Malang, Tugumalang.id – Suasana berbeda terlihat di ruang pendopo STIE Malangkucecwara (ABM), Senin (27/2/2023). Sebanyak 23 mahasiswa Jepang mempersembahkan aneka tarian nusantara dengan gemulai hingga keseruan aksi pencak silat.
Dosen Program Studi Bahasa Indonesia dari Kanda University of International Studies Jepang, Prof Suyoto menjelaskan, mereka merupakan mahasiswa luar negeri yang mengikuti program Sakura 2023. Tepatnya, berasal dari Program Studi Bahasa Indonesia, Jurusan Bahasa Asia, Kanda University of Internasional Studies.
Kedua keahlian seni itu, merupakan salah satu output pengembangan minat terhadap seni dan budaya yang diikuti mahasiswa selama kurang lebih 1 bulan.
Alhasil, pertunjukan yang dikemas dalam Gebyar Seni dan Gelar Kinerja Belajar ini disambut riuh tepuk tinggal serta apresiasi luar biasa dari para dosen, mahasiswa hingga beberapa masyarakat umum yang turut hadir.
“Mereka (mahasiswa Jepang) ini tidak hanya meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia saja tapi juga seni dan budaya melalui pembelajaran aspek minat yang dikemas dalam program kelas pilihan. Yakni tari tradisional dan pencak silat. Dari 23 peserta, 16 orang memilih tari tradisional dan 7 lainnya memilih pencak silat,” ujarnya.
Program Sakura, kata Prof Suyoto, salah satu program pembelajaran luar biasa yang diinisiasi oleh Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di Indonesian Studies Program (ISP) STIE Malangkucecwara. Program ini berjalan mulai 4 Februari hingga 27 Februari 2023. Fokus keterampilan yang dimuat antara lain peningkatan kemampuan dan keterampilan berbahasa Indonesia, pemahaman terhadap aspek dan nilai-nilai sosio-budaya hingga penguasaan seni-budaya tradisional Indonesia.
Di sisi lain, program Sakura memberikan kesan mengangumkan bagi para peserta Program Sakura angkatan ke-23 ini. Apalagi, juga bisa terlaksana secara luring.
Salah satunya disampaikan oleh Taira Masaki. Mahasiswa Jepang yang memiliki nama Indonesia, Karim ini mengaku banyak pengalaman menyenangkan selama mengikutinya program Sakura.
“Kami belajar tentang Malang dan berkomunikasi dengan penduduk setempat. Awalnya saya merasa takut dan deg-degan, tapi berkat para guru dan tutor kami bisa belajar aman dan nyaman,” kata dia.
Pengalaman berkesan lainnya juga dirasakan oleh Yagishashi Natsuki. Pemilik nama Indonesia, Ningtyas ini merasa memiliki banyak kenangannya yang tak terlupakan.
“Selama di Malang saya juga diajak ke banyak tempat seperti taman safari. Ada hewan yang mirip dengan hewan di Jepang tapi sedikit berbeda dan menakutkan,” jelasnya terkekeh.
Meski begitu, ia berharap suatu saat dapat kembali berkunjung lagi ke Malang dan terus meningkatkan apa yang selama ini telah dipelajari dengan baik selama tinggal di Indonesia.
Reporter: Feni Yusnia
editor: jatmiko