Tugumalang.id – Kota Batu, Jawa Timur, dulu dikenal sebagai Kota Apel. Itu terjadi karena apel menjadi komoditas pertanian terbesar di sana. Kondisinya jauh berbeda dibanding sekarang. Produksinya terus menurun dan banyak petani apel yang beralih tanam ke komoditas jeruk yang lebih menjanjikan.
Meski begitu, bukan berarti tak ada lagi petani apel. Banyak juga petani yang masih rela bertahan untuk menanam apel. Seperti dilakukan Utomo (62), warga Dusun Gerdu, Desa Tulungrejo, Kota Batu. Apa yang membuatnya bertahan satu-satuya adalah dengan tekad menjaga warisan citra Batu sebagai kota apel.
“Kalau kebanyakan orang sudah beralih menamam jeruk. Saya masih punya semangat untuk mempertahankan ikon Kota Batu sebagai Kota Apel,” kata Utomo dihubungi, Kamis (23/2/2023).
Semangat itu tentu saja tak sebanding dengan apa yang dia peroleh. Dalam setiap masa panen, petani apel tergolong merugi. Sebabnya karena kualitas kondisi tanah yang menurun akibat penggunaan pupuk kimia berlebih.
“Seharusnya dari Pemda bisa melakukan intervensi penanganan menggunakan pupuk organik,” usulnya.
Petani apel juga di hadapan dengan biaya obat tanaman apel yang menembus angka Rp30 juta per musim atau selama 6 bulan. Sementara, hasil panen hanya berkisar di angka Rp 24 juta. “Itu belum pas harga di pasaran turun lho. Kita itu enggak mungkin jual mahal juga,” timpalnya.
Keluhan ini menurut dia sebenarnya sudah klise. Berkali-kali dia berbagi keluh kesah dengan pejabat dinas maupun legislatif. Namun, tak pernah ada solusi jitu. Bahkan sebenarnya pertanian apel di sini masih lebih baik daripada produksi apel di Polandia, New Zealand hingga Vietnam.
“Setahun kita masih bisa panen dua kali, mereka hanya bisa satu kali. Bedanya, kalau di sana hasil panen langsung di setor ke pemerintah. Petani hanya fokus menjaga kualitas buah, enggak perlu bingung jualan,” ujarnya.
Dorong Pemerintah Sediakan Cold Storage
Sebagai solusi, pihaknya menyarankan agar Pemda bisa menyediakan fasilitas cold storage khusus untuk petani apel. Fasilitas ini merupakan solusi untuk menjaga buah agar tidak cepat busuk.
Bicara soal cold storage, sebenarnya Pemkot Batu telah berencana untuk menghadirkannya. Hanya saja, informasi yang dia dengar kapasitas cold storage itu hanya berkisar 3 ton. “Ya enggak cukup, apalagi yang pakai kan banyak, enggak cuma petani apel saja,” terangnya.
“Kalau dihitung kasar, untuk menampung hasil petani apel di sini itu harusnya berkapasitas sampai 50 ton. Kalau 3 ton? Untuk menampung hasil sekali panen saja gak cukup,” imbuhnya.
Begitu juga dari sisi penjualan juga harus ditangani pemerintah. Dengan begitu, petani apel bisa lebih fokus untuk menjaga kualitas produknya. Baik menjaga kualitas apel sampai mengembalikan kondisi tanah.
“Kami berharap usulan ini bisa didengar serius oleh pemerintah. Ini juga demi mempertahankan ikon Kota Batu sebagai ikon wisata dengan buah apelnya,” harapnya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A