Oleh: Prof M Zainuddin*
Tugumalang.id – Suatu malam yang sangat istimewa terdapat dalam bulan Ramadan, yaitu Lailatul Qadar (Lailat al-Qadr: Arab). Dinamakan Lailat al-Qadr karena di dalamnya penuh dengan keutamaan-keutamaan dan anugerah besar dari Tuhan. Qadar bermakna kedudukan dan kemuliaan.
Abu Bakar al-Waraq mengatakan, dinamakan Lailat al-Qadr karena pada malam itu diturunkan al-Qur’an yang memiliki kekuatan (mu’jizat), sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya Allah menurunkan al-Qur’an dalam malam yang penuh berkah”(QS. al-Dukhan:3).
Tentang turun dan batas waktu Lailat al-Qadr ini, para ulama saling berbeda pendapat. Golongan Rafidhah dari kelompok Syi’ah mengatakan, bahwa Lailat al-Qadr itu hanya diturunkan sekali, setelah itu tidak ada lagi. Sedang ulama mayoritas mengatakan, bahwa Lailat al-Qadr masih ada dan belum putus.
Mereka juga berbeda berpendapat, apakah Lailat al-Qadar turun setiap tahun atau khusus di bulan Ramadan saja. Tetapi mayoritas berpendapat, bahwa Lailat al-Qadr khusus diturunkan setiap bulan Ramadan, berdasarkan firman Allah: ”Bulan Ramadan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelas atas petunjuk itu serta pembeda antara yang hak dan yang batil” (QS. al Baqarah:155).
Dalam riwayat Al-Nasai disebutkan, bahwa Nabi SAW bersabda: ”Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh barakah, Allah telah mewajibkan kepadamu berpuasa, karena di dalamnya ada malam yangn lebih baik dari seribu bulan. Dan barang siapa yang memuliakan kebaikan malam itu, maka ia menjadi mulia”.
Imam Malik dalam Muwatha’-nya menyebutkan, dari Abu Sa’id Al-Hudhri bahwa Rasulullah ber-i’tikaf pada pertengan yang kesepuluh (al-asyr al-wasth) di bulan Ramadan dan para sahabat pun mengikutinya dan Rasul bersabda: ”Barang siapa ber-i’tikaf, itikaflah pada hari kesepuluh terakhir.
Dan, diceritakan oleh al-Bukhari dari ‘Aisyah RA bahwa Nabi memerintahkan umatnya untuk memperbanyak amal saleh pada malam Qadar, yaitu pada hari ganjil dari hari kesepuluh yang terakhir (antara 21, 23, 25, 27, dan 29).
Ibn Hajr dalam Fath al-Bari menerangkan, dari Ibn Abbas, bahwa Umar RA mengundang para sahabat Nabi, seraya bertanya tentang turunnya Lailat al-Qadar, maka mereka pun sepakat bahwa ia turun pada hari kesepuluh yang terakhir (al-asyr al-awakhir), malam di mana Rasul mengistimewakannya untuk menperbanyak beribadah kepada Allah SWT dan bertaqarrub kepada-Nya dengan ajek itikaf.
Demikian juga sebagaimana yang diriwayatkan al-Bukhari dari ‘Aisyah RA bahwa Nabi pada malam ini cancut tali wondo (syadda mi’zarahu), dan membangunkan keluarganya, yang menurut al–Tirmidzi, melebihi malam lainnya sampai ia wafat.
Al-Qurtubi berpendapat bahwa malam Qadar itu adalah malam ke-27. Berdasarkan hadits Ubay bin Ka’ab bahwa Rasul bersabda: ”Barang siapa yang ingin memperbanyak amal ibadah di malam Qadar, maka beribadahlah di malam yang ke-27”. Banyak hadis meriwayatkan, bahwa Lailat al-Qadar itu ada pada setiap tahun, yaitu pada hari kesepuluh terakhir (hari ganjil) dalam bulan Ramadan.
