Tumbuh kembang kualitas mahasiswa sebagai agen perubahan bergantung pada semangat dan motivasi belajarnya. Ini menjadi tantangan para dosen yang kini tidak hanya dituntut sekedar mengajar, tapi juga menjadi mentor dan motivator bagi siswanya. Tentu, ada pola yang harus diubah guna mengharmoniskan lagi jalinan dosen dan mahasiswa
HENNY SRI WAHYUNI namanya atau akrab disapa Henny, adalah seorang dosen farmasi di Universitas Sumatera Utara (USU). Henny berhasil membuktikan diri menjadi dosen inspiratif di mata mahasiswanya dan pelaku ekosistem pendidikan.
Henny dikenal sebagai dosen paling dekat dengan mahasiswanya secara emosional. Berkat hubungan yang baik itu pula Henny berhasil mengerek naik nilai ujian termasuk keaktifan mahasiswanya yang sebelumnya selalu bawah rata-rata.
Wanita kelahiran Pematangsiantar 22 September 1985 ini membagikan kisah inspiratifnya dalam sesi sharing Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch IV yang digagas Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan yang berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation, Jumat, 27 Mei 2022.
Kiprah baiknya selama ini dituturkan Henny berkat mengenal metode coaching yang didapat dalam program Inspiring Lecturer Paragon (ILP). ILP menjadi satu dari banyak program dari PT Paragon, perusahaan kosmetik terbesar di Indonesia yang juga fokus membangun pendidikan bangsa.
Henny sendiri mengikuti program ILP ini pada 2021 lalu sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam peran mencerdaskan anak bangsa. Apa yang dia dapat dalam program ILP tersebut dia terapkan dengan baik dan seksama kepada mahasiswanya. Hasilnya, kata dia, di luar ekspektasi.
”Dari yang sebelumnya mahasiswa saat pertemuan daring selalu off-cam (menutup kamera) jadi on-cam terus. Mereka aktif bertanya, aktif berargumentasi. Hasilnya luar biasa sekali ternyata,” kisah Henny.
Semua manfaat itu, terang Henny, berkat metode coaching yang didapat. Dalam metode ini, dosen tak lagi hanya sekedar menerangkan ilmu, tapi juga menumbuhkan minat mahasiswa untuk mempelajari ilmu itu sendiri.
Minat belajar ini, kata Henny juga termasuk tahu batas kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran. Tak jarang, Henny memberhentikan kelas ketika tahu mahasiswanya sudah capek atau bosan.
Disitu, Henny mulai mencari cara untuk memecah kebekuan dengan cara memutar musik, menanyaka kabar, mengobrol dan lain-lain. ”Dari situ anak-anak mulai membuka diri, berkomunikasi dengan saya. Berbeda dengan suasana sebelumnya yang hanya dengar ceramah, diberi tugas, baca buku dan ngerjakan soal,” ungkapnya.
Dari sekian eksplorasi yang dia lakukan sehari-hari, Henny sadar bahwa ternyata mahasiswa saat ini itu lebih suka untuk diarahkan daripada diajari. Selain itu juga banyak kebutuhan dan minat lain mahasiswa yang selama ini luput dimengerti oleh dosen.
”Selama ini kan dosen selalu hanya ingin didengar, tapi tidak pernah mau mendengar mahasiswanya. Ini yang akhirnya saya baru mengerti, bahwa baik buruknya nilai siswa itu ternyata bergantung pada bagaimana dosen mengajarkan di kelas,” ujarnya.
Henny percaya tumbuh kembang mahasiswa yang didapuk sebagai agen perubahan bergantung pada semangat dan motivasi belajarnya. Untuk itu, tentu menjadi tugas para dosen maupun tenaga pendidik lainnya di era kurikulum Merdeka Belajar ini.
Henny jadi satu dari ratusan dosen yang beruntung bisa mengikuti program ILP tersebut. Bayangkan jika ada banyak Henny lainnya tersebar di seluruh kampus Indonesia, maka kecerdasan massal mungkin bisa saja terjadi.
Mimpi itulah yang dikawal PT Paragon Technology & Innovation sejak lama. Untuk mewujudkan situasi nyata tersebut, dosen sebagai pelaku utama dalam ekosistem pendidikan Merdeka Belajar saat ini perlu meningkatkan kapasitas dirinya
Nelsa Dwi Wahyuni selaku Project Manager Inspiring Lecturer Paragon menuturkan bahwa satu hal yang perlu direvolusi adalah cara berpikir dosen dalam mengajar di kelas, yakni menerapkan metode coaching.
”Dosen sudah tidak lagi megajar dengan gaya telling seperti dulu, tapi ada semangat kebaruan disini. Dimana mahasiswa juga aktif terlibat dalam belajar mengajar,” kata Nelsa yang juga menjabat sebagai Paragon CSR Senior Officer itu.
Selama progam ini, total ada sekitar 300-an lebih dosen dari seluruh Indonesia diberikan pelatihan metode coaching selama tiga bulan secara daring. Selain itu mereka juga dibekali soft skill dan hard skill hingga ditampung dalam sebuah komunitas mengajar.
Adapun, kompetensi pelatihan yang diberikan pada ini terdapat 3 struktur, yakni Core Competencies, Functional Competencies hingga Advance / Innovation Competencies.
”Di luar 3 bulan, para dosen ini juga kita dampingi terus. Dari 300 dosen yg ikut, ada 10 dosen terbaik yang kemudian diikutkan program MBA Social Innovation,” ujarnya.
Sementara, Rico Juni Artanto, selaku Paragon CSR Consultant dan Inisiator Program ILP ini menuturkan jika perhatian terhadap tenaga pendidik ini sudah dilakukan sejak lama. ILP adalah cikal bakal dari Lecturer Coaching Movement yang digagas pada 2021 hingga Wardah Inspiring Teacher pada 2020.
Total ada sekitar 2.800 lebih dosen dan guru terlibat dalam gerakan ini dan hasilnya cukup memuaskan. ”Banyak perubahan mereka dapat, terutama kepada peserta didik. Sejak kita kenalkan metodr coaching,” ujar Rico.
Rico berharap program ini dapat terus berlanjut dan menjangkau semua guru di Indinesiam termasuk di berbagai lapisan seperti dosen kontrak atau tidak tetap sekalipun.
”PT Paragon masih ingin agar program ini terus berlanjut demi ekosistem pendidikan di Indonesia menuju arah yang lebih baik,” harapnya
Reporter: Ulul Azmy
editor: Jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id