MALANG | TuguMalang.id – Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang ternyata tak hanya terkenal karena wisata bambunya saja. Desa ini juga dikenal dengan kerajinan akar bambu yang berkualitas.
Totok Setyawan Putranto (34), merupakan seniman asal Desa Sanankerto yang menyulap limbah bambu menjadi karya seni yang bernilai. Ia memanfaatkan akar bambu yang biasanya dibiarkan membusuk menjadi asbak, topeng, dan karya seni lainnya.

Sebelum berkarya dengan akar bambu, Totok banyak mengukir dengan menggunakan bahan kayu. Baru di tahun 2014, saat Boonpring mulai dikembangkan, ia beralih ke akar bambu.
“Dulu saya main kayu. Tapi karena di sini ikonnya bambu dan terkenal dengan Boonpring, saya mulai mengelola limbah bambu,” ujarnya saat ditemui di kedai kopinya yang berada di kawasan wisata Boonpring, Rabu (3/8/2022).
Totok tidak pernah mengikuti sekolah kesenian. Ia belajar memahat dan menciptakan sebuah karya secara autodidak sejak tahun 2010. Sesekali, ia berkonsultasi ke pemahat yang sudah ahli. Namun, selebihnya ia pelajari sendiri.
“Saya sudah suka karya seni sejak masih kecil. Tapi saya nggak pernah berguru ke orang tertentu,” katanya.
Untuk membuat karya seni, ia membeli bahan baku akar bambu dari orang-orang di kampung sekitarnya. Biasanya, akar-akar bambu tersebut tidak diolah lagi, sehingga dibiarkan begitu saja. Totok berpikir, akar tersebut masih memiliki nilai tambah jika dikreasikan menjadi sebuah karya.
“Di sini banyak bahan baku bambu. Makanya, saya berpikir bambu ini bisa dikreasikan,” kata Totok.

Menurutnya akar bambu yang paling baik kualitasnya adalah dari jenis bambu ori, kemudian bambu pethung dan bambu ampel. Namun Desa Sanankerto ini kebanyakan memiliki bambu pethung dan bambu jawa.
“Bambu ori itu akarnya besar dan seratnya padat.Tapi kalau yang tersedia bambu pethung dan jawa, ya saya ambil. Kelamaan kalau nunggu (persediaan) bambu ori,” ujarnya.
Hasil karyanya ia jual melalui media sosial dan pameran-pameran. Peminatnya cukup banyak, namun hanya kalangan tertentu seperti kolektor dan penikmat seni. Meski demikian, jangkauan peminatnya sangat luas, termasuk wisatawan mancanegara. Karyanya turut dikagumi oleh warga Swiss, Belgia, dan Maroko.
Harga karya seninya yang termurah adalah Rp 30 ribu, yaitu sebuah asbak. Untuk karya lainnya, harganya beragam. Kisaran harganya bisa mencapai Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta.
Sayangnya, selama pandemi ini ia harus berhenti berkarya. Penjualannya tersendat karena tidak ada pameran yang berlangsung. Perekonomian yang sulit juga membuat masyarakat berhenti mengeluarkan uang untuk membeli karya seni.
Saat ini pandemi sudah mereda, ia mulai bersiap-siap untuk berkarya lagi. “Ini sudah mulai normal, saya mulai mempersiapkan alat-alat saya,” kata Totok.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id