MALANG – Angka kasus stunting akibat gizi buruk di Kota Malang terbilang tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain di Jawa Timur. Wali Kota Malang Sutiaji menyebutkan, angka kasus stunting di kota pendidikan ini mencapai 17 persen di tahun 2020. Sebelumnya di tahun 2018, angkanya tembus 20 persen.
Cukup tinggi jika dibanding dengan daerah lain seperti Kabupaten Trenggalek misalnya sebesar 11,4 persen di tahun 2020. Lalu, ada Kota Mojokerto yang angka kasusnya sebesar 8,3 persen. Meski begitu, kasus stunting di Kota Malang kini mulai ada penurunan.
”Tahun 2019 itu 17 persen dan sekarang juga masih di 17 persen, artinya itu kan dinamis. Sebetulnya tidak begitu larah,” klaim Sutiaji dalam acara rembug stunting di Kota Malang, Kamis (29/4/2021).
Sebab itu, Sutiaji mengajak seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Malang untuk bersinergi menangani kasus ini. Nanti pihaknya akan merancanh sejumlah tugas kerja satuan terkait seperti Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan), Dinas Kesehatan hingga Dinas Sosial.
”Kayak Dispangtan itu bagaimana menyediakan pangan dan produk pertanian bergizi. Terus Dinsos, bagaimana Program Keluarga Harapan (PKH) ini disegerakan. Ini untuk menguatkan ketersediaan asupan gizi masyarakat,” terangnya.
Terlepas dari itu, penanganan dan upaya menuju zero stunting ini membutuhkan sinergitas juga dari OPD lain, tidak hanya dari Dinas Kesehatan saja. Menurut Sutiaji, stunting masih ada di Kota Malang disebabkan oleh faktor kemiskinan. Dimana faktor itu membuat akses masyarakat memperoleh makanan bergizi kurang sekali.
”Tapi ya bukan karena faktor kemiskinan saja. Juga ada faktor kepedulin orang tua ke anaknya, soal asupan gizi juga dibutuhkan,” ungkapnya.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi atau gizi buruk salam jangka waktu yang lama, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).