YOGYAKARTA, Tugumalang.id – Gusti Raden Ajeng Nurabra Juwita yang saat ini bergelar GKR Hayu itu kini viral lagi setelah dirinya sebelumnya membuat heboh netizen karena dianggap kampungan saat menyeberang jalan. Beberapa waktu lalu GKR Hayu juga memprotes ada baliho bertema “Ramadhan Promo Buy 2 Get 3” yang memampang model perempuan menggunakan lambang sultan pada kausnya.
Otomatis, putri dari pasangan Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono Ka 10 (Ngarso Dalem) dan permaisurinya GKR Hemas, ini membuat heboh netizen.

Sebelumnya pada 30 Juni 2018, GKR Hayu viral karena sedang berada di DKI Jakarta dan mem-posting curhatan pada akun Twitter-nya yang diberitakan yogya.inews.id. Saat itu, GKR Hayu menyeberang di jalanan ibu kota, tepatnya dari Plaza Senayan ke Senayan City, dibantu oleh seorang satpam. Karena merasa terbantu, GKR Hayu pun mengucapkan terima kasih kepada satpam itu. Dia pun kaget karena orang-orang di belakang yang juga menyeberang malah menghujatnya. GKR Hayu disebut kampungan.
Saat ini dikutip dari HiTekno.com, GKR Hayu juga memprotes sebuah baliho bertemakan “Ramadhan Promo Buy 2 Get 3” karena model perempuan dalam baliho menggunakan lambang sultan pada kausnya.
“Selamat siang sedulur sekalian, kali ini mari kita belajar tentang lambang HaBa atau Praja Cihna. Terutama kalau sedulur sekalian jualan lambang ini. Cobalah untuk mengerti dan ngrumangsani, sakjane yang kalian jual itu apa. Kali ini kita pakai contoh design kaus di papan ini,” tulisnya di akun Twitter @GKRHayu.
Atas protesnya itu, sebenarnya apa sih arti dari lambang Praja Cihna? Melansir dari Official Website Keraton Jogja , Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki lambang kesultanan yang disebut Praja Cihna. Selain berfungsi sebagai ragam hias di beberapa bangunan, Praja Cihna juga digunakan dalam kop surat resmi dan medali penghargaan. Untuk lebih detail mengetahui maknanya, Tugu Malang akan menjelaskannya. Simak ya!

Makna Lambang Praja Cihna:
1. Songkok/Mahkota
Ageman irah-irahan prajurit. Minangka pralambang sipat satriya sarta cihnaning Nata. Artinya, penutup kepala yang dikenakan oleh prajurit melambangkan watak kesatria yang juga merupakan sifat seorang raja.
2. Sumping/Hiasan Telinga
Ageman tancep talingan. Ceplik, lambange urip, kayadene kembang srengenge. Godhong kluwih, saka tembung “luwih”, duwe kaluwihan. Makara, rasa dayane kanggo hanjaga rubeda, awit kuncarane kraton. Artinya, perhiasan yang diselipkan di telinga. Giwang yang berbentuk seperti bunga matahari, melambangkan kehidupan. Daun keluwih berasal dari kata “luwih” yang berarti kelebihan. Sedangkan makara melambangkan perlindungan untuk keselamatan keraton.
3. Praba/Sorot Cahaya
Gegambaraning parogo ingkang kinormatan sayekti tumrap kapitayan Jawa Mataram. Artinya, melambangkan pribadi yang dapat menegakkan kehormatan Jawa Mataram.
4. Lar/Sayap
Swiwi Peksi, lambange gegayuhan inggil kayadene sumundul angkasa.
Melambangkan cita-cita tinggi, setinggi langit.
5. Tameng/Tameng
Sanjata kanggo handanggulangi salira ing palagan. Warni abrit, pralambang niat wanton jalaran hambela gegayuhan leres tumrap bebrayan, ananging mboya nilarake sipat waspada.
Senjata untuk melindungi diri pada saat perang. Warna merah melambangkan keberanian yang tanpa meninggalkan kewaspadaan untuk membela kebenaran.
6. Seratan HaBa/Tulisan HaBa
Cihnaning Nata, bilih ingkang jumeneng enggeh sesilih Hamengku Buwana. Asma puniku kebak wucalan hadi luhung kacihna hamengku, hamangku, sarta hamengkoni. Warna jene pralambang Agung Binathara.
Aksara Jawa “Ha” dan “Ba” merupakan singkatan dari gelar sultan yang bertakhta di Keraton Yogyakarta. Gelar tersebut penuh dengan harapan luhur agar mampu melindungi, membela, serta mewujudkan kemakmuran rakyat. Sementara warna kuning keemasan melambangkan keagungan.
7. Kembang/Sekar Padma/Bunga Padma
Sesambetane kaliyan panggesangan bilih samangke sedaya puniku ugi linambaran dateng gelare donya akhirat.
Bunga teratai yang mengambang di atas air menggambarkan kehidupan dunia yang mendasari kehidupan di akhirat.
8. Laler/Sulur/Tumbuhan Slur
Pralambang bilih panggesangan puniku lumampah kalajengan kados gesange sulur mrambat. Menggambarkan kehidupan berkelanjutan laksana sulur yang terus menerus tumbuh merambat.
Selain lambang kesultanan, juga disusun lambang bagi pribadi sultan. Lambang pribadi atau Cihnaning Pribadi ini bentuknya sama persis dengan Praja Cihna dengan tambahan Huruf Murda di bagian bawah helai sayap.
Huruf Murda tersebut berarti angka yang menandakan sultan yang sedang bertakhta. Cihnaning Pribadi ini banyak ditemukan pada benda-benda seperti perabot rumah tangga peninggalan sultan-sultan yang pernah bertakhta. Termasuk dalam hal ini, Cihnaning Pribadi Sri Sultan Hamengku Buwono Ka 10 pernah dicetak dalam kertas undangan upacara pernikahan putri-putrinya.
Penulis: Aulia Hesti Shofani
Editor: Dwi Lindawati