MALANG, Tugumalang.id – Pakar politik Universitas Airlangga, Prof Kacung Marijan menyebut suara warga Nahdlatul Ulama (NU) bisa jadi penentu siapa yang memenangkan Pemilu 2024 mendatang. Ini disebabkan jumlah warga NU mencapai 56 persen dari jumlah pemilih.
Jumlah ini naik secara signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Kacung mengatakan bahwa berdasarkan survei yang dilakukan LSI Denny JA, di tahun 2005 terdapat 27 persen pemilih yang mengasosiakan dirinya dengan NU. Sementara di tahun 2023 jumlah meningkat hingga 56 persen.
“Jadi ada kenaikan luar biasa karena banyak orang yang mengasosiasikan dirinya sebagai NU. Secara organisasi, mereka tidak punya kartu anggota, tapi secara kultural mereka menganggap dirinya NU,” ujar Kacung saat mengisi acara Diskusi dan Launching Lembaga Gawa Lelalu Community di STIE Pemnas Malang, Jumat (29/9/2023).

Di dalam acara yang bertajuk Pesona NU Dalam Pilpres 2024 tersebut, hadir Direktur Sekolah Riset Satukata Yogyakarta Amin Tohari dan Redaktur Radar Malang Kholid Amrullah. Selama lebih dari satu jam, mereka berdiskusi tentang peran NU di dalam menentukan pemenang Pemilu 2024.
Kacung melanjutkan bahwa di dalam sistem demokrasi, satu orang memiliki satu nilai, tak peduli tingkat pendidikannya ataupun statusnya. Sehingga, jumlah pemilih menjadi penentu bagi mereka yang mengikuti kontestasi politik, semakin besar semakin baik.
“One person, one vote, one value. Artinya, siapa yang bisa merebut hati orang NU, ya hampir pasti menang, karena jumlahnya mencapai 56 persen,” ujar Kacung.
Sementara itu, Direktur Gawa Lelaku Community Malang, Khoiron mengatakan bahwa kegiatan diskusi ini dilaksanakan sebagai bentuk kontribusi untuk menjernihkan praktik perpolitikan yang saat ini sangat transaksional.
“Praktik perpolitikan hari ini bisa dikatakan sangat transaksional dengan menawarkan hal baru bagi warga Indonesia, utamanya warga nahdliyin agar rasional dalam berpolitik di tahun 2024 nanti,” kata Khoiron.
Kuatnya suara warga NU di dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin Indonesia bisa jadi dimanfaatkan para politisi. Padahal, menurut Khoirun NU tidak boleh menjadi alat politik para politisi.
“Mereka harus bisa menggaet suara warga nahdliyin ini dengan ide atau gagasan dan program yang rasional dan konstruktif untuj praktik berpolitik yang baik dan kemajuan bangsa dan negara,” pungkasnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko