Tugumalang.id – Hasil diagnosis medis terhadap Joko Santoso (38), warga Kota Malang yang buta usai menjalani vaksinasi COVID-19 telah dinyatakan akibat peradangan syaraf mata. Namun, Pokja KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) Kota Malang tetap melaporkan diagnosis medis itu secara internasional.
Ketua Pokja KIPI Kota Malang, dr Ariani MKes SpA (K) mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan kasus tersebut hingga perkembangan kondisi Joko Santoso yang saat ini masih mengalami gangguan susah membedakan warna.
“Berdasarkan kajian Komnas KIPI, Komda KIPI Jatim, Dinkes Kota Malang, RSSA Malang, dan Pokja KIPI Kota Malang pada 3 Desember 2021, diputuskan dengan dokumen pemeriksaan lengkap, diagnosis dapat ditegakkan (akibat) keradangan syaraf mata atau opticneoritis,” ujarnya, pada Selasa (7/12/2021).
Disebutkan, pihaknya akan terus mengawal kelanjutan perkembangan kondisi Joko Santoso untuk tetap mendapatkan perawatan medis hingga mengalami perbaikan penglihatan mata.
Dikatakan, KIPI akibat vaksinasi COVID-19 baik ringan maupun berat tetap dilakukan rapat pembahasan secara internal. Kemudian hasilnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan tingkat kota, provinsi, pusat, hingga BPOM.
“Itu memang ada runtutannya dan Komnas KIPI juga punya kewajiban untuk melaporkan ke organisasi internasional yang bertanggungjawab pada vaksin ini,” ucapnya.
“Di seluruh negarapun prosedurnya seperti itu. KIPI apapun pasti dilaporkan kepada lembaga internasional yang bertanggungjawab terhadap vaksin,” imbuhnya.
Menurutnya secara internasional, hingga saat ini masih sangat jarang kasus vaksinasi yang menyebabkan gangguan penglihatan. Selain itu, juga tak ada literatur yang bisa menjelaskan bahwa ada kasus gangguan penglihatan yang benar-benar murni akibat vaksinasi.
“Tetapi kami mulai dari Pokja, Komda, dan Komnas telah mengirimkan laporan lengkap kasus dari bapak ini (Joko Santoso) secara internasional,” bebernya.
Dengan demikian, kajian kasus tersebut diharapkan tidak berhenti di Kota Malang saja. Namun diharapkan juga ada kajian secara internasional atas kasus ini.
“Sehingga lembaga internasionalpun ikut mengkaji karena ini termasuk vaksin yang baru dan baru setahun. Tetapi tetap pada saat ini tidak cukup bukti bahwa hal ini disebabkan karena vaksin,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Lizya Kristanti