MALANG – Efektivitas Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa Bali banyak yang menilai tak efektif. Khususnya dalam penerapan kebijakan pembatasan jam malam. Hal ini rupanya tak singkron. Karena persebaran virus tidak hanya terjadi di malam hari.
Epidemiolog Universitas Brawijaya (UB) Malang, dr. Holipah mengatakan, ternyata mobilitas masyarakat selama PPKM masih tetap tinggi, tak berbeda dengan sebelumnya.
”(Penerapan kebijakan) masih setengah-setengah. Karena kita lihat mobilitas orang juga masih tinggi. Ada jam malam, tapi siang hari ramai. Padahal, penyebaran virus itu kan gak hanya di malam hari saja,” ujarnya pada awak media, Selasa (2/1/2021).
Padahal, rasionalnya kebijakan jam malam tak bisa menekan penyebaran virus. PPKM, kata dia, tak mungkin efektif selama mobilitas warga masih tinggi. Lalu, kesadaran terhadap protokol kesehatan masih rendah.
Dia menambahkan, pembatasan terhadap aktivitas perkantoran juga harus makin ketat. Perkantoran, memang memiliki potensi tinggi menjadi klaster penyebaran virus.
”Saya lihat dalam hal ini tidak ada sanksi tegas. Buktinya tidak semua kantor berlakukan WFH. Yang melakukan hanya kantor pemerintahan,” tegasnya.
Memang dalam hal ini ada yang berbanding terbalik antara kebijakan dan kesadaran masyarakat. Akibatnya, penerapannya di lapangan tidak sinkron. Artinya, memang harus ada upaya lebih massif dalam menumbuhkan kesadaran melalui edukasi literasinya.
”Kesadaran bisa tumbuh sendiri tanpa paksaan. Ini bisa dilakukan melalui pendekatan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat. Dari elemen terbawah mulai RT RW di desa-desa,” sebutnya.
Pada akhirnya, pelaksanaan kebijakan PPKM pemerintah haruslah bertindak tegas. “Kalau misalnya masih begini-begini aja ya walaupun ada jilid berapapun ya akan tetap aja kondisinya seperti ini. Harus ada sanksi lebih tegas,” pungkasnya.