MALANG, Tugumalang.id – Para nelayan yang menggunakan kapal kecil di Kabupaten Malang, khususnya di Dusun Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang mengeluhkan susahnya akses untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite.
“Kapal nelayan yang kecil-kecil pakai bahan bakarnya Pertalite. Kalau kapal nelayan besar baru pakai Solar,” ujar Kepala Desa Tambakrejo Yonatan Saptus.
Untuk distribusi Solar, Yonatan mengaku sudah cukup memadai karena difasilitasi oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Jaya. Namun, untuk mendapat Pertalite, nelayan harus membeli di pom bensin yang jauhnya lebih dari 20 kilometer. Mereka juga terhambat kebijakan yang melarang pembelian Pertalite menggunakan jerigen.
“Pom bensin terdekat ada di (Desa) Sumbermanjing Wetan. Kami bawa jerigen pakai motor. Itu saja masih ditanyain aneh-aneh,” papar Yonatan.
Kenaikan harga BBM juga menjadi pukulan bagi nelayan kecil karena itu berarti biaya operasional mereka meningkat. Untuk mengatasi agar biaya tidak terlalu mahal, nelayan tidak berlayar jauh dari pesisir.
Menanggapi keluhan ini, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Malang Victor Sembiring mengakui belum ada program untuk menyediakan Pertalite di sentra nelayan.
“Iya, Pertalite itu, belum ada program dari pemerintah untuk membuatkan stasiun bahan bakar di sentra-sentra nelayan. Yang sudah ada adalah Solar,” kata Victor saat ditemui, Rabu (28/9/2022).
Meski demikian, pihaknya tidak berpangku tangan. Menurutnya, sudah ada pengajuan kepada Pemerintah Pusat untuk mendirikan stasiun pengisian bahan bakar pertalite di sentra-sentra nelayan.
“Untuk Pertalite, ini masih diperjuangkan. Mungkin masih dalam pembahasan di Pemerintah Pusat,” kata Victor.
Berdasarkan data yang ia himpun, kebutuhan Pertalite bagi nelayan cukup tinggi, yaitu 120 liter per bulan. Selain untuk bahan bakar mesin kapal, Pertalite juga digunakan untuk genset yang menjadi sumber energi penerangan kapal.
“Rupanya mereka (nelayan) lebih suka menggunakan genser berbahan bakar Pertalite daripada Solar,” ucap Victor.
Saat ini, pihaknya hanya menunggu kebijakan dari pihak yang memiliki kewenangan.
“Kami tunggu kebijakan. Karena kewenangan energi ada di tingkat provinsi dan tingkat pusat,” tutup Victor.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko