MALANG, Tugumalang.id – Menghabiskan masa kecil sebagai anak desa di Lumajang, Jawa Timur. Rektor Universitas Islam Malang (Unisma), Prof. Drs. Junaidi Mistar, M.Pd, Ph.D yang baru saja dilantik menjadi Rektor Unisma periode 2024-2028 menggantikan rektor sebelumnya, Prof. Dr. Maskuri. M.Si.
Prof. Jun begitu ia kerap disapa menceritakan bagaimana lika-likunya menempuh pendidikan hingga sukses memimpin salah satu kampus Nahdlatul Ulama (NU) terbesar di dunia.
Tumbuh di lingkungan keluarga yang religius, masa kecil Prof. Jun dihabiskan di kampung halamannya hingga lulus jenjang Sekolah Pendidikan Guru (SPG) setara SMA sederajat.
Baca Juga: Mahasiswi FEB Unisma Torehkan Prestasi Gemilang di Ajang Internasional
Berada di lingkungan keluarga petani dan berasal dari komunitas Madura. Ketika masih anak-anak, Prof. Jun bisa dibilang sebagai anak yang rajin dan juga pandai.
Padahal keadaan orang tuanya karena minimnya akses pendidikan tidak mampu menyelesaikan pendidikan sampai jenjang tinggi bahkan ayahandanya hanya menempuh pendidikan hingga kelas 2 Sekolah Rakyat (SR) atau setara Sekolah Dasar (SD).
Sedangkan sang ibu buta huruf huruf latin tetapi beliau cukup fasih baca tulis Arab karena aktif di pengajian.
Keterbatasan itulah yang kemudian menjadi pelecut bagi Prof. Jun untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin. Sampai kini beliau bisa menjabat puncak pimpinan tertinggi di kampus sebagai rektor.
Baca Juga: Implementasi IKU, Dosen FEB Unisma jadi Dosen Tamu di Malaysia
Bagi Prof. Jun apa yang telah dicapainya saat ini tak lepas dari dua hal yang menjadi kunci kesuksesannya. Menurutnya kunci kesuksesan tersebut tidak hanya berlaku kepadanya tetapi juga untuk orang lain. Kunci kesuksesan tersebut yakni usaha dan doa dari orang-orang terdekat.
“Dalam suksesnya orang itu ada dua saya kira, yaitu usaha yang bersangkutan plus doa. Nah doa ini tentu doa dari yang bersangkutan dan juga doa orang tua dan orang-orang di sekitar. Itu berpengaruh terhadap keberhasilan dari seseorang itu sendiri,” tutur Prof. Jun.
Tetapi siapa sangka, jalan Prof. Jun untuk menempuh pendidikan sempat terganjal oleh keinginan orang tuanya. Tumbuh di lingkungan keluarga yang religius dan saudara-saudaranya banyak menempuh pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes).
Alumni Jurusan Bahasa Inggris IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang) itu sempat diminta melanjutkan ke pondok pesantren saat lulus SD.
Tetapi melihat potensi Prof. Jun sebagai siswa yang pandai di sekolah. Kepala Sekolahnya di jenjang SD mendekati kedua orang tua Prof. Jun agar putranya melanjutkan pendidikan di sekolah umum pada jenjang SMP.
Demi membantu Prof. Jun, kepala sekolah SD tersebut kemudian memberikan privilege dengan menjadikannya juara satu saat kelulusan. Hal itu dilakukan dengan harapan kedua orang tua Prof. Jun luluh dan mengizinkan putranya melanjutkan sekolah ke jenjang SMP.
Usaha tersebut pun berhasil dan Prof. Jun diizinkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP namun dengan syarat ketika sudah lulus melanjutkan ke Ponpes.
“Keterbatasan pengetahuan orang tua juga pilihannya ke Ponpes Salaf yang tidak ada pendidikan umum. Orang tua sempat ingin memasukkan saya ke Ponpes karena saudara-saudara saya dari Ponpes,” bebernya.
“Nah, pintarnya kepala sekolah SD saya yang karena lokasinya di lingkungan komunitas Jawa. Di daerah SD saya itu kalau ada anak Madura yang sekolah di SD wilayah komunitas Jawa mesti di nomor satukan dan saya dijadikan juara satu,” kenang Prof. Jun.
