Tugumalang.id – Masjid Al Mukhlisin menjadi saksi bisu perjuangan panjang pejuang Indonesia merebut kemerdekaan. Artinya, masjid ini juga menjadi saksi berkembangnya Kota Batu dari masa ke masa.
Sejumlah jejak peninggalan masa lampau masih tersisa di sana. Salah satunya yang paling unik adalah roda tank. Roda tank berbentuk lempengan besi ini dipasang sebagai tempat mengesatkan kaki alias keset di depan serambi masjid.
Jadi, jika Anda biasa menjumpai keset luar berupa lantai berubin kasar atau dari bebatuan, di sana tidak. Keset itu akan Anda jumpai dalam bentuk roda tank. Keberadaan roda tank ini menjadi penanda penting bahwa masjid itu memiliki sejarah yang panjang.
Usut punya usut, penemuan roda tank ini mulanya terjadi pada saat proses renovasi kedua, yakni pada 1996. Waktu itu, warga menemukan roda tank ini di bawah pondasi menara masjid. Saat itu, roda tank ini ditemukan sudah bercampur dengan bebatuan.

”Waktu itu sempat dibeli orang, katanya mau dibuat hiasan di depan rumahnya. Tapi gak tahu kenapa tiba-tiba dikembalikan lagi. Takut katanya,” kisah Choirul Anam, Ketua Takmir Masjid Al Mukhlisin pada Tugumalang.id, Minggu (9/4/2023).
Akhirnya, roda tank itu disimpan kembali. Hingga pada proses renovasi keemmpat, takmir masjid berinisiatif untuk memasangnya di depan teras masjid sebagai penanda sejarah masjid.
”Tujuannya sebagai penanda sejarah masjid ini dan sekaligus bisa difungsikan untuk mengesatkan kaki sebelum masuk area suci masjid,” tuturnya.
Adanya roda tank ini tak lepas dari sejarah panjang penjajahan Belanda yang juga menjajah wilayah Kota Batu. Di Dusun Macari inilah, Mbah Matsari atau KH Zakaria mendirikan pondok yang juga menjadi salah satu basis komando pasukan santri saat Agresi Militer Belanda ke-2.
Dikisahkan, tentara Belanda sempat berhasil memasukkan tank ke wilayah Dusun. Namun ketika berhasil merangksek ke dalam, tank ini dilumpuhkan oleh pasukan Santri.
Seiring waktu, bangkai kendaraan tempur milik Belanda itu masih teronggok di tempat yang sama. Hingga akhirnya oleh warga setempat dibongkar agar memudahkan akses ke masjid.
”Kisah dari orang-orang tua, dulu tank ini gak bisa keluar dari wilayah ini hingga akhirnya dibongkar sendiri sama warga,” paparnya.
Selain roda tank, sejumlah jejak peninggalan kuno yang masih tersimpan di Masjid Al Mukhlisin seperti Mihrab kuno, sumur, hingga kolam kuno.
Di Dusun Macari ini diyakini menjadi salah satu basis komando pasukan santri melawan Belanda. Pasalnya, Pangeran Diponegoro mengutus para muridnya untuk menyebar ke seluruh penjuru Jawa untuk menyebarkan agama Islam.
Salah satu tokoh tersebut adalah Mbah Matsari atau kini lebih dikenal dengan nama KH Zakaria. Beliau merupakan pejuang hizbullah, murid dari Pangeran Diponegoro.
Konon, Pangeran Diponegoro mengutus para muridnya menyebar ke seluuh penjuru Jawa untuk menyebarkan agama Islam. Dusun Macari di Kota Batu menjadi daerah yang dipilih KH Zakaria untuk membangun masjid dan pesantren.
Dulu, sehari-hari KH Zakaria merupakan petani kopi, Kebunnya sangat luas meliputi wilayah Lesti, Klebengan, Alun-Alun Kota Batu hingga Kelurahan Ngaglik (Museum Angkut). Termasuk di wilayah Dusun Macari.
Sembari bertani, KH Zakaria berdakwah dengan membangun pondok pesantren di mana sebelumnya mayoritas warga setempat memeluk Hindu. Hal ini dibuktikan dari penemuan Patung Bramancari yang merupakan peninggalan agama Hindu, tak jauh dari lokasi masjid.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A