MALANG, Tugumalang – Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan mengungkapkan kekecewaannya atas jalannya persidangan perdana kasus Tragedi Kanjuruhan yang digelar tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Senin (16/1/2023). Padahal peristiwa 1 Oktober 2022 yang menewaskan 135 korban jiwa itu bukanlah kasus asusila.
Keluarga korban, Devi Athok yang 2 anaknya dan mantan istrinya tewas dalam Tragedi Kanjuruhan mengaku heran dengan proses hukum itu. Dia mengatakan bahwa keadilan bagi para korban Tragedi Kanjuruhan tampaknya memang sulit didapatkan.
“Kami tidak boleh datang, media tidak boleh mengekspos. Ada apa keadilan di negeri ini. Apa ini kasus asusila. Ini kan tragedi yang bukannya tidak boleh di ekspos,” ucapnya.
Padahal menurutnya, sejumlah keluarga korban Tragedi Kanjuruhan pernah memohon agar persidangan bisa disiarkan secara live di televisi agar bisa mengikuti meski tak hadir ke Surabaya.
“Kalau lihat dinamika yang ada, kami tidak boleh menghadiri, persidangan tertutup dan tidak boleh disiarkan media secara langsung. Ini kan pembodohan kepada masyarakat,” ungkapnya.
Devi Athok merupakan satu satunya keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang merelakan kedua anaknya dilakukan autopsi. Kini, Devi Athok mengaku belum bisa menaruh kepercayaan secara penuh atas penegakan hukum di Indonesia.
“Kami tidak boleh melihat kangsung, masyarakat tidak bisa mengikuti dan pasal yang dikenakan hanya itu (pasal kelalaian). Kan ini saya jadi tidak percaya dengan hukum di Indonesia,” ujarnya.
Kini dia hanya berharap majelis hakim PN Surabaya menetapkan keputusan berdasarkan hati nurani. “Kalau masih kurang adil, coba bertukar posisinya dengan saya sebagai ayah korban,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: jatmiko