“Kepala sekolah mendekati orang tua saya barangkali menyampaikan bahwa saya ini pintar kalau yang lain (saudara Prof.Jun) sudah ke pondok.
Saya disekolahkan saja ke SMP waktu itu tetapi saat itu orang tua masih bersikukuh dan terus dibujuk hingga akhirnya orang tua luluh dan memperbolehkan saya sekolah ke SMP tetapi dengan catatan setelah lulus SMP saya ke pondok,” sambungnya.
Meski demikian Prof. Jun tetap tidak melupakan pendidikan agama yang membentuk karakternya sampai saat ini. Ia setiap sore melanjutkan pendidikan agama atau mengaji di mushola desa yang dibimbing langsung oleh pamannya.
Prof. Jun pun banyak menghabiskan waktunya untuk belajar, pagi sampai sore menempuh pendidikan di sekolah umum dan sore sampai pagi ngaji di mushola desa.
“Saya mendapatkan pendidikan agama di mushola kampung kebetulan paman saya yang mengajar. Jadi di masjid saya menginap, sore berangkat dan pagi pulang untuk rutinitas sekolah,” terang Prof. Jun.
Kerja kerasnya itu pun membuahkan hasil. Ketika lulus jenjang SMP, Prof. Jun tidak hanya lulus menyelesaikan studi tetapi juga sebagai lulusan terbaik dan sebagai juara satu. Juara yang menurut Prof. Jun juara sebenarnya bukan dibantu kepala sekolah seperti masa SD-nya dulu.
Kemudian setelah lulus SMP rupanya pendidikan formal tetap menjadi jalan bagi Prof. Jun untuk menggapai cita-citanya. Ia meminta izin kepada orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan ke SPG.
Ketika telah SPG, Prof. Jun menyebut ada ketidakberuntungan yang menjadi keuntungan baginya. Saat itu lulusan SPG dapat langsung menjadi guru dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ternyata kebijakan tersebut dicabut oleh pemerintah saat itu dan angkatan Prof. Jun hanya mendapatkan ijazah saja dan tidak memperoleh dokumen sebagai PNS.
“Setelah lulus SPG, kakak angkatan saya lulus mendapatkan dua dokumen yakni ijazah plus pengangkatan PNS sebagai guru SD. Pas giliran angkatan saya yang lulus kebijakan tersebut dicabut sehingga hanya dapat ijazah saja,” ujarnya.
Tetapi keadaan tersebut tak membuatnya berkecil hati, Prof. Jun melanjutkan ke pendidikan tinggi di Jurusan Bahasa Inggris IKIP Malang.
Sempat kesulitan karena materi ujian masuk perguruan tinggi pada saat itu banyak menggunakan materi pelajaran SMA sedangkan dirinya lulusan SPG.
Namun pada akhirnya Prof. Jun diterima sebagai mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris IKIP Malang. Perjalanan menempuh perkuliahan juga tidak mulus-mulus aja baginya. Ia sempat ingin pindah jurusan karena merasa kesulitan beradaptasi di jurusannya.
Bak seperti jalan takdir Tuhan, keinginan Prof. Jun pindah jurusan tidak disetujui oleh dosen wali hingga Ketua Jurusan Bahasa Inggris IKIP Malang pada saat itu. Sampai saat ini Prof. Jun masih terkenang dengan pesan dari dosennya bahwa jurusan yang dipilihnya adalah jalan kesuksesannya.
Ucapan yang kini menjadi kenyataan karena Prof. Jun berhasil menjadi dosen dan juga menjabat sebagai Rektor Unisma.
“Saya masih ingat pesan dosen saya, Jun kalau kamu pindah jurusan keputusannya itu akan kamu sesali seumur hidupmu,” ucapnya.
Pada akhirnya pria kelahiran Lumajang, 3 April 1967 itu berhasil menjadi seorang dosen dan menempuh pendidikan hingga jenjang tertinggi. Prof.Jun menyelesaikan studi S3 (Doktor) di salah satu universitas unggulan di dunia, Monash University Melbourne, Australia.
Usaha dan doa dari orang-orang terdekat membantu Prof. Jun mencapai kesuksesan karier sebagai pendidik sampai titik saat ini memimpin Unisma menuju World Class University.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
Editor: Herlianto. A