Jumat, April 25, 2025
Tugumalang.id
No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Insight
  • Pariwisata
  • Politik
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Insight
  • Pariwisata
  • Politik
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan
No Result
View All Result
Tugu Malang ID
No Result
View All Result
Home Budaya

Sejarah Klenteng Eng An Kiong Malang dan Jejak Jenderal Dinasti Ming Tiongkok

Redaksi by Redaksi
Januari 20, 2023 4:30 pm
in Budaya
Klenteng Eng An Kiong Malang

Sejarah berdirinya Klenteng Eng An Kiong Malang (Foto/Rub

Share WhatsappShare FacebookShare Twitter

MALANG, Tugumalang – Masyarakat Malang raya tentu tak asing dengan Klenteng Eng An Kiong Malang. Klenteng ini jadi yang tertua sekaligus jejak para jenderal Tiongkok. Berdirinya Klenteng tentu tak lepas dari perjalanan sejarah berkembangnya masyarakat Tionghoa di tanah Jawa.

Berkembangnya etnis Tionghoa di tanah Jawa telah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Para pedagang China datang untuk berbisnis dengan penduduk lokal maupun Belanda yang sudah menjajah Indonesia.

READ ALSO

Kenduri Rupa: Pameran Lukisan yang Rayakan Keberagaman Seniman Kota Batu

Kupatan, Tradisi Unik di Malang saat Lebaran yang Wajib Kamu Tahu

Mereka datang dan menempati beberapa pelabuhan utama seperti Tuban, Surabaya, Jepara, Semarang dan Sunda Kelapa. Sekitar tahun 1800-an, Pemerintah Hindia Belanda mencatat jumlah penduduk Cina di Jawa mencapai 100 ribu jiwa dan meningkat hingga 500 ribu jiwa pada akhir abad 19.

Karena jumlahnya yang terus meroket, Pemerintah Belanda pun membuat beberapa peraturan pengelompokan lokasi mukim etnis. Hal tersebut yang melatarbelakangi munculnya kawasan Cina Town atau pecinan hingga pembangunan beberapa pusat Kota. Perkembangan umat Tionghoa juga menjadi awal berdirinya bangunan rumah ibadah Klenteng.

Sejarah Berdirinya Klenteng Eng An Kiong Malang

Klenteng Eng An Kiong memiliki sejarah yang cukup panjang. Klenteng tertua di Malang ini mulai dibangun sekitar 400 tahun setelah Laksamana Cheng Ho mendarat di tanah Jawa pada 1825. Catatan perjalanan berdirinya Klenteng ini pun sempat diteliti oleh Kautsar Ranggi Primanggalang, mahasiswa Universitas Negeri Malang dalam karya akademiknya

Pembangunan Klenteng dilakukan berdasarkan inisiatif Letnan Kwee Sam Hway. Ia adalah keturunan ke-7 dari Jenderal Dinasti Ming yang pernah berkuasa di Tiongkok. Dalam proses pembangunan klenteng, masyarakat Tionghoa pun turut membantu baik dalam hal tenaga maupun pembiayaan.

Ornamen di Klenteng Eng An Kiong Malang (Foto/Rubianto)

Setelah pembangunan selesai, Letnan Kwee Sam Hway pun didaulat menjadi ketua pengurus Klenteng Eng An Kiong sejak tahun 1842 hingga 1863. Jabatan ini lalu turun temurun diwarisi oleh kedua putranya.

Putra pertama, Letnan Kwee Sioe Ing menjadi ketua klenteng sejak 1864 hingga 1880. Setelahnya, klenteng dipelihara oleh adiknya, Letnan Kwee Sioe Go mulai 1880 hingga 1889. Cerita ini dapat diketahui dari buku kenang-kenangan kirab ritual dan budaya Klenteng Eng An Kiong.

Periode setelahnya, kepemimpinan pengurus Klenteng Eng An Kiong beralih dari letnan ke letnan yang diikuti berbagai pembangunan dan penambahan ruangan. Seperti pada masa kepemimpinan Letnan Han Shi Tai pada tahun 1897 hingga 1903 yang melakukan penambahan ruangan. Selanjutnya kepeminpinan dipercayakan pada Letnan The Boen Kik mulai 1904 hingga 1914 dan berlanjut ke Letnan Tan Kik Djoen pada 1914 hingga 1920.

Renovasi Klenteng oleh para Letnan dan Dermawan
Bangunan klenteng pun sempat mengalami renovasi beberapa kali. Catatan renovasi pertama pernah dilakukan pada tahun 1912 dibawah kepemimpinan Tok Tjay Sing. Renovasi kedua dilakukan oleh Pat Kwa Teng yang membangun altar Bie Lik Hud pada 1966.

Gerbang klenteng pun tak lepas dari pemugaran. Tercatat gerbang Klenteng Eng An Kiong pernah dipugar pada tahun 1978. Sejarah ini dapat diketahui dari tahun yang tertulis pada gerbang sebagai bukti peresmian saat itu.

Adanya peresmian gerbang klenteng menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia periode tersebut masih membolehkan dan menghormati kebebasan beragama. Walau demikian, kondisi klenteng saat ini masih sederhana dan tak jauh berbeda dengan kondisi tahun 1968.

Arsitektur bangunan Klenteng Eng An Kiong
Saat awal berdiri, Klenteng Eng An Kiong dibangun dengan gaya arsitektur khas Tionghoa, lengkap dengan ornament-ornamennya. Namun selama perjalanan klenteng, terjadi akulturisasi budaya yang juga teradopsi pada beberapa sudut Klenteng.

Misalnya saja penambahan kuda-kuda bangunan yang identik dengan bangunan eropa dengan bentuknya seperti segitiga. Sedangkan rancangan bergaya Cina biasanya berbentuk persegi panjang yang bertumpuk dari bawah ke atas.

Adanya akulturasi budaya Eropa ditemukan pada bangunan baru yang belum ada pada awal berdiri. Bangunan awal yang berisikan ruang-ruang suci utama dan samping yang digunakan untuk beribadah hampir tak berubah dan memang memiliki gaya arsitektur khas Tionghoa.

Kuda-kuda yang merupakan akulturasi dari kebudayaan lain diletakkan di sela-sela bangunan suci utama dan ruang samping atau bangunan tambahan lainnya. Secara fisik, bangunan klenteng pada umumnya terdiri dari empat bagian, yaitu halaman depan, ruang suci utama, bangunan samping, dan bangunan tambahan.

Prasasti di beberapa sudut bangunan Klenteng Eng An Kiong Malang
Bila Anda penasaran tentang sejarah berdirinya Klenteng Eng An Kiong, maka pergi langsung ke klenteng yang berlokasi di Jalan Martadinata Kota Malang. Setelah tiba disana, cobalah untuk berkeliling dan meminta informasi pada pengurus yang ada.

Bukti pembangunan dan renovasi di klenteng tersebut ternyata selalu dicantumkan pada bangunan. Terdapat beberapa prasasti yang berisi nama-nama masyarakat yang menjadi donator dan para dermawan yang membantu pembiayaan pembangunan.

Nasib Etnis Tionghoa pada Masa Orde Baru

Pengelompokan pemukiman berdasarkan etnis atau yang dikenal dengan undang-undang “Wijkenstelsel” oleh Pemerintah Belanda tak hanya mempengaruhi pola perkembangan bangunan milik etnis Tionghoa.

Pasca kemerdekaan, tepatnya saat masa rezim orde baru berkuasa, pengurus Klenteng Eng An Kiong sempat mengalami masalah perizinan saat akan melakukan pemugaran dan renovasi bangunan. Hal ini bisa diketahui dari munculnya Inpres No. 14 tahun 1967 yang mengatur tentang agama, kepercayaan dan adat.

Tak hanya itu, pada 1966 muncul peraturan peraturan yang mewajibkan warga Tionghoa merubah namanya menjadi nama umum masyarakat Indonesia. Alasaanya demi pembentukan karakter nasional yang salah satunya lewat nama.

Hal ini turut dilakukan oleh para ketua pengurus Klenteng Eng An Kiong. Nampak dalam catatan adanya nama Kusuma Rahardjo yang menjadi ketua pada 1977 hingga 1978. Lalu diikuti Wirianto pada 1978 hingga 1981, Kasworo (1981-1988) dan Seotjipto Tanojo (1988-2000).

Penulis: Imam A. Hanifah
editor: jatmiko

Tags: Klenteng Eng An Kiong MalangLaksamana Cheng Ho

Related Posts

Pameran lukisan Kenduri Rupa
Budaya

Kenduri Rupa: Pameran Lukisan yang Rayakan Keberagaman Seniman Kota Batu

Kamis, 24 Apr 2025
Tradisi kupatan yang menjadi salah satu tradisi unik di Malang dalam menyambut lebaran. /Foto: Pixabay.com/Ignartonosbg.
Budaya

Kupatan, Tradisi Unik di Malang saat Lebaran yang Wajib Kamu Tahu

Selasa, 1 Apr 2025
Candi Singosari
Budaya

Candi Singosari: Peninggalan Kerajaan Singhasari yang Pemugarannya Tak Pernah Diselesaikan

Minggu, 2 Mar 2025
Kemeriahan Festival Seni Tradisi di Taman Krida Budaya, Kota Malang. (Foto/dok.)
Budaya

Festival Seni Tradisi di Kota Malang Hidupkan Warisan Nusantara

Kamis, 27 Feb 2025
Penampilan Swara Pertiwi – Festival Seni Tradisi. Foto/dok
Budaya

Debut Aduhai Swara Pertiwi di Festival Seni Tradisi #1

Senin, 24 Feb 2025
Ilustrasi etalase novel-novel misteri. (Foto:Pinterest)
Budaya

7 Rekomendasi Novel Misteri yang Bikin Deg-degan

Jumat, 21 Feb 2025
Next Post
SMKN 2 Turen Malang, launching kelas Industri Desain grafis.

Siapkan Lulusan yang Kompeten, SMKN 2 Turen Launching Kelas Industri Desain Grafis

BERITA POPULER

  • Toko Santosa Kebakaran

    Kebakaran Toko Pecah Belah Dekat Kampung Warna-Warni Malang, Api Meluas hingga Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Daftar 7 Stasiun Kereta Api di Kota Malang, Beserta Alamat Lengkapnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 12 Kandidat Siap Bersaing Rebut Kursi Rektor UIN Malang 2025–2029

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gema Ribuan Jemaah Berselawat Bareng Gus Iqdam di Unisma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prediksi Susunan Pemain Arema FC vs Madura United di Liga 1: Duel Tim Pesakitan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Portal berita Tugu Malang (tugumalang.id) merupakan perusahaan media siber di bawah naungan PT Tugu Media Komunikasindo

Ikuti Kami

Navigasi Site

  • Kode Etik
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Form Pengaduan
  • Pedoman Media Siber

© 2021 Tugu Media Group - All Right Reserved Tugu Malang ID.

Jaringan Media 

Tugumalang.id 

Tugujatim.id 

Tugusehat.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Insight
  • Pariwisata
  • Politik
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan

© 2021 Tugu Media Group - All Right Reserved Tugu Malang ID.