Malang, tugumalang.id – Mahasiswa S1 atau D4 saat ini tak lagi diwajibkan harus menyusun tugas akhir skripsi. Selain skripsi, mahasiswa bisa membuat prototipe hingga proyek. Aturan itu tertuang dalam Permendikbudristek No.53/2023 tantang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang ditetapkan pada 18 Agustus 2023 lalu.
Memandang hal itu, Rektor Universitas Negeri Malang (UM), Prof Hariyono menyampaikan bahwa UM sudah lama menerapkan opsi penentu kelulusan selain melalui penyusunan skripsi yakni melalui kurikulum pembelajaran berbasis kehidupan.
“Di UM sudah lama diterapkan. Jadi di UM menggunakan kurikulum pembelajaran berbasis kehidupan pada 2017. Orang belajar untuk hidup, sehingga hidup itu pilihan,” ucapnya, Rabu (30/8/2023).
Menurutnya, mahasiswa UM yang ingin menjadi akademisi bisa menentukan jalur kelulusannya melalui penyusunan skripsi. Selain skripsi, pihaknya juga mengakui kelulusan mahasiswa jika mampu menghasilkan usaha atau prestasi.
“Kalau mahasiswa ingin jadi pengusaha dan punya usaha, itu kami akui. Dulu kami menyebutnya sebagai rekognisi atau ekuivalen. Sehingga kalau dia juara lomba karya ilmiah di tingkat nasional itu bisa disetarakan dengan skripsi,” tuturnya.
“Demikian pun kalau mahasiswa kami ada yang bisa nulis di jurnal terakreditasi itu kami anggap setara dengan skripsi,” imbuhnya.
Untuk itu, dia memandang bahwa peraturan baru dari Kemendikbudristek tersebut bukanlah hal asing di UM. Bahkan menurutnya, regulasi itu bisa menjadi payung hukum untuk mengembangkan mahasiswa sesuai minat dan bakat.
“Sehingga anak anak yang mengambil di Vokasi pun kalau dia memiliki produk usaha ataupun hasil hasil kerja kongkret kenapa tidak dinilai setara dengan skripsi,” kata dia.
BACA JUGA: Rektor UM: Terlalu Banyak Aset Intelektual di Kampus yang Belum Termaksimalkan
Dia juga berharap pimpinan perguruan tinggi di Indonesia untuk berani mewadahi mahasiswanya untuk mengembangkan potensi sesuai minat dan bakat yang bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Kalau mahasiswa ingin jadi pengusaha, dia bisa nulis teori ekonomi tapi tidak bisa berbisnis, kan terbalik. Menurut saya penjelasan menteri bisa menjadi payung hukum beberapa perguruan tinggi termasuk UM yang sudah lama tidak mengharuskan mahasiswanya menyusun skripsi,” paparnya.
Dikatakan, kebijakan kurikulum pembelajaran berbasis kehidupan di UM itu telah diterapkan di seluruh fakultas. Dia mencontohkan, mahasiswanya yang menjadi juara lomba mobil hemat energi beberapa waktu lalu telah diakui setara skripsi.
“Contoh mahasiswa yang mengikuti lomba, seperti tahun lalu ada mahasiswa kami juara lomba mobil hemat energi. Ketika dia menjadi juara level nasional, itu karyanya melebihi skripsi. Kenapa tidak kita akui,” bebernya.
“Demikian pula kalau ada mahasiswa kami di tata boga yang bisa menghasilkan makanan yang enak, higeinis dan dia bisa menjelaskan prosesnya seperti apa, ingredient, bahannya seperti apa, kemudian itu disajikan dengan cara yang baik. Itu keterampilan yang tidak selalu bisa dihargai dengan skripsi,” lanjutnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga telah mengakui mahasiswanya yang berprestasi di kancah internasional.
“Mahasiswa kami yang juara di Asian Games masak dia harus menyusun skripsi. Kenapa prestasi dia tidak diakui yang sudah selevel itu. Kemampuan, keahlian itu disetarakan, itu sudah kami lalukan, anak kami yang juara gulat, juara diving itu kami hargai juga,” tandasnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: M Sholeh
editor: jatmiko