Tugumalang.id – Berawal dari program pemerintah di tahun 2009 pada tingkat kelurahan yang mengadakan peningkatan potensi sumber daya ibu-ibu PKK di bidang batik, selang setahun berjalan kegiatan ini harus terhenti dengan alasan tidak banyak orang yang mengenal batik Malang, sehingga hal ini berdampak pada kesukaran perputaran ekonomi.
Namun, Wiwik Niarti selaku owner Batik Blimbing mencoba untuk melihat peluang yang ada, sehingga di tahun 2011 bersama dengan anaknya, Aulia Rismawati, mereka berhasil membangun bisnis mandiri di bidang batik tulis yang diberi nama Batik Blimbing.
“Ibu-Ibu PKK menganggap masih kurang menjanjikan waktu itu. Tapi di sini kita melihat kota Malang masih belum banyak pengrajinnya, sementara di kota-kota lain harus ada batik yang mengangkat ciri khas budayanya sendiri. Jadi kita inisiatif untuk melanjutkan kegiatan tadi, tapi menjadi usaha mandiri,” ujar Aulia.
Usaha Wiwik dan Aulia dalam mengangkat budaya Malang bisa dibilang berhasil. Berangkat dari PKK yang tidak memiliki basis membatik, tidak menghentikan langkah mereka untuk mengangkat batik Malang. Mereka menyiasatinya dengan membuka workshop di rumahnya untuk dapat belajar bersama.
Di tahun 2012, dalam produksinya mereka sudah menggunakan canting listrik, hal itu karena Aulia kesusahan untuk mencari Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat membatik.
“Di sini kami menggunakan canting listrik karena selain efisien juga bisa menekan produksi. Pengeluaran kita banyak, jadi saya sudah mengurangi jasa menggambar (melewati proses menggambar di kain) karena langsung kita jiplak di meja,” jelasnya.
Dia menambahkan, jika penggunaan canting tradisional bisa memakan waktu seminggu pembuatan, sedangkan canting listrik hanya membutuhkan tiga sampai empat hari.
Kini, mereka berhasil men-display berbagai produk dari kain batik seperti tas, selendang, masker, scraft, baju dengan desain yang mengangkat tema budaya dan tempat ikonik di Kota Malang di antaranya Topeng Malang, Tugu Malang, Malang Heritage, hingga Kampung Warna Jodipan.
“Ada beberapa yang sudah kita patenkan motif-motifnya, salah satunya yang khas kota Malang itu tadi. Kurang lebih ada delapan yang sudah dipatenkan,” terangnya.
Dengan tetap mengikuti perkembangan zaman yang ada, Batik Blimbing bisa dikatakan sukses dalam membangun marketplace-nya, ini dibuktikan dengan pemesanan oleh konsumen yang tidak hanya berkutat di Asia Tenggara namun mancanegara.
“Pasarnya karena kita jualan lewat online sudah sampai Inggris, Thailand, Singapura, Jepang. Kalau orang luar lebih menghargai handmade (buatan tangan), mereka lebih suka natural, biasanya juga cari yang ikonik,” tuturnya.
Karena proses pembuatan manual yang dilakukan membutuhkan waktu hingga berhari-hari, tak mengherankan jika harga batik mahal. Dalam produksinya, Aulia membanderol dengan harga 175–500 ribu untuk batik cap sedangkan untuk batik tulis dihargai mulai dari kisaran 500 ribu ke atas.
Dia juga menjelaskan bahwa di sini tugasnya tak hanya mendapatkan rupiah dari pelanggannya, namun juga dibarengi edukasi agar banyak orang paham tentang batik.
“Visi misi mengedukasi bahwa masyarakat belum banyak yang tahu tentang batik. Selama itu menggunakan malam panas disebut batik. Kalau printing tidak diakui UNESCO dan pemerintah karena itu adalah kain bermotif batik,” jelasnya.
Reporter: Fonda Imelia
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id