Tugumalang.id – Kota Malang memiliki sejarah jejak perjuangan pemuda dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya yakni Malang Bumi Hangus. Sekitar 1.000 bangunan di Kota Malang dibakar sebagai taktik para pejuang muda menggentarkan pasukan Belanda yang hendak menguasai kembali wilayah Malang.
Pemerhati Sejarah Kota Malang, Agung Buana membeberkan peristiwa itu. Berbagai bangunan strategis mulai bangunan pusat pemerintahan, sekolah, hotel, industri, pusat perbelanjaan, hingga pertokoan dibakar agar tak bisa diduduki dan dimanfaatkan kembali oleh kolonial Belanda.
Peristiwa itu bermula dari mendaratnya pasukan militer Belanda yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda I pada 1947 melalui Situbondo untuk menguasai kembali wilayah Jawa Timur. Termasuk wilayah Malang yang saat itu dikenal sebagai basis yang memiliki pangkalan militer dan pusat distribusi perdagangan hasil bumi seperti kopi dan gula.
Mengetahui niat itu, para pemuda di wilayah Kota Malang merancang berbagai strategi untuk menghalau pasukan Belanda tersebut. Terlebih pada 22 Juli 1947, pasukan Belanda sudah memasuki wilayah Lawang, Kabupaten Malang. Strategi pertama yang dilakukan para pemuda di Kota Malang yakni dengan menumbangkan pohon-pohon besar untuk menutup akses jalur di perbatasan kota.
“Itu untuk menahan pergerakan pasukan Belanda yang saat itu membawa tank, truk, jeeb, dan kendaraan militer lainnya. Makanya jalan-jalan itu ditutup dengan pohon-pohon yang ditebang dan diletakkan ke jalan,” katanya.
Selain itu, para pemuda di Kota Malang bersama Gerilyawan Rakyat Kota dan Tentara Republik Indonesia Pelajar juga membuat siasat untuk menggentarkan pasukan Belanda yakni membakar bangunan-bangunan strategis di dalam Kota Malang. Mereka membakar bangunan itu agar tak bisa dimanfaatkan pasukan Belanda.
“Ada sekitar 1.000 bangunan yang dibakar. Termasuk Balai Kota Malang, Hotel Pelangi, societed komordia yang sekarang Mal Sarinah, sekolah Koryesu, pabrik rokok, pertokoan di Kayutangan, hingga rumah-rumah di Celaket, Ijen, dan Rampal,” bebernya.

Pembakaran bangunan itu dilakukan mulai 29 Juli 1947. Pembakaran itu kemudian diikuti dengan bergesernya pasukan Tentara Republik Indonesia untuk memperkuat wilayah Bululawang, Dampit, Gondanglegi, Bantur, Pujon hingga Poncokusumo, Kabupaten Malang.
Sementara di Kota Malang diperkuat oleh pasukan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Meski masih sebagai pelajar berusia antara 12-20 tahun, namun mereka juga dibekali dengan persenjataan militer hasil rampasan militer Jepang. Kemudian juga ada pasukan Gerilyawan Rakyat Kota.
Hingga akhirnya pada 31 Juli 1947, pasukan Belanda bisa memasuki Kota Malang. Pasukan TRIP dan gerilyawan tak tinggal diam untuk mempertahankan kemerdekaan. Sejumlah pertempuranpun terjadi, mulai Peristiwa Pertempuran Jalan Salak (sekarang Jalan Pahlawan TRIP) yang melibatkan pasukan TRIP dan pasukan militer Belanda.
Selain itu, pertempuran di wilayah Wonokoyo hingga Arjowinangun juga terjadi. Jumlah pasukan hingga persenjataan yang tak berimbang membuat pasukan TRIP berguguran. Sebanyak 35 pasukan TRIP gugur dalam pertempuran itu. Hingga kemudian pasukan Belanda menguasai Kota Malang.
Meski begitu, pasukan Belanda tak bisa memanfaatkan bangunan-bangunan strategis di Kota Malang lantaran sudah luluh lantah usai dibakar para pejuang muda. Hingga Agresi Militer Belanda II pada Desember 1949 menjadi penutup kekuasaan kolonial Belanda di Kota Malang.
“Peristiwa Malang Bumi Hangus menjadi bukti perjuangan para pemuda di Kota Malang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id