Tugumalang.id – Kisah pilu Nur Riska Fitri Aningsih, mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menghentak semua insan akademis dan siapa pun yang peduli pada pendidikan. Pasalnya, Riska berjuang hingga akhir hayatnya untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak bisa dia pikul dengan kondisi keluarga ekonomi lemah.
Kisah sedih mahasiswi asal Prubalingga ini, kini sedang viral di masyarakat. Banyak yang menyayangkan pemuda dengan semangat belajar seperti dia justru tidak mendapat bantuan biaya untuk kuliah. Cerita Rizka menjadi perhatian publik sejak 11 Januari 2023 lalu.
Almarhum Riska dan Cerita Pilu Berjuang untuk Kuliah
Namanya Nur Riska Fitri Aningsih. Ia datang dari keluarga sederhana, bukan kaya raya. Orang tua Riska sehari-sehari berjualan sayur keliling. Orang tuanya yang sehari-hari berjualan sayur di gerobak di pinggir jalan, sementara ibunya harus mencukupi kebutuhan Riska dan empat adiknya yang masih bersekolah.
Riska memiliki keinginan untuk melanjutkan studi, demi memperbaiki nasib keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya. Dari rumahnya yang terletak di sebuah desa kecil di Purbalingga, ia pun pergi Yogya. Saat itu, dia hanya memiliki Rp130 ribu rupiah untuk biaya perjalanan bus dan uang saku selama seminggu di Yogyakarta.
Namun, dia yakin bahwa kerja keras akan selalu membawanya ke tempat yang lebih baik. Genta mengenal Riska sebagai sosok perempuan yang cerdas dan memiliki potensi besar. Sayangnya, masalah ekonomi sedikit banyak menghalangi potensinya. Kondisi keuangan keluarga Riska tidak cukup untuk membiayai perkuliahan Riska.
Perjuangan Riska Mengajukan Banding UKT
Kasus Riska sedikit berbeda dari yang lain. Ia sudah mengisi nominal pendapatan yang sesuai dengan kondisi ekonomi keluarganya. Namun, saat diminta untuk mengunggah beberapa berkas, ia tidak memiliki laptop sehingga ia harus meminjam hp tetangganya di desa.
Sayangnya, android tetangganya tidak secanggih hp yang Anda gunakan, sehingga ia tidak dapat mengunggah berkas yang diminta. Ia menganggap ini adalah alasan mengapa nominal UKT-nya melonjak. Namun secara mengejutkan, yang muncul adalah angka 3.14 juta.
Namun, guru-guru di sekolahnya mau membantu UKT pertamanya, dan harapannya pun muncul kembali. Ia resmi menjadi mahasiswa UNY dan sangat bangga atas keberhasilannya, terlihat dari unggahan Instagramnya.
Sosok Riska dan Perjuangannya Menjalani Semester Awal di UNY
Riska memang dikenal ceria selama menjadi mahasiswa. Sayangnya, keceriaannya mulai luntur saat ia mendekati pembayaran UKT, seperti saat ini. Ancaman putus kuliah seolah meremas-remas hatinya dan menyergap semua mimpi indah yang ia bangun.
Ia tidak kurang usaha yang ia lakukan untuk melanjutkan studi. Ia mencoba segala cara, dari mencari beasiswa hingga mengambil pekerjaan paruh waktu. Menurut saya, ia sudah mencoba hampir semua cara yang ada. Namun, hasilnya masih tak sesuai harapan
Ia selalu berhati-hati dalam menggunakan uang. Salah satu temannya pernah memberinya Abon. Dia sangat senang dan selama di kos, dia hanya makan nasi dengan Abon pemberian temannya. Bahkan, peralatan mandi, sabun dan barang-barang lainnya pun Riska dapatkan dari pemberian temannya.
Riska sangat kuat, bahkan terlalu kuat. Namun, sebenarnya dia dipaksa untuk menjadi kuat. Salah satu hal yang membuat Riska berusaha kuat adalah ambisinya untuk menjadi sarjana. Agar di masa depan dia dapat membantu masa depan adik-adiknya.
Riska pernah mengungkapkan, jika akhirnya dia tidak bisa melanjutkan kuliahnya, dia ingin bekerja agar bisa menguliahkan adik-adiknya dan mewujudkan mimpi mereka. Kata-kata itu terucap saat lagi-lagi masa pembayaran UKT mendekati deadline dan ia hampir kehilangan asa karena tidak bisa membayar UKT.
