Minggu, Mei 11, 2025
Tugumalang.id
No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Insight
  • Pariwisata
  • Politik
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Insight
  • Pariwisata
  • Politik
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan
No Result
View All Result
Tugu Malang ID
No Result
View All Result
Home Catatan

Menggali Makna Sosial di Balik Lagu ‘Hari Lebaran’ Karya Ismail Marzuki

Redaksi by Redaksi
April 1, 2025 6:15 am
in Catatan
Selamat Lebaran karya Ismail Marzuki

foto/dok.rri.co.id

Share WhatsappShare FacebookShare Twitter

HARI LEBARAN
Setelah berpuasa satu bulan lamanya. Berzakat fitrah menurut perintah agama.Kini kita beridul fitri berbahagia. Mari kita berlebaran bersuka gembira.
Berjabatan tangan sambil bermaaf-maafan. Hilang dendam habis marah di hari lebaran

Minal aidin wal faidzin. Maafkan lahir dan batin. Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin.
Dari segala penjuru mengalir ke kota, rakyat desa berpakaian baru serba indah.
Setahun sekali naik terem listrik perey. Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore.
Akibatnya tengteng selop sepatu terompe, kakinya pada lecet babak belur berabe

READ ALSO

IKA PMII Sunan Ampel Adalah Rumah Besar, Kopi Menjadi Sahabat, dan Rindu Adalah Obat

Menjembatani Gap Generasi, Tantangan dan Peluang Dunia Kerja di Industri Kebugaran

Maafkan lahir dan batin,’lang tahun hidup prihatin. Cari wang jangan bingungin,’lan Syawal kita ngawinin

Cara orang kota berlebaran lain lagi, kesempatan ini dipakai buat berjudi.
Sehari semalam main ceki mabuk brandi. Pulang sempoyongan kalah main pukul istri.
Akibatnya sang ketupat melayang ke mate. Si penjudi mateng biru dirangsang si istri

Maafkan lahir dan batin,’lang taon hidup prihatin. Kondangan boleh kurangin. Korupsi jangan kerjain

Lagu ‘Hari Lebaran’ diciptakan Ismail Marzuki di tahun 1950-an, tak lama setelah Belanda hengkang dari Indonesia pada akhir 1949. Dikutip dari laman rri.co.id, Lagu ini diyakini pertama kali dinyayikan Didi, nama samaran dari Suyoso Karsono, diiringi group vokal Lima Seirama, kala itu perekaman dilakukan di Studio RRI Jakarta.

Lagu ini bukan sekadar lagu perayaan Idul Fitri, tetapi juga cerminan sosial yang menggambarkan berbagai fenomena di masyarakat saat hari raya tiba. Dengan lirik yang bernuansa ceria namun kritis, lagu ini berhasil mengabadikan tradisi, kegembiraan, dan juga ironi yang kerap terjadi saat momen lebaran.

Baca juga: Ini 8 Titik Rawan Macet di Kota Batu Selama Lebaran 2025

Salah satu kekuatan utama dari lagu ini adalah bagaimana Ismail Marzuki merangkum esensi Idul Fitri sebagai hari kemenangan setelah berpuasa selama satu bulan. Lirik seperti “Setelah berpuasa satu bulan lamanya, Berzakat fitrah menurut perintah agama” menggambarkan kewajiban yang dijalankan umat Islam sebelum menyambut hari kemenangan. Selain itu, aspek kebersamaan dan kebahagiaan juga ditonjolkan dalam bait “Kini kita beridul fitri berbahagia, Mari kita berlebaran bersuka gembira” yang mencerminkan semangat Idul Fitri sebagai hari untuk saling memaafkan dan merayakan.

Namun, di balik nuansa kebahagiaan tersebut, Ismail Marzuki dengan cerdas menyisipkan kritik sosial terhadap fenomena yang terjadi saat lebaran. Salah satunya adalah bagaimana masyarakat desa berbondong-bondong ke kota dengan mengenakan pakaian baru, tetapi di sisi lain, banyak yang menghadapi kesulitan akibat perjalanan panjang dan melelahkan. Lirik “Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore, Akibatnya tengteng selop sepatu terompe” menunjukkan realitas bahwa tradisi mudik tidak selalu berjalan dengan nyaman bagi semua orang.

Kritik yang lebih tajam muncul pada bagian akhir lagu, di mana Ismail Marzuki menyoroti perilaku negatif sebagian masyarakat kota yang menyalahgunakan momen lebaran untuk berjudi dan mabuk-mabukan. Padahal itu tidak hanya terjadi di kota, tetapi di desa pun juga terjadi fenomena itu. Lirik seperti “Kesempatan ini dipakai buat berjudi, Sehari semalam main ceki mabuk brandi” mencerminkan bagaimana sebagian orang mengabaikan esensi Idul Fitri dan malah terjerumus dalam kebiasaan yang merugikan.

Baca juga: Kota Malang Diprediksi Banjir Wisatawan saat Libur Lebaran

Bahkan, lirik terakhir lagu ini menyentil praktik korupsi yang marak terjadi, dengan kalimat “Kondangan boleh kurangin, Korupsi jangan kerjain”, yang mengajak masyarakat untuk menjauhi perilaku yang merusak moral.

Kritik Ismail Marzuki terhadap korupsi dalam lagu ini tetap relevan hingga sekarang. Di berbagai sektor, praktik korupsi masih menjadi tantangan besar, merugikan masyarakat luas, dan mencederai nilai-nilai keadilan.

