Tugumalang.id – Ledakan kasus COVID-19 selama 2 bulan terakhir membuat penanganan pasien orang tanpa gejala (OTG) kini dipusatkan dirawat di tempat isolasi terpusat (isoter), tak terkecuali di Kota Batu. Seiring itu, laju penularannya mulai melandai.
Tentu banyak hal telah dilalui, terutama dari perawat yang bertugas di sana. Salah satunya adalah Wiwik Safitri, alumnus Universitas Muhammadiyah Malang yang bertugas di Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Kota Batu.
Wiwik sudah bertugas di sana sejak 7 bulan silam. Selama itu, dia telah berhadapan dengan banyak macam jenis pasien. Mulai yang ramah hingga tidak mengenakkan. Ada yang baik, ada juga yang marah-marah bahkan mengancam bunuh diri.
”Iya waktu Maret 2021 lalu itu ada yang ngancem bunuh diri. Dia merasa isoter ini kayak penjara. Padahalkan tidak, di sini kami memberi perawatan yang baik,” jelasnya.
Tak hanya itu, Wiwik juga kerap mendapat ancaman tidak mengenakkan. Banyak pasien yang selalu marah-marah karena merasa dikurung seperti di penjara. ”Waktu itu saya gak berani dan akhirnya minta bantuan ke Babinsa,” kata dia.
Meski begitu, pengalamannyapun tak melulu buruk. Perempuan berusia 22 tahun itu juga masih merasa nyaman bekerja di sana. Dia didukung dengan rekan kerja yang ramah selama bertugas. Bagaimanapun, kata dia, kerjanya adalah sebuah kewajiban.
Wiwik memutuskan bekerja di tengah orang-orang yang terpapar COVID-19 bukan tanpa alasan. Dia memberanikan diri bertugas di isoter karena memang sedang butuh pekerjaan. Sebab itu, setiap hari dia masih merasa was-was.
Meski sudah menerapkan protokol kesehatan ketat, dirinya masih tetap saja terpapar COVID-19 pada beberapa bulan lalu, saat dia memberikan perawatan kepada pasien. Beruntung, dia tak memiliki gejala yang parah. ”Itu saya akhirnya dirawat 10 hari di isoter,” kata dia.
Hingga hari ini, diapun masih was-was karena harus berinteraksi dengan orang-orang yang positif COVID-19 setiap harinya. ”Tapi saya percaya dan tetap waspada. Disiplin prokes dan banyak mengonsumsi vitamin,” yakinnya.
Kini, Wiwik ikut lega sejak mulai melihat adanya tren penurunan kasus penularan, terutama di Kota Batu. Di mana tingkat keterisian pasien di sini mulai menurun jika dibanding sebelum-sebelumnya.
Kata dia, keterisian paling tinggi yang pernah tercatat mencapai 112 bed dari total 156 bed. Nah, selama 2 hari ini tercatat sudah 0 pasien.
”Tertinggi pernah tembus 112 pasien karena memang COVID-19 sedang meledak-ledaknya sekitar Juli-Agustus 2021 lalu. Tapi meski begitu kita tetap standby buat jaga-jaga sampai kondisnya dinyatakan kondusif,” pungkasnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti