Kota Batu,Tugumalang.id – Pembangunan Museum HAM yang direncanakan ada di Kota Batu, Jawa Timur gagal terealisasi. Pasalnya, Yayasan Museum HAM Munir (MHM) resmi mengakhiri kerjasama dengan Pemkot Batu terkait penyelenggaraannya karena dinilai tidak serius.
Sebagai gantinya, Museum HAM ini rencana akan dibangun di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. Munir Said bin Abi Thalib sendiri memang merupakan alumni FH UB sebelum aktif membela penegakan HAM sepanjang hidupnya.
Bahkan, Munir pernah menjadi Ketua Senat FH UB dan menghabiskan waktunya di sana untuk belajar. Menurut Ketua Yayasan MHM Suciwati, tempat yang akan digunakan nanti akan dinamakan Ballroom Munir.
“Ballroom Munir ini dulunya adalah kantor Senat FH UB. Dulu, Munir juga merupakan Ketua Senat. Jadi, saya kira nafas perjuangan Munir juga masih lekat di sini,” ungkap istri mendiang Munir tersebut.
Baca Juga: Banyak Kejanggalan, Museum HAM Omah Munir di Kota Batu Gagal Direalisasikan
Saat ini, lanjut Suciwati, gagasan ini masih dalam tahap kurasi. Ia berharap gagasan ini bisa terwujud dalam waktu dekat. Artinya, Museum HAM atau Omah Munir yang ada di Desa Sidomulyo, Kota Batu juga tidak akan beroperasi lagi.
Mengingat barang-barang di Omah Munir sudah diboyong terlebih dulu ke Museum HAM Munir yang ada di Kelurahan Sisir. Namun karena proses kerjasamanya mandek, barang-barang peninggalan mendiang Munir nanti akan dipindahkan ke FH UB.
Kepindahan Museum HAM di FH UB kata dia tidak akan berpengaruh terhadap konsistensi yayasan untuk menyebarluaskan pendidikan HAM. Menurut dia, justru di FH UB, atmosfir pendidikan HAM jauh akan lebih efektif.
“Justru di sini saya kira pendidikan HAM ini akan berjalan efektif. Akses pengunjung untuk ke sini juga mudah dan bagus,” ujarnya.
Seperti diketahui, batalnya kerja sama antar Yayasan MHM dan Pemkot Batu dilatarbelakangi sejumlah faktor karena Pemkot Batu dinilai tidak memiliki visi misi yang selaras dengan penegakan HAM. Yayasan MHM juga menilai banyak ditemui inkonsistensi secara birokrasi.
Bagi Suciwati, hal-hal substantif seperti itu sangat riskan bagi pertanggungjawaban publik lembaga penegak HAM seperti Yayasan MHM. Lagipula, Suciwati menilai Pemkot Batu tidak punya niatan untuk terlibat dalam upaya pemajuan edukasi HAM ini.
“Dari sekian banyak inkonsistesi yang kita temui itulah, kami memutuskan mengakhiri kerja sama ini. Kami punya tanggung jawab publik yang besar jika terlibat di museum itu,” tegasnya.
Suciwati menambahkan dengan pengakhiran kerja sama ini, gedung yang semula dinamai Museum HAM Munir diimbau nantinya tidak menggunakan nama ‘Munir’. Nama ‘Munir; sendiri adalah milik masyarakat.
“Jika masih memaksakan pakai nama Munir, kami dari Yayasan MHM tidak bertanggung jawab atas semua penggunaan, penyelenggaraan maupun anggaran di gedung tersebut. Kami sudah resmi tidak terlibat apapun di sana,” tegasnya.
Seperti diketahui, Museum tersebut dibangun di atas lahan milik Pemkot Batu seluas 2.200 meter persegi di Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu dengan nilai anggaran Rp 8,2 miliar dari APBD Provinsi Jatim itu belum beroperasi hingga kini. Saat ini, dinas pengelolanya adalah Dinas Pariwisata.
Sebagai informasi, Munir Said Thalib merupakan aktivis HAM kelahiran Malang, 8 Desember 1965 yang bersuara lantang memperjuangkan HAM di Indonesia. Dia menjadi korban pembunuhan saat penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda pada 2004 silam.
Dalam jejaknya, Munir pernah memperjuangkan keluarga korban pelanggaran HAM pada Tragedi Tanjung Priok 1984 yang menewaskan 24 demonstran akibat tindakan aparat keamanan yang membubarkan demonstran.
Selain itu, Munir juga pernah melakukan investigasi terhadap pelanggaran HAM pada kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah serta menyuarakan kasus penculikan yang mengakibatkan 13 aktivis hilang pada 1997-1998.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
reporter: ulul azmy
editor: jatmiko