Korupsi di Indonesia kerap terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk dalam distribusi bantuan sosial yang seharusnya membantu masyarakat kecil. Kasus-kasus penyelewengan dana bansos yang mencuat dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa tidak semua pemimpin benar-benar menjamin kemakmuran rakyat.

Secara ideal, pemimpin memang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat. Namun, di Indonesia, korupsi yang merajalela justru sering menjadi penyebab utama kemiskinan dan ketimpangan sosial. Banyak pejabat yang memperkaya diri sendiri dengan dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Alih-alih makmur, banyak rakyat masih hidup dalam kesulitan, terutama menjelang Lebaran, ketika harga kebutuhan pokok melonjak dan biaya mudik semakin mahal. Lirik ini, jika diinterpretasikan secara kritis, terasa seperti ironi—sebuah harapan yang hingga kini masih jauh dari kenyataan.

Selain itu, fenomena pejabat pamer kemewahan saat Lebaran, mulai dari rumah mewah, pakaian mahal, hingga open house besar-besaran, sering kontras dengan kondisi rakyat yang masih kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa spirit Lebaran sebagai momen kesederhanaan dan kejujuran sering kali dikaburkan oleh praktik korupsi dan gaya hidup hedonis para elite.

Baca juga: Daftar SPBU 24 Jam di Malang Sebagai Referensi Pemudik Agar Tidak Kehabisan Bahan Bakar saat Mudik Lebaran

Sebagai komponis yang dikenal kritis terhadap kondisi sosial-politik, mungkin jika Ismail Marzuki masih hidup di era sekarang, ia akan menulis lagu Hari Lebaran dengan nuansa kritik yang lebih tajam. Bisa saja liriknya tidak sekadar berbicara tentang kemenangan dan kegembiraan, tetapi juga menjadi sindiran terhadap pejabat yang menikmati hari raya dari hasil korupsi, sementara rakyat kecil masih berjuang untuk sekadar membeli baju baru atau pulang kampung.

Lagu ini mengandung pesan moral yang kuat, mulai dari pentingnya silaturahmi, realitas sosial yang penuh tantangan, hingga kritik terhadap perilaku menyimpang seperti perjudian dan korupsi. Melalui lagu ini, Ismail Marzuki mengingatkan bahwa esensi Idul Fitri bukan hanya soal perayaan, tetapi juga tentang bagaimana seseorang memperbaiki diri dan menjauhi perbuatan tercela, termasuk korupsi yang merusak nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Minal aidin Wal Faidzin.

Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News

Penulis: jatmiko, redaktur tugumalang.id

Tags: hari lebaranidul fitriIsmail MarzukiKorupsiKritik sosial

Related Posts

Suasana halal bi halal IKA PMII Sunan Ampel di Kopi Tani, Dau, Kabupaten Malang pada minggu (4/5/2025). Foto: dok panitia.
Catatan

IKA PMII Sunan Ampel Adalah Rumah Besar, Kopi Menjadi Sahabat, dan Rindu Adalah Obat

Rabu, 7 Mei 2025
Peluang kerja di Industri kebugaran
Catatan

Menjembatani Gap Generasi, Tantangan dan Peluang Dunia Kerja di Industri Kebugaran

Kamis, 1 Mei 2025
OmUnity, Cinta dan Harmoni
Catatan

OmUnity, Cinta dan Harmoni

Rabu, 23 Apr 2025
Ilustrasi kantor kepresidenan. Foto/Pinterest
Catatan

Psikologi Komunikator, Catatan untuk Kantor Kepresidenan

Sabtu, 19 Apr 2025
HUT 111 Kota Malang
Catatan

111 Tahun Kota Malang: Kota Pendidikan yang Masih Diuji oleh Banjir

Rabu, 2 Apr 2025
M. Zainuddin, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Foto/dok TM
Catatan

Malam Seribu Bulan

Jumat, 21 Mar 2025
Next Post
Ilustrasi mahasiswa ITN Malang. (Foto/dok. ITN Malang)

6 Alasan Mahasiswa Memilih Kampus ITN Malang

BERITA POPULER

  • KHadam Kiai yang jadi Guru Besar UIN Malang

    Kisah Prof. Fadil: Dari Khadam Kiai hingga Menjadi Guru Besar UIN Malang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • IKA PMII Sunan Ampel Adalah Rumah Besar, Kopi Menjadi Sahabat, dan Rindu Adalah Obat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Referensi SPMB 2025: Daftar 26 SMA Terbaik di Jawa Timur, di Antaranya Ada di Malang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Daftar 7 Stasiun Kereta Api di Kota Malang, Beserta Alamat Lengkapnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cara Dapat Tiket Arema FC vs Persik Kediri, Laga Perdana Kembali di Stadion Kanjuruhan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Portal berita Tugu Malang (tugumalang.id) merupakan perusahaan media siber di bawah naungan PT Tugu Media Komunikasindo

Ikuti Kami

Navigasi Site

  • Kode Etik
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Form Pengaduan
  • Pedoman Media Siber

© 2021 Tugu Media Group - All Right Reserved Tugu Malang ID.

Jaringan Media 

Tugumalang.id 

Tugujatim.id 

Tugusehat.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Insight
  • Pariwisata
  • Politik
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan

© 2021 Tugu Media Group - All Right Reserved Tugu Malang ID.