Dan, pada malam itu umat Islam didorong dan dimotivasi untuk memperbanyak amal saleh, sebab pada malam itu ada nilai plus (lebih baik dari pada ibadah selama seribu bulan). Ibn Hajar mengatakan, bahwa yang benar Lailat al-Qadar itu turun pada malam ke-27, sedang menurut Imam Syafi’i pada malam ke-21.
Rahasia Lailat al-Qadar
Kenapa Lailat al-Qadar tidak jelas turunnya? Apa hikmahnya? Disebutkan, bahwa hikmah dan rahasia diturunkannya Lailat al-Qadar itu adalah agar manusia berlomba-lomba memperbanyak aktivitas keagamaan pada malam-malam itu untuk mencari rida Allah SWT sebagaimana Salaf al-Saleh (ulama terdahulu yang senantiasa comited terhadap ajaran Rasul). Allah merahasiakan rida-Nya, agar hamba-Nya mau taat kepada-Nya.
Dan, Allah merahasiakan murka-Nya, agar hambanya memelihara dari kemurkaan-Nya. Allah merahasiakan kekuasaan-Nya, agar mereka mau mengagungkan kekuasaan-Nya. Dan, Allah merahasiakan ijabah doa hamba-Nya, agar mereka senantiasa mau berdoa kepada-Nya. Allah merahasiakan nama agung-Nya, agar mereka mau mengagungkan asma al-Husna-Nya.
Allah merahasiakan pahala salat wustha (subuh/ashar), agar mereka mau memelihara salat-salat lainnya tepat pada waktunya. Serta Allah merahasiakan waktu ajal agar senantiasa mereka takut kapada-Nya. Demikian pula Allah merahasiakan turunnya Lailat al- Qadr agar mereka mau mengagungkan pada setiap malam bulan Ramadan.
Diriwayatkan, bahwa tanda-tanda Lailat al-Qadar itu banyak sekali. Ubadah bin Shamit misalnya meriwayatkan, bahwa tanda-tanda Lailat al-Qadr itu adalah cerahnya malam dan sejuknya udara. Malam itu bulan bersinar terang, bintang-bintang pun tampak tenang gemerlapan hingga pagi hari.
Dan, matahari tampak redup tidak secerah bulan di malam hari. Abu Dawud al-Thayalisi menceritakan, bahwa Rasul SAW Bersabda, bahwa malam Qadar adalah malam yang sejuk, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin dan matahari pagi menjadi kelam kelabu.
Pada malam itu Allah mengutus para malaikat dan Jibril turun ke bumi untuk memintakan ampunan bagi orang-orang mukmin. Dan, disebutkan bahwa malaikat yang diturunkan ke bumi pada malam itu sangat banyak sekali jumlahnya.
Saking banyaknya, sebagian ulama mengatakan lebih banyak ketimbang kerikil-kerikil yang ada di bumi ini. Pada malam itu Allah menerima taubatnya orang yang-orang yang mau bertaubat, pintu-pintu langit malam itu dibuka dari tenggelamnya matahari hingga terbit fajar.
Dan diceritakan, bahwa Jibril turun ke bumi bersama para malaikat lainnya. Mereka membawa bendera yang bertolak dari berbagai tempat: dari Ka’bah, makam Rasul, Baitul Maqdis dan masjid Tursina.
Kemudian mereka menyebar seraya bertasbih, bertahmid dan bertahlil serta menyusup ke tempat-tempat kediaman umat Muhammad baik yang berada di rumah, di pelayaran dsb untuk memintakan ampun baginya.
Dan, diriwayatkan, bahwa rahmat itu sudah mencukupi semuanya, maka Jibril bertanya kepada Allah: “Ya Rabbi, umat Muhammad sudah kebagian rahmat semua, lalu sisanya untuk siapa? Jawab Allah, bagikan kepada orang-orang kafir, maka Jibril pun membagikannya, maka barang siapa di antara mereka yang kebagian rahmat itu, akhirnya mereka mati dalam keadaan iman (husnul khatimah).
*) Rektor dan Guru Besar UIN Maliki Malang.