Sulitnya Riska Mendapat Keringanan UKT
Meskipun di awal perkuliahan, Riska sempat berulang-ulang pergi ke Rektorat UNY untuk mengajukan keberatan terhadap nominal UKT-nya. Namun, menurutnya, proses itu seperti bola yang diputar-putar tanpa tujuan yang jelas. Pengalaman Riska ini terasa familiar bagi kita yang pernah berhadapan dengan birokrasi.
Namun, Ganta juga baru mengetahui jika, saat itu, Riska selalu berjalan kaki dari kosannya di Pogung sampai ke Jl. Colombo, karena ia tidak memiliki cukup uang untuk memesan driver online. Riska pun selalu berjalan kaki ke mana saja, karena ia tidak memiliki cukup uang untuk menggunakan transportasi online.
Sebelumnya, saya mengharapkan bantuan dari pihak kampus untuk membantu Riska dalam menurunkan biaya UKT-nya. Ia sudah mengirimkan beberapa dokumen penting yang diminta dan juga sudah mengisi formulir pengajuan penurunan UKT yang disediakan oleh kampus.
Namun sayangnya, UKT-nya hanya turun sekitar 600 ribu. Jelas jumlah itu belum cukup. Biaya yang harus Riska tanggung masih terlalu berat. Ia hampir menyerah, namun di detik-detik terakhir, bantuan datang dari teman-temannya, dosen dan ketua jurusan. Mereka membantu mengumpulkan dana untuk UKT Riska.
Sayangnya, nominal yang terkumpul masih belum cukup. Riska dan orang tuanya pun terpaksa mencari sisa biayanya. Belum lagi saat itu tengah dalam kondisi pandemi dan perekonomian masyarakat masih sulit. Setelah mencoba meminjam uang kesana-kemari, akhirnya Riska bisa membayar UKT dan mengisi KRS di semester itu.
Kepergian Riska dan Semua Mimpinya
Walaupun ia berhasil membayar UKT untuk semester saat itu, namun masih ada kekhawatiran akan semester yang akan datang. Waktu terus berlalu dan semester baru pun kembali menjadi hantu bagi Riska.
Lalu tiba-tiba Riska dikabarkan menghilang dan tak diketahui keberadaanya. Banyak rekan-rekannya berusaha mencari informasi. Ada dua kemungkinan terpikirkan, apakah Riska menyerah dan berhenti kuliah, atau Riska mengambil cuti.
Pertanyaan semua teman-teman Riska terjawab setelah ia dikabarkan meninggal pada 9 Maret 2021. Ganta sendiri tidak benar-benar tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya dan mengapa Riska tidak meminta bantuan atau setidaknya mengabarkan masalahnya kepada orang lain.
Cerita tentang Riska memang sering kita temui di banyak novel motivasi, tapi tragisnya ini terjadi di dunia nyata. Genta mengungkapkan cerita Ibu almarhumah Riska yang sudah membantu orang tua sejak kecil. Rekan-rekan Riska pun kaget bahwa selama ini Riska tak pernah meminta uang ke orang tuanya.
Riska kecil memang sudah berusaha mandiri dan membantu orang tua. Ia sudah berjualan di sekolah, mulai dari the tarik, bakso, sosis dan semua jajanan lain sudah ia lakukan. Ia juga ikut pencak silat dan mencari uang dengan ikut pertarungan dari desa ke desa. Ia berusaha tangguh.
Walau dirinya mengalami sulitnya membayar UKT, Riska masih ingin memberi bantuan dalam ide adanya Bank UKT. Ia dan rekan-rekannya coba mencari solusi untuk mahasiswa lainnya. “Apa yang bisa aku bantu, karena aku sendiri juga ngerasain sulitnya bayar UKT,” tulis Ganta menirukan Riska.
Ternyata Riska tak setangguh itu. Ia mengidap hipertensi parah dan tak pernah menceritakannya pada siapapun. Kondisinya kian buruk karena ancaman putus kuliah yang terus menghantui. Kondisinya pun kritis setelah pembuluh darah otaknya pecah. Tepat 9 Maret 2022, Riska menyerah. Ia pergi beserta seluruh mimpinya.
Penulis: Imam A. Hanifah
Editor: Herlianto. A