Tugumalang.id – Berbagai media dihebohkan dengan dugaan penyelewangan donasi umat oleh lembaga kemanusiaan, Aksi Cepat Tanggap (ACT). Diduga, dana miliaran rupiah tidak sampai kepada yang membutuhkan dan justru masuk ke kantong pribadi para petinggi ACT.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, dalam video di akun YouTube-nya yang tayang pada Senin (11/7/2022) membeberkan bahwa kasus yang serupa dengan ACT ini pernah terjadi beberapa kali sebelumya di berbagai belahan dunia. Namun, masih ada lembaga kemanusiaan yang penggeraknya bisa dijadikan teladan.
Kata dia, lembaga ini adalah Muhammadiyah, salah satu organisasi keagaaman terbesar di Indonesia. Bagaimana para penggeraknya bisa mengemban amanah umat dengan hidup sederhana adalah hal yang patut dicontoh.

Penggerak yang dimaksud oleh Rhenald adalah mendiang Buya Syafii Maarif dan Abdul Rozak Fachruddin atau yang akrab dipanggil AR.
AR merupakan pendahulu Buya Syafii dan menurut Rhenald, Buya Syafii sangat mengagumi kesederhanaan AR. “Soal kesederhanaan, saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Pak AR,” ujar Rhenald, menirukan Buya Syafii Maarif.
Pak AR Jualan Bensin
Pada saat ia memimpin Muhammadiyah di tahun 1968 hingga 1990, AR lebih suka mengendarai sepeda dibandingkan mobil mewah. “Ia menggunakan motor Yamaha di tahun 1970-an. Itupun ia mendapat hadiah dari seorang pengusaha batik, Prawiro Yuwono yang tidak tega melihat AR kemana-mana naik sepeda,” kata Rhenald.
Kemudian di tahun 1980-an, AR dengan halus menolak pemberian Toyota Corolla DX dari seorang pimpinan Astra. Toyota Corolla DX kala itu merupakan mobil yang trendi dan populer. Alasannya, ia tidak bisa menyetir mobil dan jalannya terlalu sempit kalau berdakwah ke kampung-kampung. “Padahal bisa saja ia menyuruh salah satu santrinya untuk menyetir mobil, tapi ia tidak mau,” imbuh Rhenald.
AR juga sempat ditawari untuk menempati posisi menteri oleh Presiden Soeharto, namun lagi-lagi ia menolaknya dengan halus. Ia menjawab dengan lugas bahwa ia merasa cukup dengan menjadi pemimpin Muhammadiyah.
Kesederhanaan ini terus berlanjut hingga akhir hayat AR. Ia berjualan bensin eceran di depan rumahnya untuk menyambung hidup. Ini ia lakukan hingga ia wafat.
Buya Syafii Naik KRL
Layaknya AR, Buya Syafii juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana. “Ia kemana-mana itu bersepeda, naik KRL, pulang tanpa jemputan, kalau di rumah sakit juga ikut antri,” ujar Rhenald yang mengenal Buya Syafii secara pribadi.
Kesederhanaan ini menjadi cermin bahwa mereka murni bekerja demi kemanusiaan, bukan demi keuntungan pribadi. “Mari kita belajar dari tokoh-tokoh kita yang menjadi teladan ini,” tutup Rhenald.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id