BATU – Perumdam Among Tirto yang mengelola sumber daya air di Kota Batu, Jawa Timur, mulai meradang. Sebabnya, terjadi ketimpangan jauh pada harga kompensasi penggunaan air yang diberikan untuk Kota Malang dan Kabupaten Malang. Harga yang diterapkan saat ini diniali terlalu murah.
Sebagai contoh, sumber air di wilayah Kota Batu, yakni Sumber Banyuning dan Sumber Binangun juga disalurkan ke Kota Malang. Harga kompensasinya hanya Rp90 per meter kubik. Namun pada faktanya ternyata ‘dijual’ dengan harga berkali-kali lipat.
Situasi yang sama juga terjadi di Kabupaten Malang yang dikenakan harga Rp40 per meter kubik dari Sumber Cinde dan Dandang. Namun oleh pihak sana justru dijual seharga Rp5.000.
“Jelas timpang jauh, tidak rasional. Harga Rp40 dengan harga Rp5000. Begitu juga dengan Kota Malang. Tentu dari segi pemasukan ya minim sekali,” jelas Dirut Perumdam Among Tirto Kota Batu, Edy Sunaedi pada awak media, Kamis (20/10/2022).
Situasi itu tentu saja juga berpengaruh terhadap nilai pemasukan. Untuk Kota Malang mencapai Rp690 juta per tahun dan Kabupaten Malang sekitar Rp25 juta per tahun.
Tentunya, sambung Eko, evaluasi dan revisi perlu segera dilakukan. Sejauh ini, sejumlah pertemuan membahas hal ini juga sudah ditempuh. Terutama untuk Pemkab Malang yang masa MoU akan habis di akhir 2022. Untuk Kota Malang masih berlangsung hingga delapan tahun ke depan.
Sokek, sapaan akrabnya, juga menegaskan soal penetapan tarif air sudah diatur dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2022. Di dalamnya sudah mengatur tentang klasifikasi tarif rendah, menengah dan atas.
“Dari pertemuan terakhir bersama Wali Kota itu sebenarnya bukan membahas soal kenaikan tarif, tapi bahas evaluasi dan revisi MoU baru,” ujarnya.
Meski begitu, MOU dengan Kota Malang sebenarnya memiliki klausul pasal yang di dalamnya juga menghendaki revisi/evaluasi setiap 3 tahun sekali. “Hanya itu tidak pernah dilakukan. Kota Malang sepertinya sampai saat ini masih enggan jika nilai kompensasi dinaikkan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, pihaknya akan membentuk tim Pokja khusus untuk menganalisis kajian kenaikan tarif kompensasi air. Terdiri dari unsur eksekutif, legislatif, praktisi dan akademisi.
“Ini jadi PR buat kita sampai ke depanya agar semua manusia punya hak yang sama memanfaatkan sumber daya yang ada. Bahkan kalau perlu jika mereka menggratiskan, maka kami juga akan menggratiskan kok. Masalahnya ini kan dijual,” pungkasnya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A