MALANG – Membangun keluarga mungkin bukan perkara gampang bagi sebagian orang, bahkan ada beberapa kasus dimana rumah tangga yang dibangun untuk menaungi keluarga di dalamnya justru memiliki nuansa negatif di dalamnya.
Pakar Psikologi Perkembangan sekaligus Wakil Dekan III Fakultas Psikologi UIN (Universitas Islam Negeri) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Dr Elok Halimatus MSi, menyebut itu merupakan negative home.
“Negatif Home sendiri muncul karena rasa tidak nyaman di rumah, meskipun rumah mungkin besar atau mewah tapi tidak ada interaksi di sana. Istilahnya They are in house, but they aren’t in home,” terangnya saat live Instagram bersama tugumalang.id dalam diskusi bertema Membangun Keluarga yang Positif, pada Rabu malam (10/03/2021).
House yang dimaksud Elok sendiri hanya sebagai bangunannya saja, tapi home adalah nuansa yang ada di dalamnya rumah tersebut.
“Dan jika mereka tidak ada di home, maka mereka akan mencari home-home lain di luar sana. Bisa saja home di warung kopi di rumah teman, tapi akan jadi masalah jika ia menemukan home di tempat lawan jenis yang bukan pasangannya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki nuansa dalam rumah tersebut yang pertama dengan memperbaiki komunikasi.
“Sehingga yang perlu dilakukan pertama adalah memperbaiki komunikasi di rumah. Gampangnya pasangan suami-istri setiap hari berkomunikasi,” bebernya.
“Bahkan ngomongin hal-hal kecil tidak masalah, karena ngobrol hal-hal tidak penting itu penting. Tidak hanya ngobrolin hal-hal berat seperti keuangan, seks dan kerjaan. Perlu juga bercanda antara pasangan suami-istri,” sambungnya.
Selain itu, didalam hubungan suami-istri menurut Elok ada yang namanya tanki cinta. Dimana cinta yang tersimpan dalam tanki itu bisa bertambah atau berkurang seiring berjalannya pernikahan.
“Kalau dalam pernikahan saya menyebutnya ada tanki cinta, jadi cinta itu dalam pernikahan itu seperti saldo ATM. Artinya cinta bisa bertambah dan berkurang seperti saldo ATM,” jelasnya.
“Kenapa cinta bisa berkurang, bisa saja karena pasangan mengetahui kebiasaan-kebiasaan kita yang waktu pacaran tidak terlihat. Seperti mendengkur saat tidur atau ternyata pasangan lebih pemalas daripada saat pacaran,” imbuhnya.
Sehingga diperlukan bagi pasangan untuk memiliki kepekaan agar bisa mengartikan setiap bahasa cinta yang ditunjukkan pasangannya agar tanki cinta tersebut bisa bertambah.
“Jadi, saldo cinta ini bisa bertambah kalau kita bisa memahami bahasa-bahasa cinta pasangan kita. Bisa berupa dengan tindakan atau ungkapan dan lainnya, sesuai dengan tipe pasangan kita,” tuturnya.
Meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan juga dipandang sebuah hal yang penting untuk membangun keluarga yang positif.
“Meluangkan waktu juga perlu banget, karena yang diperlukan bukan hanya kualitas waktu saja, tapi kuantitas waktu juga diperlukan,” tutur perempuan berkerudung ini.
Ia menegaskan jika pasangan suami-istri harus banyak-banyak pacaran meskipun sudah menjalani bahtera rumah tangga bertahun-tahun.
“Kita perlu menyepakati kapan waktu untuk meluangkan waktu bersama-sama kalau pasangan suami-istri memiliki kesibukan yang sama-sama padat. Intinya banyak-banyak pacaran aja sama pasangan kita,” tegasnya.
Namun, pasangan tetap harus diberikan waktu untuk menyendiri tanpa kehadiran pasangannya. Karena itu juga diperlukan setiap orang untuk me time.
“Tapi kita tetep memperhatikan me time pasangan kita, karena setiap orang pasti membutuhkan waktu untuk sendiri tanpa kita. Jadi, gak bisa kita ngikutin pasangan kita kemana aja, dia juga butuh kumpul sama teman-temannya,” pungkasnya.