Tugumalang.id Berbagai cerita kehidupan di masa pandemi COVID-19 menjadi pelajaran berharga. Bagaimana para pedagang, utamanya usaha mikro, harus bersiap menghadapi situasi yang tak pasti. Perubahan situasi secara drastis ini, tentunya harus bisa diantisipasi.
Seperti para pedagang pemilik warung makan di area kampus Kota Malang yang susah payah bertahan dengan keterbatasan. Satu persatu di antara mereka harus gulung tikar. Namun banyak juga pedagang yang masih bertahan, berharap situasi kembali normal dan mahasiswa kembali datang di Kota Pendidikan ini.
Salah satunya Susiati, pemilik warung makan di Jalan Kertosono Ketawanggede. Jalan tersebut menjadi salah satu akses keluar masuk Universitas Brawijaya (UB). Tidak jauh juga dari kampus UIN Malang. Ribuan mahasiswa lalu lalang di kawasan tersebut setiap harinya, sebelum pandemi.
“Dulu warung ini sangat ramai. Sehari bisa habis 25 kg beras. Sekarang sepi, 3 kg saja sehari tidak habis,” kata perempuan berumur 60 tahun tersebut.
Saat ini, akses masuk kampus UB di jalan tersebut ditutup. Susiati menyebutnya kampus mati. Tidak hanya itu, rumah kos yang dikelolanya juga kosong. Sejak pandemi datang, sejak itu pula mahasiswa pulang.
“Saya sempat tidak jualan selama empat bulan. Sekarang saya beranikan, ya berdoa semoga kampus bisa segera masuk,” harapnya.
Begitu juga dengan Andika, penjual lalapan di Jalan Simpang Gajayana Merjosari. Dia mengaku penghasilannya selama berjualan menurun.
Andikapun kaget saat virus COVID-19 ramai diperbincangkan dan mahasiswa ramai berbondong-bondong hilang. “Awal-awal corona saya masih sempat jualan. Sueeepi.. mahasiswa hilang,” terangnya.
Dirinyapun berpikir, bertahan saja dari hantaman pandemi, sudah bisa aman. Dia tidak berpikir untuk menerjang pandemi karena energi dan finansialnya akan habis. Andika memilih menutup warungnya dan membuka kembali saat kondisi sudah memungkinkan.
“Ada tiga warung cabang lalapan ini ditutup. Salah satunya yang saya jualan. Ya, ini harapannya agar bisa bertahan (sampai pandemi reda),” imbuhnya.
Tidak hanya itu, dia mengakui dampak penutupan warung lalapan tersebut adalah pengurangan karyawan. Padahal, penjualan lalapan dalam sehari bisa laris hingga 700 porsi, di masa normal.
“Sekarang ini buka lagi, masih melihat-lihat bagaimana situasinya ke depan,” ucapnya.
Tak jauh berbeda, Ningsih, pemilik warung makan di Jalan Bendungan Sutami Gang VI. Area tersebut padat mahasiswa karena dekat dengan kampus Universitas Negeri Malang (UM) dan kampus kedokteran UMM.
Perempuan berumur 48 tahun tersebut harus menutup warungnya selama delapan bulan lamanya karena pandemi COVID-19. Saat ini, Ningsih kembali membuka warungnya, meskipun mengurangi bahan jualan hingga 80 persen. Menurutnya, yang penting warung tersebut buka, meskipun belum ramai seperti sebelum pandemi.
“Semoga pandemi cepat selesai saja, jadi mahasiswa bisa kuliah lagi masuk kampus. Saya kira itu harapan para pemilik warung yang ada di sekitar kampus,” pungkasnya.
Harapan para pedagang itu tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kampus. Kesehatan komunal menjadi paling penting dalam proses pembelajaran, sehingga kuliah dilaksanakan secara daring. Sejumlah kampus melakukan inovasi pembelajaran dan pemanfaatan teknologi digital.
Rektor UM, Prof Dr AH Rofi’uddin MPd menyatakan pihaknya selama ini sudah sangat siap dengan pembelajaran daring. Sejak awal, kampus memberikan pelatihan kepada para dosen agar cakap digital. Namun sejumlah kendala seperti jaringan internet di lokasi peserta didik yang lemah, dan lainnya.
“Tentu perkuliahan masih kami laksanakan secara daring, sembari melihat perkembangan level PPKM di Kota Malang. Kami lihat perkembangannya, kami evaluasi terus. Jika memungkinkan pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas, akan kami lakukan, semua regulasi sudah kami siapkan,” tuturnya.
UM, kata Prof Rofi’uddin, sudah menyiapkan perangkat sarana prasarana perkuliahan tatap muka dengan protokol kesehatan. Mahasiswa juga harus mendapatkan surat persetujuan dari orang tua secara tertulis, vaksinasi, dan lainnya.
“Bisa kami laksanakan secara hybrid, tidak full tatap muka. Mahasiswa angkatan pertama dan kedua saja, selanjutnya bisa menyesuaikan,” tambahnya.
Pihaknya sadar, masuknya mahasiswa dalam perkuliahan di kelas, berdampak pada ekonomi masyarakat sekitar kampus. Perkuliahan tatap muka, kata Prof Rofi’uddin, salah satu faktornya untuk menggerakkan kembali roda ekonomi masyarakat sekitar kampus. Selain karena statistik COVID-19 saat ini terus menurun.
“Kami sadar COVID-19 menjadi pukulan berat bagi masyarakat sekitar kampus yang memang berwirausaha makanan dan kos-kosan. Saya sangat merasakan itu. Saya melihat situasinya. Harapannya mari bersama berdoa agar situasi segera pulih kembali,” pungkasnya.
Di Kota Malang saat ini, pembelajaran tatap muka sudah mulai dilakukan secara terbatas. Mulai dari sekolah TK hingga SMA.
Memang yang belum dilaksanakan yaitu untuk perkuliahan. Namun Wali Kota Malang, Drs H Sutiaji menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan komunikasi terkait perkuliahan tatap muka. Banyak kampus yang mengajukan izin melaksanakan perkuliahan tatap muka terbatas.
“Sudah ada sejumah kampus yang mengajukan untuk kuliah tatap muka terbatas. Ini masih kami pelajari seperti apa, pakai aplikasi PeduliLindungi, swab, atau vaksinasi. Tapi prinsipnya memang benar, keberadaan mahasiswa menjadi salah satu faktor pendongkrak ekonomi di Kota Malang,” pungkasnya.
Reporter: Feny Yusnia & M Sholeh
Editor: Lizya Kristanti