Tugumalang.id – Abdul Manan Wijaya salah satu tokoh asal Malang yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional berkat perannya melawan penjajah. Dia dikenal sebagai sosok yang ahli dalam strategi perang.
Abdul Manan Wijaya lahir pada 1915 di Desa Ngroto, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Nama aslinya adalah Rumpoko dan ayahnya merupakan seorang mandor jalan. Ketika muda, ia mengenyam pendidikan sebagai santri di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Setelah menyelesaikan pendidikannya ia kemudian bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA). Selama aktif di PETA, ia menjadi Chudanco di Dai II Chudan Malang. Walau bergerak sebagai tentara, sosok santri tidak lepas dari dirinya. Ia tetap berlangganan koran Suara Ansor dan Suara NU dari Surabaya.
Baca Juga: KH Masjkur, Pahlawan Nasional Asal Malang yang Sempat Jadi Menteri di Era Kemerdekaan
Karier militernya terus ia kembangkan, hingga ketika terjadi Agresi Militer I dan II oleh Belanda, ia berpangkat mayor. Ia ditugaskan sebagai Komandan Batalyon II yang berada di Pujon, Ngantang dan Kasembon.
Sebagai seorang militer, keahliannya dalam menyusun taktik dan strategi untuk melawan penjajah sangat bersinar. Bersama dengan Mayor Sunandar dan Letnan Soemadi, ia merancang berbagai serangan cerdik terhadap pasukan Belanda. Kemahirannya tersebut sering membuahkan kemenangan bagi Indonesia.
Salah satu contoh kepandaiannya berstrategi dapat dilihat dari penyerangan pasukan Belanda di Desa Pandesari. Kala itu Belanda berhasil mengandaskan Kecamatan Pujon di mana banyak warga dianiaya, disiksa dan ditahan.
Baca Juga: Kisah Heroik Pahlawan Trip, Para Pelajar yang Melawan Agresi Militer Belanda
Abdul Manan kemudian mengumpulkan kekuatan, dengan berunding bersama tokoh-tokoh lain, disusunlah strategi resistansi. Ketika Belanda tengah berpesta, berdansa dan menikmati minuman keras, penyerangan kejutan dilakukan di bawah komando Abdul Manan.
Terjangan ini mengakibatkan porak porandanya pasukan Belanda. Bahkan nyawa pimpinan pasukan Belanda berhasil direnggut. Akhir gempuran, Indonesia lah yang menjadi pemenangnya.
Abdul Manan tidak hanya mahir berstrategi tetapi ia juga seorang negosiator yang mumpuni. Tatkala itu penyerangan di Desa Pendari yang merupakan daerah perbatasan status quo menyebabkan TNI akan dijatuhkan sanksi oleh Komite Tiga Negara (KTN). Kecakapannya bernegosiasi kemudian sukses membawa delegasi Batalyon II untuk lepas dari sanksi tersebut.
Semasa hidupnya, pahlawan nasional kelahiran Pujon ini terus memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia. Ia wafat dengan pangkat terakhirnya sebagai Brigjen. Ia dimakamkan di Desa Sisir, Kecamatan Batu atas permintaannya karena tak ingin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP).
Jasa dan andilnya terhadap kemerdekaan tidak dilupakan. Namanya kemudian dikenang dan diabadikan pada 10 November 1989 oleh Bupati Malang H Abdul Hamid M sebagai nama jalan. Birgjen Abdul Manan Wijaya kini resmi ditetapkan sebagai nama jalan raya di kecamatan Pujon daerah gerilya Batalyon Abdul Manan.
Penulis: Angelinne Ivana Simandalahi (Magang)
Editor: Herlianto. A