*Dr Aqua Dwipayana.
Sabtu tadi pagi (27/2/2021) saat sedang santai di rumah Bogor, Jawa Barat sambil membaca banyak bacaan, saya menerima telefon dari seorang wartawan senior di Semarang, Jawa Tengah. Tidak sekedar kontak saya, namun komunikasi kami meski hanya sesaat, mendapat penilaian dari seorang penguji.
Sang wartawan menelepon saya saat ikut Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) yang dilaksanakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Praktik yang dilakukannya itu masuk dalam ujian materi Memfasilitasi dan Membangun Jejaring.
Selama ini saya sudah sering melayani para wartawan yang ikut UKW untuk praktik seperti itu. Sebagai mantan wartawan, saya sangat mendukung pelaksanaan ujian tersebut. Juga mendorong teman-teman wartawan agar mendapatkan nilai terbaik untuk semua materi yang diujikan.
Khusus materi Memfasilitasi dan Membangun Jejaring sangat penting buat wartawan. Itu memudahkan mereka dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik.
Selama ini kepada para wartawan muda selalu saya ingatkan agar menjaga, memelihara, mengembangkan, dan meningkatkan silturahim dengan sebanyak-banyaknya orang. Ada tidak ada berita agar tetap menjaga hubungan baik dengan semua narasumbernya.
Banyak manfaat yang diperoleh para wartawan dengan melakukan itu. Setiap saat selama 24 jam bisa berkomunikasi dengan narasumbernya. Sehingga secara mudah mendapat informasi jika sewaktu-waktu membutuhkannya.
Jadi menjalin hubungan baik dengan semua orang itu secara berkesinambungan. Tidak saat membutuhkan saja.
Selama 32 Tahun Tetap Berkomunikasi dengan Mantan Narasumber
Saya mencontohkan tentang itu terhadap para narasumber. Salah satunya adalah dengan Kusyanto, yang jadi Kepala Perwakilan Jasa Raharja Malang, Jawa Timur saat saya jadi wartawan harian Suara Indonesia (anak perusahaan Jawa Pos) pada 1989. Sampai sekarang, setelah 32 tahun hubungan kami masih tetap akrab.
Terakhir sekitar 2 minggu lalu saya silaturahim ke Kusyanto yang menikmati masa pensiun bersama keluarga termasuk cucu-cucunya di Surabaya. Meski beliau sudah pensiun dan saya tidak lagi jadi wartawan, komunikasi kami tetap cair. Bahkan saya menganggap Kusyanto dan istrinya Sri Kusyanto seperti orang tua sendiri.
Setiap saya silaturahim ke rumahnya selalu disambut hangat oleh beliau sekeluarga. Banyak hal yang kami diskusikan termasuk nostalgia sewaktu sama-sama tugas di Malang puluhan tahun lalu.
Menurut bapak empat anak itu dari banyak wartawan yang berhubungan dengannya selama masih menjabat di Jasa Raharja, saya adalah satu-satunya mantan wartawan yang masih kontak dan silaturahim dengan dirinya.
“Sejak pertama kali kita kenal, saya sudah membatin bahwa Mas Aqua ini secara positif lain dari yang lain. Hal itu salah satunya yang membuat kita sejak dulu sampai sekarang akrab. Hubungannya seperti saudara,” ujar Kusyanto.
Kembali ke wartawan senior yang tadi pagi telefon saya tersebut. Sesaat kemudian lewat WA kontak saya.
“Pak Aqua matur suwun bantuannya. Tes UKW sudah selesai. Insya ALLAH saya lulus. Sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻” Ujarnya.
Saya sangat bersyukur dan bahagia dengan hal itu. Meski yang saya lakukan sederhana, namun memberi manfaat pada teman yang melakukan tes UKW.
Pesan saya kepada semua teman wartawan, rawatlah pertemanan dengan semua orang termasuk narasumber. Buatlah mereka nyaman. Jangan saat membutuhkan saja baru kontak mereka.
Penjelasan Dewan Pers
Sebagai mantan wartawan yang sampai saat ini masih intens berkomunikasi dengan para jurnalis, saya mendukung pelaksanaan tes UKW. Kepentingannya untuk semua pihak.
Mengutip penjelasan Dewan Pers di websitenya mengenai urgensi Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) dalam realita media dan kewartawanan saat ini. Peraturan Dewan Pers No. 1 tahun 2010, yang diperbarui dengan Peraturan Dewan Pers No. 4 tahun 2017 tentang Sertifikasi Kompetensi Wartawan menyebut ada enam tujuan SKW.
Pertama, meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan; Kedua, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan; Ketiga, menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik; Keempat, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual; Kelima, menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan; Keenam, menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.
Dari tujuan di atas dapat disimpulkan beberapa hal. Produk jurnalistik adalah karya intelektual, sehingga proses mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan dalam bentuk berita harus selalu melalui kerja serius, berdasarkan fakta, dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kalaupun ada yang menggugat, penyelesaiannya secara intelektual pula.
UKW, dengan demikian mengukur apakah seseorang yang bekerja sebagai wartawan, dengan beberapa ukuran yang dibuat, sudah pantas disebut sebagai profesional, untuk tingkatan muda, madya, atau utama. Semua wartawan pasti dapat sesuai standar.
Wartawan profesional juga diharuskan memiliki perencanaan, apakah dalam meliput suatu acara (untuk kelompok muda), atau membuat liputan investigasi atau indepth (untuk kelompok madya). Ada banyak hal bersifat teknis, yang disebut sebagai pengetahuan atau ketrampilan jurnalistik, yang sangat vital dimiliki wartawan profesional, sebelum dia berhak mendapatkan sertifikat dan kartu kompetens.
Dengan mengikuti uji kompetensi wartawan di level muda, madya, utama, juga sudah memahami pesoalan etik dan hukum terkait pers agar dapat lolos ujian. Mulai dari yang bersifat elementer seperti sikap profesional terhadap narasumber, tidak mengintimidasi, sikap berimbang, konfirmasi, sampai dengan sikap independen dan berpihak pada kepentingan publik di tahapan yang lebih rumit. Bahkan, rambu-rambu tentang tidak menerima suap, tidak menerima imbalan terkait berita, tidak plagiat, langsung dikaitkan dengan pencabutan kartu kompetensi, apabila itu dilakukan mereka yang lulus uji kompetensi.
Hal seperti itu sungguh penting bagi wartawan dari media-media kecil baik di kota maupun di daerah tingkat dua, yang hampir tidak pernah disentuh pelatihan, sebab proses uji kompetensi sekaligus dijadikan juga sebagai proses berbagi pengetahuan dan pengalaman dari pengujinya. Apa yang boleh dan tidak boleh, ditularkan.
Dilihat dari tujuan SKW, wartawan didudukkan dalam posisi strategis dalam industri media, tidak sekadar buruh, pekerja, yang sekadar komponen pelengkap. Dengan demikian pemilik media tidak dapat seenaknya menempatkan orang.
Posisi vital newsroom harus diiisi oleh orang yang memiliki kompetensi sesuai tingkatannya. Promosi juga memperhitungkan kompetensi, sehingga manajemen harus menyiapkannya orang itu agar sesuai kemampuan jabatannya, tidak secara sembarang langsung menunjuk. Kedudukan strategis sebaliknya juga membuat manajemen tidak sembarang membuang orang orang yang berkompetensi tinggi, sebab newsroom selalu membutuhkan orang kompeten.
Semoga ke depan semakin banyak wartawan di Indonesia yang lulus tes UKW. Untuk selanjutnya secara konsisten melaksanakan tugas-tugas jurnalistik dengan profesional dan amanah. Aamiin ya robbal aalamiin…
*Penulis adalah Pakar Komunikasi, motivator nasional, dan penulis buku, mantan wartawan. Sejumlah bukunya di antaranya: Buku Trilogi The Power of Silaturahim, Humanisme Silaturahmi Menembus Batas, Berkarya & Peduli Sosial Gaya Generasi Milenial.