MALANG, Tugumalang.id – Setidaknya ada empat tradisi tahunan warga Malang yang masih lestasi dan terus diperingati setiap tahunnya. Berbagai tradisi ini sekaligus menjadi kekhasan budaya di Malang.
Lestarinya tradisi di Kabupaten Malang, membuatnya tidak hanya terkenal dengan beragam wisata pantai, alam maupun kulinernya juga memiliki tradisi yang turun temurun masih bertahan sampai saat ini.
Penyelenggaraan tradisi ini terbuka bagi publik. Nah, kalau Anda tertarik untuk menyaksikannya, simak penjelasan di bawah ini dan pastikan waktunya tepat.
1. Kirab sesaji satu suro
Tahun Baru Islam atau satu Muharam diperkenalkan sejak lama oleh Sultan Agung, Raja Mataram Islam. Masyarakat Jawa lebih suka menyebutnya Satu Suro. Momen ini dianggap sebagai peristiwa sakral.
Baca Juga: Menikmati Kuliner Tradisional Jenang dengan Kemasan Kekinian Ala De Jenangs, Wajib Dicoba!
Oleh karena itu, hingga hari ini, banyak masyarakat Jawa masih memperingati hari tersebut sebagai cara untuk bersyukur kepada Tuhan.
Kirab Sesaji satu suro adalah nama perayaan di Malang untuk memperingati Satu Suro. Proses ritual dilakukan dengan mengelilingi desa di wilayah Gunung Kawi, khususnya Wonosari.
Orang-orang akan pergi ke makam Eyang Junggo dan Imam Soedjono dengan membawa sesaji. Mereka mengenakan pakaian adat Jawa.
Setelah tiba di lokasi, pemimpin upacara akan membacakan doa. Selepas itu, warga akan memperebutkan gunungan tumpeng dengan berbagai makanan.
Banyak penari dari usia anak-anak hingga dewasa memeriahkan perayaan ini. Selain itu, upacara adat ini juga melibatkan pembakaran ogoh-ogoh besar sebagai tanda menjauhkan diri dari bahaya.
2. Jalanidhipuja
Acara budaya tahunan di Malang ini terkait dengan agama tertentu yaitu Hindu. Acara Jalanidhipuja diadakan menjelang tahun baru Saka atau Nyepi.
Tempatnya berada di Pantai Balekambang, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Tujuan acara ini untuk mengharapkan kelancaran dan keberkahan dari Tuhan pada tahun berikutnya.
Baca Juga: Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat, Simak Penjelasannya di Sini!
Upacara ini selalu dilakukan di air sebagai simbol keberkahan dan kelancaran dan prosesi larung adalah puncak acaranya. Makanan yang dibuat sesaji ini terdiri dari buah, sayur, dan berbagai jenis hasil pertanian lainnya. Kemudian laki-laki muda Hindu melepaskan sesaji tersebut ke laut lepas.
3. Grebek tirto aji
Masyarakat Tengger di Malang melakukan ritual Grebeg Tirto Aji. Mereka melakukan upacara adat ini untuk menyambut datangnya hari besar Yadya Kasada, yang diperingati setiap hari ke-14 bulan Kasada.
Dalam ritual ini, mereka mengarak jampana yang berisi berbagai macam buah dan sayuran ke pendopo Pemkab Malang. Setelah prosesi arak-arakan selesai, acara dilanjutkan dengan Tari Tujuh Bidadari. Acara ini dipentaskan di Sendang Widodaren Wendit.
Sambil disaksikan oleh ketua adat Suku Tengger, Bupati Malang mengambil air suci yang diberikan kepada warga pada acara tersebut. Diakhiri dengan prosesi syukuran, doa dibacakan untuk meminta keberkahan dan perlindungan bagi seluruh masyarakat.
Acara Grebeg Tirto Aji berakhir dengan kemeriahan dan antusiasme masyarakat dalam memperebutkan jempana buah dan sayuran serta nasi tumpeng.
4. Upacara Kasada
Kasada berasal dari kata “kesepuluh”, yang merujuk pada bulan di mana upacara tersebut dilakukan, yaitu bulan kesepuluh pada kalender Jawa, atau tanggal empat belas. Umat Hindu Tengger mengikuti upacara adat ini.
Berdoa dan menyerahkan sesaji atau hasil bumi ke kawah Gunung Bromo di Jawa Timur adalah inti dari upacara ini. Pura Luhur Poten adalah tempat upacara adat dilakukan.
Upacara dimulai dengan tarian tradisional dari cerita Roro Anteng dan Joko Seger. Pelantikan dukun dan pemberkatan umat dilakukan setelah itu.
Dukun terpilih memimpin rombongan dengan membawa banyak sesaji dan air suci yang diambil dari 5 sumber mata air yang telah ditentukan menuju puncak Bromo. Selanjutnya, hasil bumi dimasukkan ke dalam kawah.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Hindun Atya Rahmania (Magang)
Editor: Herlianto. A