Malang, Tugumalang.id – Dunia hari ini sedang mengalihkan perhatiannya mengantisipasi ancaman fenomena iklim El Nino. Perubahan iklim Pasalnya, perubahan iklim drastis yang diprediksi terjadi puncaknya pada Agustus-September 2023 ini akan membawa udara yang lebih kering dari tahun-tahun sebelumnya.
Dalam kondisi itu, dampak yang dimungkinkan akan terjadi adalah kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga berdampak pada ketahanan pangan. Informasi dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan ada 42 negara yang berpotensi terdampak akibat perubahan iklim ini. Salah satunya Indonesia.
Presiden RI Joko Widodo sendiri bahkan menggelar rapat koordinasi intensif untuk membahas antisipasi menghadapinya. Meski begitu, ancaman kekeringan tidak akan terjadi di seluruh wilayah, tapi di sisi lain, di wilayah lain juga punya ancaman lain yakni bencana hidrometeorologi.
Lalu, apa sih yang dimaksud dengan fenomena iklim El Nino ini. Dilansir dari laman resmi presidenri.go.id menyebutkan bahwa El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML ini yang meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
Fenomena El Nino ini terjadi akibat interaksi antara permukaan laut dan atmosfer di Pasifik tropis yang menyebabkan terjadinya perubahan suhu muka laut dan atmosfer di atasnya. Di sisi lain, juga terjadi fenomena sebaliknya yang dinamakan La Nina.
BACA JUGA: Di Malang, Presiden Jokowi Minta Perbanyak Pasar Rakyat Cegah Dampak El Nino
Sebenarnya, fenomena alam ini sudah menjadi siklus normalnya setiap 3 sampai 5 tahun. Selama terjadi fenomena El Nino ini, potensi terjadinya kekeringan di Indonesia masih sangatlah mungkin di sejumlah wilayah.
Hanya saja, karena diprediksi puncak El nino ini lebih kering dibanding sebelumnya, maka situasi minim air bersih ini berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional karena imbas dari ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati telah merilis imbauan kepada pemerintah daerah untuk segera melakukan aksi mitigasi dan kesiapsiagaan. Terutama di daerah yang memiliki banyak sektor pertanian.Terutama lahan pertanian tadah hujan.
Selain itu, kondisi kekeringan ini dapat berujung pada bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berimplikasi menimbulkan krisis kabut asap. Hal ini tentu saja berdampak terhadap kualitas lingkungan, juga ekonomi, sosial, hingga kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk melakukan sejumlah hal dalam menghadapi fenomena iklim El Nino. Langkah-langkah tersebut antara lain terus menjaga lingkungan, mengatur tata kelola air, hingga beradaptasi terhadap pola tanam.
Disarankan bagi masyarakat pada puncak El Nino nanti untuk menghemat penggunaan air karena diperkirakan fenomena itu membuat debit air sungai atau mata air mengalami penurunan. Hal tersebut dapat berdampak pada ketersediaan dan pasokan air bersih.
“Juga terus memonitor perkembangan informasi cuaca dan iklim yang sangat dinamis dari waktu ke waktu dari BMKG,” tandasnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
reporter: ulul azmy
editor: jatmiko