BATU – Pemkot Batu dinilai gagal mempertahankan lahan sawah yang seharusnya dilindungi (LSD). Seharusnya, Pemkot Batu wajib melindungi 684 hektare LSD, namun 34 hektare LSD di antaranya tidak dapat dipertahankan mengingat ada bangunan di atas lahan tersebut.
Ini diketahui dari hasil verifikasi faktual Kementerian ATR/BPN. Sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Kota Batu telah mengusulkan sebesar 684,4 hektare LSD.
“Namun oleh kementerian ATR/BPN direvisi menjadi 643 hektare. Jadi ada 34,73 hektare LSD itu tidak dapat dipertahankan karena telah terdapat bangunan di atas lahan tersebut,” ungkap Kepala Bapelitbangda M Forkan dihubungi pada Kamis (26/10/2022).
Lebih lanjut, sambung Forkan, lahan pertanian di Kota Batu didominasi oleh pertanian hortikultura yang banyak terdapat di Kecamatan Bumiaji. Sisanya, lahan berupa sawah jumlahnya jauh lebih sedikit kebanyakan ditemui di Kecamatan Junrejo,
Menanggapi hal ini, Ketua DPRD Kota Batu, Asmadi mengingatkan agar eksekutif punya ketegasan sikap dalam menjaga LSD. Secara regulasi, kewajiban itu juga mengacu pada keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 1589/Sk-Hk 02.01/XII/2021. Di sisi lain, kewajiban itu juga tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2022-2042.
“Keberadaan LSD ini penting sebagai upaya menjaga ketahanan pangan. Keberpihakan pemerintah dalam hal ini harus tegas,” kata Asmadi.
Hilangnya 34 hektar itu menjadi lahan bangunan menjadi bukti ketidaktegasan eksekutif. Asmadi berharap ke depan tidak ada lagi lahan LSD yang disulap beralih fungsi menjadi perumahan atau lokasi wisata.
“Jangan sampai kecolongan lagi. Saya minta jangan sampai tergoda oleh pihak-pihak lain yang coba mengalihfungsikan lahan. Lagipula dalam Perda RTRW juga telah disetujui,” tandasnya.
Sementara, menurut Wakil Wali Kota Batu, Punjul Santoso, upaya menjaga ketersediaan lahan LSD ini juga perlu dibahas oleh banyak pihak. Lahan LSD yang terlanjur ada bangunan itu menurut dia harus dilakukan penyesuaian.
“Sehingga harus dilakukan penyesuaian. Meski begitu untuk aturan berapa persen lahan hijau di tiap kecamatan harus tetap diikuti,” ujar Punjul.
Penyesuaian, lanjut Punjul, juga kembali harus dilakukan karena adanya banjir bandang yang terjadi tahun 2021 lalu. Tujuannya agar tidak terjadi bencana akibat masifnya alih fungsi lahan tersebut.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A