalam bentuk materi tetap akan diperoleh asal mau terus berusaha.
Caranya tidak harus jadi karyawan lagi. Setelah pensiun, sebaiknya menikmati jadi orang bebas merdeka. Optimalkan potensi diri yang saat sebagai pegawai belum dilakukan. Laksanakan secara konsisten.
Setelah melakukan itu, rasakan hasilnya. Pasti dahsyat dan luar biasa. Malah bisa membuat terkaget-kaget diri sendiri karena sama sekali tidak menyangka. Akhirnya timbul penyesalan kenapa tidak dari dulu melakukannya.
Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang rutinitas. Melakukan hal yang biasa-biasa saja. Sama dengan kebiasaan kebanyakan orang pada umumnya. Tidak memiliki nilai tambah. Mereka yang seperti ini keberadaannya tidak akan diperhitungkan.
Setelah pensiun dengan tekad yang kuat tinggalkan zona nyaman. Diiringi dengan nyali yang besar akan lebih sukses dengan mandiri dan menjadikan TUHAN sebagai satu-satunya atasan. Aamiin ya robbal aalamiin…
Hal di atas bukan isapan jempol. Saya dan banyak orang sudah membuktikannya. Dengan keyakinan yang kuat itu, kami telah lama menikmati hidup dan selalu merasa nyaman. Sementara rezeki kami terus datang dari berbagai penjuru mata angin dan sumbernya tidak disangka-sangka. Semuanya terjadi sepenuhnya karena TUHAN. Alhamdulillah…
>>Saat sedang mensyukuri dan menikmati hidup di Bogor, saya ucapkan selamat tinggal zona nyaman. Salam hormat buat keluarga. 11.10 07082021😃<<<
*Penulis adalah Motivator Nasional, dan Penulis Buku Trilogi The Power of Silaturahim