BATU – Penghobi tanaman hias belakangan ini mulai menjamur. Otomatis permintaannya pun meroket. Nah, Kota Batu sebagai wilayah pemasok utama tanaman dan bunga hias dari Indonesia ternyata mulai kewalahan. Bagaimana tidak, permintaan pasokan bisa sampai 2000 unit tiap bulannya.
Seperti dikatakan Juni Purnomo yang adalah Ketua Jaringan Petani Nasional Kota Batu. Hal ini sudah dirasakan petani dalam 2 tahun terakhir. Kondisi ini membuat neraca supply dan demand tak seimbang. Akibatnya, sejumlah jenis tanaman kini jadi barang langka.
”Seperti yang awalnya tanaman kelas hias sekarang bisa jadi kelas koleksi. Stoknya di Kota Batu sudah tipis sekali. Terus terang sudah mulai sulit,” kata dia pada awak media, Rabu (20/10/2021).
Juni mengatakan, petani Kota Batu tidak hanya memasok ke pasaran dalam negeri saja, tapi juga ke pasaran internasional. Sebut saja seperti ke Jepang, Rusia, Belanda hingga negeri Paman Sam Amerika.
Dia mencontohkan seperti tanaman jenis Anthurium Kuping Gajah dan Philodendron itu banyak diminati di Belanda dan Amerika Serikat. Untuk di Jepang dan Rusia, banyak mencari tanaman jenis Agave Titanota dan Sanseveira Trifasciata.
Menghadapi kondisi itu dia berharap dinas terkait melakukan pendampingan kepada petani, terutama untuk menyediakan laboratorium kultur jaringan. Kenapa? Karena memang kondisi itu tercipta karena banyak petani masih menggunakan cara lama.
Jika difasilitasi oleh laboratorium kultur jaringan, kata dia, maka kendala budidaya perbanyakan tanaman itu bisa diatasi. Metode kultur jaringan sudah bangak dijalani banyak petani di Thailand dan Filipina.
”Jadi kondisinya begini, kita sering banyak diminta dari luar negeri. Mereka juga berani bayar mahal. Kan sayang jika ditolak terus, pasokan ekspor jalan, kita juga sejahtera. Saya berharap sekali dinas terkait mendengar ini,” harapnya.
Terpisah, Kepala DPKP Kota Batu, Sugeng Pramono berjanji akan mewujudkan aspirasi petani tanaman hias ini. Selama ini, Sugeng mengaku jika sudah sering memberikan pelatihan-pelatihan dengan tujuan agar menjadi petani mandiri.
”Mandiri yang dimaksud adalah petani yang bisa ekspor tanpa harus lewat pihak ketiga. Sehingga untungnya ya petani sendiri yang dapat,” kata dia dikonfirmasi.
Terlebih, lanjut dia, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga mendorong agar daerah bisa mandiri dalam memperbanyak ekspor komoditas pertanian. Pertanian memang terbukti menjadi sektor paling tangguh, sekalipun dihadapkan masa pandemi.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Sujatmiko