MALANG, Tugumalang.id – Bagi Bambang Suprapto, seni adalah sebuah refleksi diri untuk mencoba berbicara dengan diri sendiri yang kemudian diwujudkan dalam bentuk sebuah karya gambar.
Menyukai seni khususnya seni rupa sejak dini membuatnya begitu senang mengekspresikan apa yang dirasakannya menjadi sebuah karya seni.
Seniman yang juga seorang pendidik atau guru itu menjadikan seni sebagai sarana berbagi dengan orang-orang disekitarnya tentang bagaimana cara terbaik untuk merefleksikan diri.
Baca Juga: Cerita Omar Danishwara Tentang Bahasa, Nasionalisme, dan Kolaborasi Anak Muda
Salah satunya melalui pameran tunggalnya pada Juni 2024 lalu di Toko Buku Togamas Dieng, Kota Malang yang bertajuk ‘Dialog Dalam Diri’.

Bagi Bambang Suprapto setiap orang yang menikmati karya-karyanya bukan sekedar penikmat tetapi juga bagian dari karya seni itu sendiri.
Dalam Dialog Dalam Diri, ia mencoba mengajak setiap penikmat karya seninya untuk mengenal diri mereka sendiri dalam visualisasi gambar yang ada di pameran tersebut.
Kepada Tugumalang.id, pria yang akrab disapa Bembeng itu menceritakan inspirasi tentang refleksi diri yang diusung dalam pameran tunggal Dialog Dalam Diri. Ia mengaku terinspirasi dari istilah psikologi yakni Jouska.
Di mana Jouska memiliki makna tentang sebuah proses bagaimana manusia bisa berbicara dengan dirinya sendiri yang selama ini tertutupi oleh situasi dan keadaan.
Baca Juga: Cerita Alumni Vokasi UMM Melewati Berbagai Kesulitan saat Kuliah, Kini Merajut Mimpi di Jepang
Keadaan yang menuntut manusia hanya bisa menerima keadaan atau realitas tanpa bisa merefleksikan lebih dalam tentang siapa dirinya yang sesungguhnya.
Alasan itulah yang kemudian membuat Bambang ingin setiap orang dapat menemukan dirinya ketika melihat karya-karyanya.
“Menurutku pentingnya manusia ketika merefleksikan diri adalah pentingnya manusia mengenali dirinya sendiri. Apapun kejadian yang ada di dalam dirinya, kalau kita sudah masuk dalam diri kita masing-masing dan jauh di dalam diri kita akan tahu apa yang kita rasakan dan apa yang harus dilakukan sebagaimana mestinya,” ungkapnya.
“Harapannya karya-karya ku bisa mengajak orang untuk merefleksikan diri untuk membuat mereka sadar bahwa yang paling bisa memahami dirimu adalah dirimu sendiri. Dengan cara apa? dengan ngobrol dengan dirimu sendiri,” tutur Bambang Suprapto.
Sementara soal konsistensinya dalam berkarya dari yang semula sebuah hobi kemudian menjadi ruang mengekspresikan diri. Pria asal Nganjuk, Jawa Timur itu menyebut ada peran teman-teman dan juga seniornya di kampus yang membuatnya konsisten untuk terus berkesenian hingga saat ini.
Bambang mengakui bahwa pergumulannya dengan teman-temannya di organisasi kampus yakni OPIUM (Organisasi Seni Pecinta Seni FIP UM) membuatnya yakin untuk terus menghasilkan karya-karya yang bisa dibagikannya kepada orang-orang sekitar. Ia ingin karya seninya dapat memberi energi positif bagi setiap orang.
Ditengah-tengah kesibukannya sebagai seorang guru, Bambang merasa menemukan dirinya ketika menuangkan ide dan perasaannya melalui goresan-goresan kuas di kanvas. Kelegaan dirasakannya ketika bisa melahirkan sebuah karya sen berupa lukisan atau gambar.
“Jujur dari kecil aku suka gambar tapi tidak berpikir untuk jadi seniman. Setelah aku bertemu dengan lingkungan yang menurutku sangat positif saat kuliah di kampus sama organisasi di fakultas yang namanya OPIUM. Ketika aku masuk ke sana aku bertemu dengan orang-orang yang suportif,” ungkap Bambang.
“Jujur, andai saat momen itu enggak ketemu mereka mungkin enggak akan jadi seperti ini. Tahun 2018 ketika aku menjadi ketua, itu adalah titik awal ku pada akhirnya memutuskan serius disini (berkesenian). Tiga tahun di sana aku ketemu dengan orang yang positif banget, itu membuatku memutuskan serius di sini dari 2018 sampai sekarang,” imbuhnya.
“Aku memilihnya dan profesiku guru BK tapi ini akan menjadi hal yang aku sangat sukai dan aku kerjakan karena media ku untuk menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan dan apa yang aku rasakan kemudian disampaikan kepada orang-orang dengan energi yang positif,” lanjut seniman yang memiliki nama pena Unartifisial tersebut.
Dalam perjalanannya menekuni dunia seni rupa. Bambang juga mengakui bahwa ada beberapa seniman yang mempengaruhi proses berkeseniannya. Tetapi orang-orang terdekatnya yang lebih memberi pengaruh dari setiap karya seninya.
Termasuk ia merasa nyaman menyebut karya-karyanya beraliran ekspresionisme. Tepatnya ekspresionisme figuratif yakni kecenderungan seorang seniman untuk mendistorsi kenyataan dengan efek-efek emosional.
Ia mengaku lega ketika bisa berkontemplasi dan kemudian bisa menuangkannya dalam bentuk gambar. Bagi Bambang hal itu merupakan anugerah yang membuatnya merasa begitu lega saat menggambar atau melukis.
Tetapi proses berkontemplasi itu bagi Bambang tidak mudah karena ia harus bisa benar-benar merasakan ide dan perasaan tentang apa yang akan ia tuangkan dalam bentuk gambar.
“Yang berat ketika aku merefleksi sedih atau senang dan benar-benar merasakannya sebelum menggores warna di kanvas. Itu yang berat karena dalam karya-karya ini aku lebih banyak diam dan melihat dia (karya seni) daripada proses menggambarnya. Itu yang menurutku berat tapi setelah selesai, aku leganya setengah mati,” papar Bambang.
“Yang berat adalah proses refleksi apa yang aku rasakan, setelah keluar dan tertuang jadi gambar rasanya benar-benar lega,” tandasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
Editor: Herlianto. A