MALANG – Kabupaten Malang, khususnya di wilayah timur merupakan daerah penghasil kopi robusta berkualitas sejak masa penjajahan Belanda.
Menurut sejarah, kopi robusta pertama di Indonesia ditanam oleh orang Belanda di Desa Harjokuncaran, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Hingga saat ini, daerah tersebut masih dikenal sebagai salah satu penghasil kopi robusta terbaik di Indonesia.
Selain Sumbermanjing Wetan, kecamatan lain yang juga menghasilkan kopi adalah Ampelgading, Tirtoyudo, dan Dampit. Para petani di sana menamai diri mereka sebagai petani Kopi Amstirdam, yaitu singkatan dari nama empat kecamatan penghasil kopi di Kabupaten Malang.
Terinspirasi dari nama kelompok tani tersebut, berdirilah sebuah roastery atau penggorengan kopi bernama Amstirdam Coffee pada tahun 2011.
“Waktu itu saya diundang ke pertemuan petani di Kecamatan Turen. Ketika ngobrol-ngobrol, mereka menyebut diri mereka sebagai petani kopi Amstirdam. Dari situ saya memutuskan pakai nama Amstirdam,” ujar Sivaraja, pendiri Amstirdam Coffee saat ditemui di salah satu kafenya di Kota Malang.
Sesuai namanya, 80-90 persen pasokan kopi yang ia gunakan untuk kafenya berasal dari empat kecamatan tersebut. Ini juga selaras dengan tujuannya mendirikan Amstirdam Coffee, yaitu membantu mengenalkan kopi asal Malang kepada pecinta kopi di Malang, nasional, dan internasional.
Ia melihat peluang penjualan kopi yang tinggi karena banyaknya wisatawan yang masuk ke Malang setiap tahunnya. Saat itu Amstirdam Coffee pelan-pelan menawarkan produk mereka ke hotel-hotel dengan harapan wisatawan yang menginap bisa mencicipi kopi Malang.
Lama kelamaan, banyak pelanggan yang mengusulkan agar Amstirdam Coffee membuka kafe supaya mereka bisa mencicipi kopinya di sana. Jika suka, mereka baru membeli produk kopi untuk dibawa pulang.
“Dari situlah muncul kafe Amstirdam Coffee,” kata Sivaraja.
Saat ini Amstridam Coffee lebih dikenal dengan nama Amstir. Namun ini bukan berarti mereka tidak lagi menggunakan kopi dari Kecamatan Dampit.
Sivaraja menjelaskan perubahan nama ini dikarenakan nama Amstirdam sudah didaftarkan untuk mendapatkan hak paten indikasi geografis. “Suatu saat kopi Amstirdam ini jadi seperti kopi Kintamani di Bali,” imbuhnya.
Untuk itulah ia menggunakan nama pendek Amstirdam Coffee yang sering digunakan oleh pelanggan, yaitu Amstir. “Customer sering bilang ‘lagi di Amstir’ atau ‘ayo ke Amstir’. Saya pikir nama pendek itu juga enak didengar,” kata Sivaraja.
Mengenai wacana adanya brand kopi Kanjuruhan yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, Sivaraja mendukung sepenuhnya dan yakin brand tersebut tidak akan bentrok dengan kopi Amstirdam. “Justru itu akan membuat industri kopi menjadi lebih berwarna,” tambahnya.
Untuk kopi Kanjuruhan, menurutnya Pemkab Malang perlu menegaskan wilayah mana saja yang tercakup dalam brand tersebut.
“Setiap origin atau daerah kebun bakal punya penamaan sendiri sesuai dengan daerahnya. Mungkin ini yang perlu ditegaskan, Kopi Kanjuruhan itu mewakili daerah mana,” katanya.
Selain kopi yang diambil dari petani kopi Amstirdam, Sivaraja juga mengambil pasokan dari kelompok tani Wonosantri yang dikenal dengan nama Kopi Lemar, singkatan dari Lembah Arjuno.
Kopi Lemar merupakan kopi arabika dengan kualitas tinggi yang pernah mengikuti Indonesian Specialty Coffee Auction di Bali pada tahun 2018. Di ajang tersebut, Kopi Lemar berhasil memenangkan lelang dengan harga Rp 305.000 per kilogram.
“Sayangnya prestasi tersebut tidak terekspos,” sesal Sivaraja.
Ke depannya, Sivaraja akan membuka kesempatan kerja sama dengan daerah-daerah lain di Malang. “Tujuannya adalah memperkenalkan kopi-kopi Malang di pasar nasional dan internasional,” pungkasnya.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: Jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id