MALANG – Kisah berdirinya sebuah desa tentu memiliki jejak yang kental akan sejarah. Seperti Desa Talok yang berada di Kecamatan Turen Kabupaten Malang ini. Desa Talok telah meninggalkan jejak sebuah Pohon Taloka yang langka.
Sebuah Manuskrip Desa Talok, berhasil diterbitkan sebagai pedoman sejarah desa berkat 15 mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) melalui Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang mulai menggali data sejak 25 Juni 2021.
“Berdasarkan bahasa Jawa Kuno, Taloka tersirat, ta memiliki arti tembung aran dan loka artinya dunia atau dimensi yang berhubungan dengan kahyangan,” ujar Muhammad Ahsan Thoriq, mahasiswa UM, penanggungjawab pembentukan manuskrip itu.

Kentalnya jejak sejarah di Desa Talok dan dorongan warga setempat menginisiasi ke-15 mahasiswa itu menggali sejarah Desa Talok. Dalam menggali data, mereka menggunakan metode meditasi, wawancara ahli sejarah dan berdasarkan literatur legal.
Metode meditasi itu dilakukan oleh Kepala Desa Talok, sejarawan era 45 dan tokoh desa. Dari meditasi itu kemudian memunculkan sebuah nama yaitu Resi Sang Reca Bhuwana yang merupakan sosok penanam biji taloka pertama kali di Gunung Petung pada 956 masehi.
“Awalnya kami mengira desa ini adalah bekas Kerajaan Taloka yang disebut di Pararaton. Makanya kami gali terus dengan wawancara ke beberapa ahli sejarah dan budaya dan mencocokkan hasil wawancara dengan kitab kitab yang sudah legal,” ucapnya.
“Ternyata kami menemukan bahwa taloka ini bukan jejak Kerajaan Taloka. Tapi dari sebuah nama biji taloka yang ditanam oleh Resi Sang Reca Bhuwana. Jadi dia mendapatkan titah dari para dewata untuk menanamkan biji ini disebuah bukit,” ungkapnya.
Resi Sang Reca Bhuwana ini ternyata menanam biji taloka tersebut di Gunung Petung. Disebutlah daerah itu menjadi wilayah Taloka yang letaknya berada di sebelah timur Gunung Kawi. Dimana, Desa Talok juga termasuk dalam wilayah Taloka tersebut.
“Kami menemukan, pada zaman Kerajaan Singosari masih disebut Taloka, Mataram Islam juga masih Taloka. Setelah itu pada era penjajahan mulai disebut Desa Talok,” paparnya.
“Kami juga menemukan tiga situs sejarah di Gunung Petung, Gunung Jati dan makam mbah Surogawe. Selain itu juga menemukan pohon taloka ada di tiga zaman berbeda. Yaitu zaman Singosari, Mataram Islam dan penjajahan,” imbuhnya.
Yang paling mencengangkan, di Gunung Petung ternyata masih ditemui Pohon Taloka yang sudah hilang sejak 50 tahun lalu. Pohon Taloka ini memiliki ranting seperti pohon jati namun daunnya seperti daun pohon pisang.
Disana juga ditemui situs punden pembabatan yang diduga merupakan pemandian para leluhur yang melakukan babat alas.
Di Gunung Jati juga ditemui situs punden dan situs tradisi tayuban. Sementara di makam Mbah Surogawe yang juga tersirat dalam Pararaton atau kitab sastra Jawa yang menyebutkan bahwa Mbah Surogawe merupakan Sang Hyang Lohgawe yaitu guru dari Ken Arok.
Dari beberapa temuan dan kajian yang ada, dibuatlah sebuah Manuskrip Desa Talok. Dari manuskrip ini bahkan telah diterbitkan sebuah Surat Keputusan Kepala Desa Talok tentang Penetapan Manuskrip “Babat Tlatah Taloka” dan Sejarah Berdirinya Desa Talok.
“Kepala Desa sangat mengapresiasi hasil kajian ini dengan menjadikan manuskrip ini menjadi pedoman desa. Jadi semua sejarah baik kesenian dan sejarah harus berpedoman dengan manuskrip ini. Bahkan akan dijadikan pedoman sejarah bagi siswa di sana,” paparnya.
“Kami berharap manuskrip ini menjadi pemicu desa lain agar melek lagi dengan sejarahnya. Sebenarnya semua desa memiliki sejarah berbeda dengan karakteristik masing masing. Dimana sejarah desa merupakan ciri khas dari desa itu,” tutupnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Sujatmiko