Kalimat yang berada di salah satu dinding kantor Paragon Corp di Kampung Baru, Jakarta, itu cukup memancing perhatian saya. Kira-kira kalimat lengkapnya seperti ini:
Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan massa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya berakhir dengan pensiun yang tidak seberapa.
Ini ungkapan tersohor dari Seno Gumira Ajidarma, seorang sastrawan. Yang membuat saya kaget, kenapa ungkapan ini bisa ada di sebuah perusahaan besar dengan kurang lebih sekitar 10 ribu karyawan.
Bukannya kalimat ini lebih cocok sebagai penyemangat bagi mereka yang ingin resign. Atau kepada orang yang tidak sedang bekerja di kantor. Lalu, kenapa ungkapan ini bisa ada di PT Paragon Technology and Innovation? Apa perusahaan ini tidak takut karyawannya resign semua?.
Saya belum sempat bertanya langsung kepada sang CEO Mas Salman Subakat, soal aneka rupa pertanyaan saya itu. Tapi, jika boleh menafsiri, tampaknya Paragon benar-benar ingin menjadikan perusahaannya sebagai wadah tidak hanya pengembangan produk, tapi juga wadah pengambangan manusia.
Paragon tidak ingin karyawannya hanya melaksanakan tugas rutin, yang tidak menggugah semangat. Karenanya, aneka pelatihan dan training selalu diadakan di perusahaan yang mebawahi sejumlah brand seperti Wardah, Make Over, Emina, Kahf, Biodef, dan sejumlah brand lain ini.
Tentu aneka pelatihan tersebut, tidak lantas bimsalabim bisa mengubah manusia Paragon, menjadi manusia yang paripurna.”Yang namanya membangun manusia, sifatnya jangka panjang,” kata Salman dalam sebuah kesempatan choaching yang diikuti sejumlah awal Tugu Media Group pekan lalu di Jakarta.
Kepada para peserta, Salman lantas mengajukan pertanyaan, lebih penting mana uang atau manusia. Peserta ada yang menjawab uang, ada yang menjawab manusia.”Menurut saya lebih penting manusia, karena manusia bisa menghasilkan uang, sedangkan uang belum tentu bisa menghasilkan manusia,” kata Salman.
Dalam membangun manusia itu, Salman dan Paragon memilih pendekatan choaching. Pendekatan ini lebih pada pendekatan sharing. Tidak menggurui. Memancing orang-orang berpikir.
Saya dua kali mengikuti choaching bersama Salman. Suasananya informal, bahkan seperti sebuah percakapan hangat di keluarga. Tidak ada pekikan semangat agar peserta semangat. Tidak ada intruksi. Tidak ada nada tinggi. Singkatnya: Salman mengajar seperti sedang mengobrol dengan teman dekat.
Karena suasana yang santai itu, ide-ide menjadi keluar. Orang-orang terinspirasi. Orang-orang tidak takut berbicara. Penuh tanda tawa. Tapi, justru karena suasana seperti inilah, suasana antusias, kekeluargaan, dan peserta mendapatkan ’aha momen’.
Dua kali suasana pelatihan yang cair itu, seperti menggambarkan suasana di Paragon Corp. Kata salah seorang karyawan yang saya temui, di Paragon Corp, nyaris tidak pernah ada orang marah.”Sabar-sabar, atasan di sini cenderung mengajak, bukan memerintah,” kata salah seorang karyawan ini.
Ini menjadi pertanyaan lagi bagi saya. Bagaimana bisa, sebuah institusi bisnis di tengah belantara Jakarta yang keras, bisa berlaku lembut kepada manusia-manusianya. Mereka seolah bekerja dengan hati, sehingga bukan emosi yang muncul ketika terjadi permasalahan.
Tampaknya, Paragon Corp dalam mengembangkan manusia, sedang memilih dominan di wilayah kanan. Yakni, wilayah intuisi, kreatifitas, kepekaan, dan lain sebagainya. Sedangkan wilayah kiri yakni wilayah rasionalitas, analisa dan data, menjadi pelengkap wilayah kanan.
Jika selama ini kita pernah bertemu dengan orang yang mudah terharu, membawa perasaan, dan bertindak memakai hati, itulah orang kanan. Umumnya, perempuan berada di wilayah ini. Sedangkan untuk wilayah kiri, orang cenderung rasional, analisa dan mengedepankan data.
Jika dirunut kebelakang, Paragon Corp memang didirikan dengan sifat kanan, terlebih pendirinya seorang perempuan yakni Bu Nurhayati Subakat, ibu dari Salman Subakat. Salman, adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Dalam sebuah kesempatan, Bu Nur pernah bilang bahwa dalam berbisnis kita harus punya tujuan utama. Sebisa mungkin, tujuan utama itu bukanlah uang.
Di Paragon Corp, tujuan utama adalah memberi makna terhadap kehidupan orang lain. Baik itu pelanggan, maupun karyawan. Makna inilah yang menguatkan Bu Nur, untuk bangkit, ketika Paragon Corp kebakaran, di awal-awal pendiriannya. Dengan kerja keras, dan sebagaimana Salman pernah bilang bahwa kerja menjadi hobinya, Paragon Corp berkembang eksponensial dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sekitar 20 persen.
Sifat ‘kanan’ itu sekilas bertentangan dengan mayoritas kehidupan Manusia Jakarta, yang bagi kami sebagai orang daerah, bergeraknya begitu cepat, presisi, dan kadang kurang manusiawi. Tapi, dengan sifat kanan itulah, Paragon Corp tampaknya sedang menyelamatkan orang dari apa yang dikatakan Seno Gumira sebagaimana di awal tulisan ini: terjebak pada rutinitas yang menjemukan.
Irham Thoriq
CEO Tugu Media Group
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id