Malang, Tugumalang.id – Perhatian terhadap kelompok marginal atau terpinggirkan menjadi isu yang wajib dikawal oleh kalangan akademisi. Hingga hari ini, praktek marginalisasi itu masih ada, tak hanya di Indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia mana pun.
Pusat Ekonomi, Humaniora, dan Pariwisata yang ada di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Malang (UM) turut menjadikan isu marginal itu sebagai fokus perhatian utama.
Salah satu bentuk perhatian itu diwujudkan melalui Konferensi International Conference of Humanities and Social Sciences (ICHSS) yang digelar di Gedung A19 UM selama 3-5 September 2024. Konferensi Internasional ini bertajuk ‘Marginalization Processes and Marginal Groups in South East Asia’
Konferensi ini mengundang akademisi dari berbagai negara di Asia Tenggara terdiri dari 6 keynote speaker, 29 invited speaker via zoom dari total 12 panel hingga dosen dan mahasiswa yang turut hadir dalam konferensi ini.
Baca Juga: Tingkatkan Reputasi Kampus, LPPM UM Gelar Workshop Tata Kelola Website Undang Pakar dari Malaysia
Adapun, 6 keynote speaker antara lain Prof Dr Najib Burhani (Institute of Social Science and Humanities, BRIN), Prof Dr Mohd. Roslan bin Mohd Nor (Universiti Malaysia), Dr Ediyanto (UM), Diane Butler PhD (Independent Researcher USA Research Center for Society and Culture BRIN), Dr Fernando A. Santiago Jr (De La Salle University, Philippines) dan Dr. Azhar Ibrahim (National University Singapore).
Turut hadir membuka konferensi tersebut Wakil Rektor III Prof. Dr. Ahmad Munjin Nasih, S.Pd, M.Ag bersama Ketua LPPM UM Prof. Dr. Markus Diantoro, M.Si. beserta jajaran dan dosen juga mahasiswa.
Chairman atau Ketua Pelaksana 5th ICHSS Andhika Yudha Pratama menjelaskan, jika dalam konferensi ini membahas banyak hal, utamanya tentang isu marginalisasi dan kelompok marginal yang masih ada hingga saat ini. Seperti masyarakat adat, kaum buruh, penghayat kepercayaan, gender hingga disabilitas.
Secara umum, kaum marginal ini masih ada hingga saat ini, tak hanya di Indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia mana pun. Artinya, mulai dari hak mereka untuk diakui baik secara konstitusional maupun berkaitan dengan ruang hidup masih belum terpenuhi.
”Jadi di sini kita saling berbagi pandangan dan isu marginalisasi yang terjadi di tiap negara masing-masing,” terang Andhika.
Baca Juga: Tingkatkan Reputasi Kampus, LPPM UM Gelar Workshop Tata Kelola Website Undang Pakar dari Malaysia
Diharapkan dari kegiatan ini akan menjadi wadah bersama untuk melakukan advokasi kepada kaum marginal. Dengan begitu, kata Andika, kesadaran terhadap kaum marginal itu terus bertumbuh, terutama di kalangan akademisi untuk melakukan penelitian dan pendampingan.
”Harapan ini akan menjadi media advokasi bagi kita akademisi untuk hadir mendampingi dan terus menyuarakan hak-hak kaum marginal,” tegasnya.
Semangat yang sama diungkapkan Wakil Rektor III Prof. Dr. Ahmad Munjin Nasih, S.Pd, M.Ag. Dalam sambutannya, ia menuturkan bangga karena LPPM UM bisa menjadi bagian dalam kolaborasi dalam membangun perubahan positif dalam kehidupan para kaum marginal yang terpinggirkan ini.
Menurutnya, marjinalisasi, baik dalam hal sosial, ekonomi, maupun politik, tetap menjadi isu yang masih relevan yang harus dikawal. Ini merupakan tanggung jawab kolektif, terutama bagi kalangan akademisi untuk mencurahkan tenaga dan pikiran dalam mengadvokasi mereka yang terpinggirkan.
”Konferensi ini bukan sekadar pertemuan pikiran; ini adalah ajakan untuk bertindak. Kita memiliki tanggung jawab kolektif kita bersama menangani isu-isu terkait dengan masyarakat adat, kelompok migran, perempuan, atau kelompok terpinggirkan lainnya,” ungkapnya.
Ia mendorong semua pihak terlibat dalam gerakan ini untuk memajukan keadilan sosial di Indonesia, juga dia Asia Tenggara. ”Mari kita berkolaborasi bersama untuk satu tujuan tersebut. Dedikasi dan kerja keras kita akan sangat menentukan,” tegasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
editor: jatmiko