BATU – Pemanfaatan obat program intervensi gizi (stunting) di bawah naungan Dinas Kesehatan Kota Batu pada 2022 tidak berjalan dengan baik. Sampai-sampai obat senilai Rp 508 juta itu kadaluarsa karena tak terpakai. Alasannya karena pandemi COVID-19, ada penurunan pasien.
Namun menurut dewan, alasan itu tak logis karena menunjukkan OPD itu tak punya terobosan inovatif selama dalam mendistribusikan suplemen gizi anak remaja putri tersebut, meski terhadang pandemi sekalipun.
Kritik ini dilayangkan Ketua Komisi C DPRD Kota Batu, Khamim Tohari. Dia menyayangkan atas pendistribusian tablet pemenuhan gizi yang tak maksimal tersebut.
“Ini menunjukkan Dinkes tidak memiliki terobosan dalam menyalurkan tablet FE. Harusnya kan ada perencanaan yang matang sehingga tidak sampai menghamburkan anggaran daerah,” tegas Khamim.
Tablet FE sendiri memang dikhususkan bagi remaja putri berusia 12-18 tahun. Tablet ini merupakan suplemen zat besi yang penting bagi remaja putri yang bersiap menjadi calon ibu. Dengan pemenuhan gizi sejak dini, diharapkan dapat menekan angka kasus stunting di daerah.
Jika hanya karena alasan pandemi, kata Khamim itu hanyalah alasan klise. ”Oke, sekolahnya libur. Tapi kan Dinkes punya jaringan kader kesehatan di tiap desa/kelurahan. Juga bisa lewat karang taruna. Saya pikir itu hanya alasan saja,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinkes Kota Batu, Kartika Trisulandari tak bisa berkomentar banyak terkait masukan dari legislatif ini. Menurut dia, jumlah segitu dikatakannya masih wajar karena memang setiap tahunnya hampir selalu ada obat kadaluarsa.
”Hanya saja memang selama pandemi kemarin kami kesulitan mendistribusikan. Petugas kami terbatas dan konsentrasi penuh untuk penanganan COVID-19 dan vaksinasi,” papar Kartika.
Dalam hal ini, Kartika merincikan data akumulasi obat-obat kedaluwarsa di 5 puskesmas di Kota Batu. Rinciannya, Puskesmas Batu ada 116 jenis obat senilai Rp31 juta. Puskesmas Beji 40 jenis senilai Rp22 juta, Puskesmas Bumiaji 38 jenis senilai Rp17,3 juta dan Puskesmas Sisir 45 jenis senilai Rp14 juta.
Paling banyak berada di gudang farmasi kota (GFK) dengan 48 jenis obat senilai Rp373,7 juta. Secara keseluruhan nilai obat kedaluwarsa mencapai Rp508 juta. Obat-obat tersebut rencananya akan dimusnahkan tahun ini bekerja sama dengan pihak ketiga di Mojokerto.
Kartika mengatakan, kali ini bobot obat yang akan dimusnahkan mencapai 1 kuintal. Biasanya, rata-rata per tahun hanya berkisar antara 50-70 kilogram.
“Tahun ini bobotnya bertambah sekitar dua kali lipat. Biaya pemusnahan Rp35 ribu per kilogram. Realisasinya masih menunggu SK Wali Kota Batu,” pungkasnya.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id