Oleh: M. Zainuddin *
Tugumalang.id – Lailatul Qadar adalah malam yang sangat istimewa dalam bulan Ramadan, yang bernilai lebih baik dari seribu bulan setara dengan 83 tahun. Dinamakan Lailatul Qadar karena di dalamnya penuh dengan keutamaan dan anugerah besar dari Tuhan.
Abu Bakar al-Waraq mengatakan, dinamakan Lailatul Qadar karena pada malam itu diturunkan Al-Quran yang memiliki kekuatan (mu’jizat), sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya Allah turunkan Al-Quran dalam malam yang penuh berkah” (QS.Ad-Dukhan:3). Tentang turun dan batas waktu Lailatul Qadar ini, para ulama saling berbeda pendapat.
Perdebatan di Seputar Turunnya
Golongan Rafidhah dan Syi’ah mengatakan, bahwa Lailatul Qadar hanya diturunkan sekali, setelah itu tidak ada lagi. Sedang jumhur ulama (mayoritas) mengatakan, bahwa Lailatul Qadar masih ada dan belum putus.
Baca Juga: Malam Lailatul Qadar: Waktu, Tanda, dan Amalan yang Dianjurkan
Mereka juga berbeda berpendapat, apakah Lailatul Qadar itu turun setiap tahun atau khusus di bulan Ramadan saja? Tetapi mayoritas berpendapat, bahwa Lailatul Qadar khusus diturunkan pada bulan Ramadan, dengan berdasarkan firman Allah (QS.Al Baqarah:155): ”Bulan Ramadan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelas atas petunjuk itu serta pembeda antara yang haq dan yang batil”.
Dalam riwayat An-Nasai disebutkan, bahwa Nabi Saw. bersabda: ”Telah datang kepadamu bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah, Allah telah mewajibkan kepadamu berpuasa, karena di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, dan barang siapa yang memuliakan kebaikan malam itu, maka ia menjadi mulia”.
Imam Malik dalam Muwatho’-nya menyebutkan, dari Abu Sa’id Al Hudhri bahwa Rasulullah ber-i’tikaf pada pertengahan yang kesepuluh (al-asyr al-Wasth) di bulan Ramadan dan para sahabat pun mengikutinya.
Baca Juga: Gara-Gara Petasan, Kegiatan Malam Lailatul Qadar di Masjid Jami Kota Malang Berakhir Ricuh
Dan diceritakan olehb Al-Bukhari dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi memerintahkan umatnya untuk memperbanyak amal saleh pada malam qadar, yaitu pada hari ganjil dari hari kesepuluh yang terakhir (antara 21, 23, 25, 27, dan 29).
Ibn Hajr dalam Fath al-Bari menerangkan, dari Ibn Abbas, bahwa Umar r.a mengundang para sahabat Nabi, seraya bertanya tentang turunnya Lailatul Qadar, maka mereka pun sepakat bahwa ia turun pada hari kesepuluh yang terakhir (al-asyr al-awakhir).
Malam di mana Rasul mengistimewakannya untuk menperbanyak beribadah dengan ajek ber-itikaf. Demikian juga sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi pada malam ini cancut tali wondo (syadda mi’zarahu), dan membangunkan keluarganya, yang menurut At-Tirmidzi, melebihi malam lainnya sampai ia wafat.
Sementara Al-Qurtubi berpendapat bahwa malam Qadar itu jatuh pada malam ke-27. Berdasarkan hadits Ubay bin Ka’ab bahwa Rasul bersabda: ”Barang siapa yang ingin memperbanyak amal ibadah di malam Qadar, maka beribadahlah di malam yang ke-27”.
Banyak hadis meriwayatkan, bahwa Lailatul Qadar itu ada pada setiap tahun, yaitu pada hari kesepuluh terakhir (hari ganjil) dalam bulan Ramadan. Dan pada malam itu umat Islam didorong dan dimotivasi untuk memperbanyak amal saleh, sebab pada malam itu ada nilai plus, yaitu satu malam bernilai lebih baik dari seribu bulan.
Ibn Hajar mengatakan, bahwa yang benar Lailatul Qadar itu turun pada malam ke-27, sedang menurut Imam Syafi’i pada malam ke-21.
Diriwayatkan, bahwa tanda-tanda Lailatul Qadar itu banyak sekali. Ubadah bin Shamit misalnya meriwayatkan, bahwa tanda-tanda Lailatul Qadar itu adalah cerahnya malam dan sejuknya udara.
Malam itu bulan bersinar terang, planet-planet pun tampak tenang gemerlapan hingga pagi hari. Dan, matahari tampak redup tidak secerah bulan di malam hari.
Abu Dawud at-Thayalisi menceritakan, bahwa Rasul Saw. bersabda bahwa malam Qadar adalah malam yang sejuk, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin dan matahari pagi menjadi kelam kelabu.
Hikmah Turun yang Tidak Pasti
Kenapa Lailatul Qadar tidak pasti turunnya? Diriwayatkan bahwa hikmah dan rahasia malam Qadar itu adalah agar manusia berlomba-lomba memperbanyak aktivitas keagamaan pada malam-malam itu sebagaimana Salafus-Shaleh yang senantiasa commited terhadap ajaran Rasul.
Pada malam itu Allah mengutus para malaikat dan jibril turun ke bumi untuk memintakan ampunan bagi orang-orang mukmin. Dan disebutkan, bahwa malaikat yang diturunkan ke bumi pada malam itu sangat banyak sekali jumlahnya.
Saking banyaknya, sebagian ulama mengatakan lebih banyak ketimbang kerikil-kerikil yang ada di bumi ini. Pada malam itu Allah menerima taubatnya orang yang-orang yang mau bertaubat, pintu-pintu langit malam itu dibuka dari tenggelamnya matahari hingga terbit fajar.
Dan diceritakan, bahwa Jibril turun ke bumi bersama para malaikat lainnya. Mereka membawa bendera yang bertolak dari berbagai tempat: dari ka’bah, makam Rasul, Baitul Maqdis dan masjid Tursina.
Kemudian mereka menyebar seraya bertasbih, bertahmid dan bertahlil serta menyusup ke tempat-tempat kediaman umat Muhammad untuk memintakan ampun baginya.
Dan diriwayatkan, bahwa rahmat itu sudah mencukupi semuanya, maka Jibril melapor kepada Allah: “Ya Rabbi, semua rahmat sudah kami bagikan kepada umat Muhammad semua, lalu sisanya untuk siapa? Jawab Allah, bagikan kepada orang-orang kafir sekalipun, maka Jibril pun membagikannya kepada mereka yang berjaga di malam itu. Lalu mereka yang memperoleh rahmat itu berakhir dengan husnul khatimah [*].
*Penulis adalah Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Editor: Herlianto. A